Selain itu, kemungkinan besar Herophilus dan Erasistratus juga dibantu oleh dukungan dari orang-orang berpengaruh yang menghargai kemajuan pengetahuan ilmiah.
Namun, Molly menerangkan, penggunaan mayat dalam ilmu pengetahuan tidak berlangsung lama. Setelah kedua dokter tersebut meninggal, “pembedahan mayat manusia sekali lagi tidak disukai.”
Praktik ini perlahan-lahan kehilangan popularitas selama beberapa abad berikutnya, dan pada tahun 389 Masehi, penggunaan mayat manusia benar-benar hilang.
Dokter-dokter berikutnya, seperti Galen (129-216 M), harus bergantung pada mayat hewan sebagai gantinya. Sebagian besar penelitian Galen, yang tetap berpengaruh selama berabad-abad setelah kematiannya, didasarkan pada anatomi babi.
“Ini berarti bahwa banyak dari ajarannya yang salah, meskipun tetap menjadi inti dari pelatihan di universitas selama ratusan tahun,” jelas Molly.
Perlawanan terhadap Penggunaan Mayat pada Periode Abad Pertengahan
Pandangan negatif seputar penggunaan mayat manusia terus berlanjut dan semakin meningkat selama periode abad pertengahan. Praktik ini sepenuhnya dilarang oleh gereja Kristen, yang melihat pembedahan tubuh manusia sebagai tindakan mutilasi.
Agama Kristen mengajarkan bahwa tubuh hanyalah wadah sementara bagi jiwa yang pada akhirnya akan pergi ke surga atau neraka.
Oleh karena itu, tidak perlu memeriksanya terlalu dekat, dan melakukan hal itu bisa berbahaya karena tubuh manusia diasosiasikan dengan rasa malu dan dosa.
Di sisi lain Gereja berusaha untuk mencegah penggunaan mayat di seluruh Eropa, beberapa pemimpin berhasil melawan. Salah satunya adalah Kaisar Romawi Suci Frederick II (1194-1250).
Ia menetapkan bahwa dalam rangka memajukan studi anatomi, mayat manusia harus dibedah setiap lima tahun sekali. Frederick juga menetapkan bahwa kehadiran di acara-acara ini harus diwajibkan bagi siapa saja yang ingin berlatih di bidang ini.
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR