Nationalgeographic.co.id—Dalam mitologi Tiongkok, keabadian pada hidup seseorang bukanlah sesuatu yang mustahil. Keabadian ini dapat diperoleh dengan cara-cara yang beragam. Dari berbagai cara yang ada, beberapa di antaranya membutuhkan meditasi pada prinsip-prinsip filosofis atau religius tertentu, hingga seseorang kemudian mencapai pada titik pencerahan.
Namun, terdapat metode lain yang tampaknya jauh lebih sederhana dari cara di atas, yaitu cukup menggunakan jamur lingzhi. Lingzhi atau jamur keabadian telah menjadi santapan di negara-negara seperti Tiongkok, Jepang, dan Korea selama lebih dari 2000 tahun.
Lantas, bagaimana jamur lingzhi dapat dikaitkan dengan gagasan keabadian? Jhonfrank Sanchez, seorang penulis sejarah dari Venezuela, menjabarkan mengenai sejarah dan khasiat dari jamur ini.
Jamur Keabadian Tiongkok, Mitos atau Fakta?
Pertanyaan pertama yang mungkin muncul di benak Anda saat mempelajari tentang jamur keabadian adalah apakah tumbuhan ini benar-benar ada.
Jawaban sementara atas pertanyaan tersebut adalah ada. Namun mengapa jawaban sementara, dan bukan jawaban yang pasti?
Menurut Sanchez, karena keberadaan jamur lingzhi memang benar-benar ada. Jamur tersebut telah diidentifikasi oleh para ilmuwan sebagai Ganoderma lingzhi atau Ganoderma lucidum.
Namun muncul keraguan ketika melihat berbagai deskripsi yang dapat ditemukan dalam sumber-sumber klasik, mengenai tampilan jamur keabadiaan ‘sesungguhnya’.
“Para sejarawan tidak yakin apakah lingzhi yang ada saat ini adalah jamur yang sama dengan yang pernah dimakan orang pada zaman dahulu untuk memperpanjang usia mereka,” kata Sanchez.
Jamur lingzhi yang kini ditemukan, memiliki topi berwarna coklat kemerahan dengan bentuk seperti ginjal dan tidak memiliki insang.
Tangkai jamur ini melekat pada tutupnya dari bagian pinggirnya, bukan dari bagian dalam, itulah sebabnya beberapa orang juga membandingkan bentuk lingzhi dengan kipas.
Menurut Sanchez, meskipun saat ini orang-orang dapat menemukan jamur Lingzhi di hutan belantara (meskipun langka), “kemungkinan besar pada awalnya, jamur keabadian yang 'asli' dimulai sebagai suguhan mitos, dan baru kemudian mulai diidentifikasikan dengan jenis jamur tertentu yang sudah ada.”
Jamur Keabadian Tiongkok dan Taoisme, Apa Hubungannya?
Meskipun juga disebutkan dalam beberapa mitologi Timur Jauh, legenda terkait jamur keabadian paling sering dihubungkan dengan tradisi Taoisme.
Taoisme merupakan salah satu tradisi religius dan filosofis tertua yang berasal dari Cina. Taoisme didasarkan pada kepercayaan bahwa ada aliran energi kosmik yang menyerap ke segala sesuatu di alam.
Manusia yang hidup di dunia, harus mencoba untuk belajar hidup selaras dengan aliran ini, sehingga mereka dapat mencapai kehidupan yang seimbang.
Dalam Taoisme, kematian dianggap sebagai bagian dari alam, dan oleh karena itu kematian tidak dilihat dari sudut pandang negatif. Namun para pengikut ajaran ini juga mempercayai bahwa manusia dapat memperoleh keabadian dengan cara-cara tertentu.
Untuk memperoleh keabadian, seseorang dapat melakukan beberapa cara, seperti meditasi, mengarahkan energi seksual, dan memakan jamur keabadian.
Namun, diantara pilihan-pilihan di atas, memakan jamur berharga ini adalah pilihan yang paling sulit untuk dilakukan. Menurut tradisi Taoisme, pada awalnya jamur ini hanya dapat ditemukan di Pulau-pulau Terberkati.
Pulau-pulau yang Terberkati & Jamur Keabadian
Dalam mitologi Tiongkok, khususnya mitologi Taoisme, Pulau-pulau Terberkati sangat erat kaitannya dengan kisah-kisah mengenai pencarian keabadian.
Menurut Sanchez, jumlah pulau-pulau ini bervariasi dari satu kisah ke kisah lainya. “Ada yang berjumlah enam dalam beberapa mitos dan ada yang berjumlah lima.”
Pada awalnya, pulau-pulau ini terletak di lepas pantai Jiangsu (Tiongkok). Namun, pada suatu waktu, pulau-pulau tersebut mulai hanyut ke arah timur, sampai akhirnya diamankan oleh sekelompok kura-kura raksasa.
Kemudian, seekor kura-kura raksasa membawa dua dari pulau-pulau tersebut, jauh ke utara, sehingga hanya menyisakan tiga pulau di Laut Timur: P'eng-Lai, Fang Hu, dan Ying Chou.
Menurut mitologi Tiongkok, tanah di pulau-pulau tersebut sangat subur dan dipenuhi tumbuh-tumbuhan yang unik. Disebutkan bahwa di pulau tersebut tumbuh tanaman yang dapat membuat awet muda dan pohon yang dapat memperpanjang usia.
“Jamur lingzhi, yang juga tumbuh di pulau-pulau ini, dikatakan sebagai bagian penting dari makanan Delapan Dewa (atau Yang Terberkati), sekelompok delapan orang bijak yang mencapai keabadian setelah bertahun-tahun mengikuti ajaran Taoisme,” terang Sanchez.
Simbolisme Jamur Keabadian Tiongkok
Dalam penggambaran Taoisme, jamur keabadian sering digunakan sebagai simbol untuk umur panjang kesejahteraan, kebijaksanaan, pengetahuan yang besar tentang supernatural, kekuatan ilahi, dan keberhasilan dalam mengendalikan kekuatan alam.
Jamur lingzhi juga telah digunakan untuk melambangkan awal dari pencarian pembebasan spiritual dan pencapaian pencerahan selanjutnya, demikian dalam mitologi Tiongkok.
Jamur ini juga dianggap sebagai simbol keberuntungan di Tiongkok kuno, “oleh karena itu orang-orang Tiongkok dari berbagai latar belakang sering membawa jimat berbentuk jamur lingzhi,” terang Sanchez.
Apa Manfaat Kesehatan dari Jamur Keabadian?
Pengobatan tradisional Tiongkok mengaitkan berbagai manfaat kesehatan dengan jamur keabadian. Disebutkan jamur tersebut dapat mengontrol kadar glukosa darah, mencegah kanker, meningkatkan sistem kekebalan, dan masih banyak lagi.
Karena banyak laporan mengenai efektivitas pengobatan berdasarkan penggunaan produk turunan jamur Lingzhi tampaknya berasal dari bukti anekdot,
“Komunitas medis internasional masih memperdebatkan apakah pengobatan ini harus dipromosikan lebih lanjut atau tidak,” terang Sanchez.
Namun, ada juga setidaknya satu studi ilmiah yang relatif baru, mendukung klaim mengenai penggunaan jamur keabadian guna memperkuat sistem kekebalan tubuh.
Namun perlu diperhatikan, jika Anda ingin mulai mengonsumsi jamur ini untuk tujuan medis, selalu konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter.
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR