Nationalgeographic.co.id—Ilmu pengobatan telah muncul sejak zaman kuno. Termasuk para ilmuwan muslim seperti Muhammad al-Razi hingga Ibnu Sina yang merupakan sosok terkenal dengan kehebatannya dalam bidang kedokteran. Simak sejarah kedokteran Islam dan pengaruhnya terhadap dunia.
Muhammad al-Razi
Muhammad ibn Zakariya al-Razi lahir pada tahun 854 di kota Rey di Persia. Rey adalah salah satu kota tertua di Iran modern. Dia dikenal sebagai bapak kedokteran Islam, adalah sarjana dan praktisi medis terbesar pada zamannya.
Banyak teks medisnya terus dikonsultasikan di Timur Tengah dan Eropa ratusan tahun setelah kematiannya pada tahun 925.
Dia sangat berbakat musik sejak dini, menjadi pemain oud yang ulung. Oud adalah alat musik gesek yang mirip dengan kecapi.
Ketika mencapai usia dewasa, al-Razi mengesampingkan musik dan mempelajari alkimia, matematika, filsafat, dan sastra.
Secara bergiliran dia menguasai dan kemudian bosan mata pelajaran ini sebelum mengambil kedokteran sekitar usia 30. Mata pelajaran inilah yang dia dedikasikan selama sisa hidupnya.
Al-Razi meninggalkan Persia untuk belajar kedokteran di kota terbesar di dunia Islam saat itu di Bagdad. Di Bagdad, dia memiliki akses ke terjemahan bahasa Arab dari para medis terpenting dari dunia kuno.
Dari jumlah tersebut, yang paling awal adalah Hippocrates, dokter Yunani abad ke-4 SM. dianggap sebagai bapak kedokteran Barat. Yang kedua adalah Galen, seorang dokter Yunani yang bekerja di Kekaisaran Romawi pada abad ke-2 M.
Seperti halnya cendekiawan yang baik, al-Razi mengakui kecemerlangan orang-orang Yunani kuno ini dan hutang yang sangat besar yang dimiliki oleh para cendekiawan dan orang-orang lain pada zaman mereka.
Dalam bukunya Doubts about Galen, al-Razi menantang teori empat humor, yang dianggap menjelaskan sebagian besar penyakit manusia.
Al-Razi menyarankan bahwa ada sejumlah unsur lain yang gagal dipertimbangkan oleh Galen, seperti sifat manis mulut, rasa asin, sifat mudah terbakar, dan sifat belerang.
Source | : | Wondrium Daily |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR