Nationalgeographic.co.id—Untuk bisa hidup, manusia memerlukan lingkungan yang memadai untuk tinggal. Kekurangan bahan dasar penopang kehidupan membuat mereka harus berpindah.
Itulah yang dilakukan oleh manusia saat masa nomaden. Sampai akhirnya mereka memikirkan bagaimana lingkungan yang sudah maupun belum memadai, digarap dengan baik untuk hidup menetap.
Selain itu, sepanjang peradaban manusia modern atau dalam tiga juta terakhir, ada banyak perubhan iklim yang dihadapi. Tentunya situasi seperti ini membuat sekelompok dari spesies-spesies manusia purba mencari tempat yang layak untuk ditinggali.
Hal itu juga berlaku, ketika manusia purba melakukan migrasi, memperluas jangkauan pendudukannya di seluruh dunia.
Sebuah penelitian di jurnal Science oleh tim berbasis di Korea Selatan dan Italia mengungkapkan, manusia di masa lampau beradaptasi dengan lanskap mosaik.
Kependudukan mereka harus dilengkapi juga dengan sumber makan yang beragam. Unsur-unsur ini akan meningkatkan ketahanan para leluhur manusia untuk menghadapi perubahan iklim di masa lamapau.
Makalah jurnal itu bertajuk "Human adaptation to diverse biomes over the past 3 million years", terbit 11 Maret 2023. Penelitian yang dipimpin oleh Elke Zeller dari Center for Climate Physics, Institute for Basic Science, Busan, Korea Selatan, menelisik evolusi dan adaptasi manusia untuk bisa menentukan kawasan.
Zeller dan tim mengumpulkan data dari 3.000 spesimen fosil manusia dan situs arkeologi yang mewakili enam spesies berbeda. Enam spesies manusia itu antara lain Homo ergaster, H. habilis, H. erectus, H. heidelbergensis, H. neanderthalensis, dan nenek moyang langsung kita—H. sapiens.
“Analisis kami menunjukkan pentingnya bentang alam dan keanekaragaman tumbuhan sebagai elemen selektif bagi manusia dan sebagai pendorong potensial untuk perkembangan sosial budaya,” kata Zeller seperti yang dikutip dari Phys.
"Untuk situs arkeologi dan antropologi dan usia yang sesuai, kami mengekstraksi jenis bioma lokal dari model vegetasi yang digerakkan oleh iklim. Ini mengungkapkan bioma mana yang disukai oleh spesies hominin yang punah."
Dari data yang dikumpulkan dari situs dan kerangka spesiemen fosil, para peneliti membuat simulasi model iklim dan vegetasi. Simulasi ini mencakup apa yang terjadi pada iklim Bumi selama tiga juta terakhir, dan dijalankan lewat komputer super.
Hasil simulasi mereka mengungkapkan karakteristik lingkungan yang disukai manusia purba. Ternyata, kesukaan leluhur kita (H. sapiens) berbeda dengan jenis manusia purba lainnya.
Bagi para peneliti, ini menunjukkan adanya pengelompokan yang signifikan dari situs pendudukan manusia purba di daerah-daerah tertentu.
Meski berbeda-beda, manusia purba cenderung menyukai daerah dengan keanekaragaman hayati yang tinggi dalam satu bioma.
"Artinya, nenek moyang manusia kita menyukai lanskap mosaik, dengan beragam sumber daya tanaman dan hewan (yang bisa digapai) dalam jarak dekat," kata Axel Timmermann, salah satu peneliti dari lembaga yang sama dengan Zeller.
Singkatnya, ekosistem punya peran penting dalam evolusi manusia.
Rincinya, menurut para peneliti, manusia purba dan kerabat hominin lainnya harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Adaptasi ini diperlukan sebelum mereka pada akhirnya harus menyebar ke luar Afrika.
Zeller dan tim mengungkapkan, beberapa spesies manusia purba di Afrika lebih suka hidup di lingkungan terbuka dan luas, pada awalnya. Lingkungan itu berupa padang rumput dan semak kering.
Semua spesies manusia purba pun mulai berpindah meninggalkan Afrika menuju Eurasia. Di sinilah, kemampuan adaptasi setiap spesies mulai berbeda.
Baca Juga: Inilah Cara Sapu Jagat Lindungi Keanekaragaman Hayati dan Krisis Iklim
Baca Juga: Manusia Prasejarah di Asia Tenggara adalah 'Korban' Perubahan Iklim
Baca Juga: Cegah Suhu Bumi Memanas: Kembalikan Hutan dan Biarkan Satwa Liar Bebas
Baca Juga: Monyet Ternyata Bisa Membuat Alat Batu Mirip Buatan Manusia Purba
Homo sapiens dapat menetap di habitat yang lebih ekstrem seperti gurun dan tundra. Keberadaan mereka mungkin pertama kali muncul di Afrika sekitar 200.000 tahun yang lalu. Penyebarannya sangat cepat, bergerak fleksibel, dan lebih kompetitif daripada spesies manusia lainnya untuk menggapai kawasan yang layak.
Sedangkan hominin lainnya seperti H. erectus dan H. heidelbergensis saat menuju Eurasia, mengembangkan toleransi adaptasi yang lebih tinggi. Perpindahan mereka lebih tua daripada H.sapiens, yakni pada 1,8 juta tahun.
Dari perpindahan itu, kemudian, mereka bisa tinggal di iklim sedang dan sejuk di belahan bumi utara.
"Selain beradaptasi dengan perubahan kondisi lingkungan dari waktu ke waktu, model menunjukkan bahwa spesies Homo mungkin lebih memilih daerah dengan habitat yang lebih beragam," kata Bianca Lopez, ahli ekologi dan editor Science.
Saat berbagai spesies Homo berpindah, mereka mulai mengembangkan perlatan batu yang canggih untuk bertahan hidup di hutan. Tentunya, manusia pada akhirnya membuat kelompok yang membutuhkan cara bertahan hidup dengan keterampilan sosial yang matang.
Source | : | phys.org,Science |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR