Pertempuran di Inggris Baru, Bougainville, Kalimantan, dan daratan New Guinea membuat Australia kehilangan 22.000 orang menjadi tawanan kamp perang. “8.000 di antaranya mati saat ditawan,” tambah Webb.
Pendudukan Jepang menyebabkan ribuan tentara Sekutu yang dipenjara mengalami kesulitan dan siksaan selama bertahun-tahun.
Tentara Jepang sering menggunakan tahanan sebagai target latihan dan menginterogasi tentara terus-menerus. Mereka melakukan itu harapan mendapatkan pengakuan atau informasi.
Ras unggul dan hak ilahi
Sebagai masyarakat yang sangat konformis, militer Jepang sebenarnya mengendalikan nasib Jepang. Keyakinan mereka pada ras unggul meyakinkan banyak orang tentang hak ilahi mereka untuk memerintah. Pada akhirnya, itu membuat mereka melakukan pembantaian tanpa penyesalan.
Penyesalan adalah kata yang jarang disebutkan dalam transkrip pengadilan kejahatan perang Jepang. Kemampuan Jepang untuk membunuh sama lazimnya dengan wilayah yang baru mereka peroleh.
Melalui penembakan, kematian, atau pembakaran, tahanan dan warga sipil dianggap tidak lebih dari olahraga atau latihan sasaran. Selama pendudukan Nanking tahun 1937, komando militer secara aktif mendorong tentara untuk membunuh, memerkosa, dan menjarah. Kompetisi pemenggalan adalah hal biasa.
Meskipun setiap perang itu brutal, pertempuran Asia-Pasifik bahkan jauh lebih brutal. Di sini permusuhan kuno dan sikap rasis memastikan teater perang yang jarang terlihat sejak zaman invasi bangsa Mongol.
Sekutu menggambarkan saingan Jepang mereka sebagai orang Timur yang lebih rendah, berkulit kuning, dan bergigi tajam. Sedangkan serdadu Jepang melihat orang Eropa kolonial sebagai iblis besar. Dan kaisar ilahi mereka menganggap perang melawan iblis itu adalah perang suci.
Setelah bersiap untuk perang yang tak terhindarkan dengan Tiongkok, serdadu Jepang berlaku brutal terhadap warga sipil dan tawanan perang. Bagi serdadu Jepang, ditangkap oleh musuh merupakan penghinaan bagi militer dan orang tua mereka. Setelah ditangkap, keluarga serdadu Jepang menganggapnya sudah mati dan namanya dihapus dari daftar kelahiran.
Diajar peka sejak usia dini
Anak-anak Jepang diajari untuk peka sejak usia dini. Anak laki-laki bermain berjam-jam tanpa henti dalam perang imajiner. Mereka menjalani sistem sekolah yang meniru lingkungan yang teratur dan diajari bahwa hidup mereka adalah milik kaisar.
Jika seseorang memutuskan untuk menjadi serdadu, rezim militer yang keras selalu memadamkan semangat individualisme. Pelatihan militer membuat banyak serdadu dipukuli oleh atasan tanpa alasan sama sekali.
Mereka yang selamat menjadi wadah untuk diisi dengan ideologi penguasa militer mereka. Ideologi yang tidak menyisakan ruang untuk belas kasih. Pemikiran para prajurit dipatahkan oleh visi Kekaisaran Jepang sebagai ras unggul. Itulah yang membuat para serdadu Kekaisaran Jepang bisa begitu brutal di masa perang.
Membedah Target Ambisius Mozambik Memaksimalkan Potensi 'Blue Carbon' Pesisirnya
Source | : | Independent Australia |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR