Nationalgeographic.co.id—Samurai adalah kelas prajurit yang sangat terampil yang muncul di Jepang setelah reformasi Taika pada tahun 646 M. Reformasi itu mencakup redistribusi tanah dan pajak baru yang berat yang dimaksudkan untuk mendukung Kekaisaran Jepang.
Reformasi memaksa banyak petani kecil untuk menjual tanah mereka dan bekerja sebagai petani penyewa. Seiring waktu, beberapa pemilik tanah besar mengumpulkan kekuasaan dan kekayaan. Ini pun menciptakan sistem feodal yang mirip dengan Abad Pertengahan di Eropa.
Untuk menjaga kekayaan mereka, penguasa feodal Jepang menyewa prajurit samurai pertama, atau bushi.
Era feodal awal, para pelindung wilayah dan kekayaan tuannya
Beberapa samurai adalah kerabat pemilik tanah yang mereka lindungi, sementara yang lain hanyalah prajurit sewaan. Kode etik samurai menekankan kesetiaan kepada tuannya—bahkan melebihi kesetiaan keluarga.
Sejarah menunjukkan bahwa samurai yang paling setia biasanya anggota keluarga atau mereka yang ditanggung secara ekonomi.
Selama tahun 900-an, kaisar yang lemah dari Era Heian kehilangan kendali atas pedesaan Jepang. Kekaisaran Jepang pun tercabik-cabik oleh pemberontakan.
Kekuasaan kaisar segera dibatasi di ibu kota, dan di seluruh negeri, kelas prajurit pindah untuk mengisi kekosongan kekuasaan.
Setelah bertahun-tahun berperang, samurai mendirikan pemerintahan militer yang dikenal sebagai shogun.
Pada awal 1100-an, para prajurit memiliki kekuatan militer dan politik di sebagian besar wilayah Jepang.
Garis kekaisaran yang lemah pun makin terpuruk ketika Kaisar Toba meninggal pada 1156 tanpa penerus yang jelas. Anak laki-lakinya, Sutoku dan Go-Shirakawa, berjuang untuk kontrol dalam perang saudara yang dikenal sebagai Pemberontakan Hogen tahun 1156.
Pada akhirnya, kedua calon kaisar kalah dan jabatan kekaisaran kehilangan semua sisa kekuasaannya.
Selama perang saudara, klan samurai Minamoto dan Taira menjadi terkenal. Mereka bertarung satu sama lain selama Pemberontakan Heiji tahun 1160.
Setelah kemenangan mereka, Taira mendirikan pemerintahan pimpinan samurai pertama dan Minamoto yang kalah diusir dari ibu kota Kyoto.
Periode Kamakura dan awal Muromachi (Ashikaga)
Kedua klan bertempur sekali lagi dalam Perang Genpei tahun 1180 hingga 1185, yang berakhir dengan kemenangan Minamoto. Setelah kemenangan mereka, Minamoto no Yoritomo mendirikan Keshogunan Kamakura.
Minamoto mempertahankan kaisar sebagai pemimpin boneka. Klan Minamoto menguasai sebagian besar Kekaisaran Jepang hingga tahun 1333.
Pada 1268, ancaman eksternal muncul. Kubilai Khan, penguasa Mongol dari Dinasti Yuan Kekaisaran Tiongkok, menuntut upeti dari Kekaisaran Jepang. Ketika Kyoto menolak untuk mematuhi, pasukan Mongol menyerbu.
Untungnya bagi Jepang, topan menghancurkan 600 kapal Mongol. “Bahkan armada invasi kedua pada tahun 1281 juga mengalami nasib yang sama,” tulis Kallie Szczepanski di laman Thoughtco.
Terlepas dari bantuan alam yang luar biasa, serangan Mongol sangat merugikan Kamakura. Klan itu tidak dapat menawarkan tanah atau kekayaan kepada para pemimpin samurai yang mendukung pertahanan Kekaisaran Jepang.
Selain itu, shogun yang melemah menghadapi tantangan dari Kaisar Go-Daigo pada tahun 1318. Setelah diasingkan pada tahun 1331, kaisar kembali dan menggulingkan keshogunan pada tahun 1333.
Pemulihan Kemmu atas kekuasaan kekaisaran hanya berlangsung selama 3 tahun.
Pada tahun 1336, Keshogunan Ashikaga di bawah Ashikaga Takauji menegaskan kembali pemerintahan samurai. Keshogunan baru ini lebih lemah daripada Keshogunan Kamakura.
Polisi daerah yang disebut daimyo mengembangkan kekuatan yang cukup besar. Mereka pun turut campur dalam garis suksesi keshogunan.
Periode Muromachi dan pemulihan ketertiban
Pada tahun 1460, daimyo mengabaikan perintah dari shogun dan mendukung penerus yang berbeda untuk takhta Kekaisaran Jepang.
Ketika shogun, Ashikaga Yoshimasa, mengundurkan diri pada tahun 1464, terjadi perselisihan. Pendukung adik laki-lakinya dan putranya memicu pertempuran yang lebih sengit di antara para daimyo.
Pada tahun 1467, pertikaian ini meletus menjadi Perang Onin selama satu dekade. Dalam pertempuran itu, ribuan orang tewas dan Kyoto terbakar habis.
Perang mengarah langsung ke “Periode Negara Berperang” di Kekaisaran Jepang atau Sengoku.
Antara 1467 dan 1573, berbagai daimyo memimpin klan mereka dalam perjuangan untuk dominasi nasional. “Saat itu, hampir semua provinsi dilanda pertempuran,” imbuh Szczepanski.
Periode Negara Berperang berakhir pada tahun 1568 ketika panglima perang Oda Nobunaga mengalahkan tiga daimyo yang kuat.
Pasukannya berbaris ke Kyoto, dan pemimpin pilihannya, Yoshiaki, diangkat sebagai shogun.
Nobunaga menghabiskan 14 tahun berikutnya menaklukkan daimyo saingan lainnya dan memadamkan pemberontakan oleh biksu Budha yang terpecah belah.
Kastil Azuchi yang megah, dibangun antara tahun 1576 dan 1579, menjadi simbol reunifikasi Jepang.
Pada tahun 1582, Nobunaga dibunuh oleh salah satu jendralnya, Akechi Mitsuhide. Hideyoshi, jenderal lainnya, menyelesaikan penyatuan dan memerintah sebagai kampaku atau wali penguasa.
Keshogunan Tokugawa pada Zaman Edo
Hideyoshi mengasingkan klan besar Tokugawa dari daerah sekitar Kyoto ke wilayah Kanto di Jepang Timur.
qqPada tahun 1600, Tokugawa Ieyasu telah menaklukkan daimyo tetangga dari kubu bentengnya di Edo, yang suatu hari akan menjadi Tokyo.
Putra Ieyasu, Hidetada, menjadi shogun dari negara bersatu pada tahun 1605. Hasilnya, kedamaian dan stabilitas dirasakan oleh Kekaisaran Jepang selama 250 tahun.
Shogun Tokugawa yang kuat “menjinakkan” samurai. Tokugawa memaksa mereka untuk melayani tuan mereka di kota atau menyerahkan pedang dan pertanian. Ini mengubah para pejuang menjadi kelas birokrat yang berbudaya.
Restorasi Meiji dan akhir dari samurai
Pada tahun 1868, Restorasi Meiji menandai awal dari berakhirnya kelas samurai di Kekaisaran Jepang.
Sistem monarki konstitusional Meiji mencakup reformasi demokrasi seperti batasan masa jabatan pejabat publik dan pemungutan suara populer. Dengan dukungan publik, Kaisar Meiji menyingkirkan samurai, dan mengurangi kekuatan daimyo. Ia mengubah nama ibu kota dari Edo menjadi Tokyo.
Pemerintah Kekaisaran Jepang yang baru menciptakan tentara wajib militer pada tahun 1873. Beberapa petugas diambil dari pangkat mantan samurai, lebih banyak prajurit mendapatkan pekerjaan sebagai petugas polisi.
Pada tahun 1877, mantan samurai yang marah memberontak melawan Meiji dalam Pemberontakan Satsuma. Namun mereka harus menghadapi kalah dalam Pertempuran Shiroyama. Ini pun mengakhiri era samurai yang telah membentang selama 700 tahun di Kekaisaran Jepang.
Budaya dan senjata samurai
Budaya samurai didasarkan pada konsep bushido yang prinsip utamanya adalah kehormatan dan kebebasan dari rasa takut akan kematian. Seorang samurai secara hukum berhak menebas orang biasa yang gagal menghormatinya dengan benar.
Samurai dijiwai dengan semangat bushido. Seorang samurai diharapkan bertarung tanpa rasa takut dan mati dengan terhormat daripada menyerah dalam kekalahan.
Dari pengabaian kematian ini muncullah tradisi seppuku atau hara-kiri. Dalam tradisi ini, prajurit yang kalah—dan pejabat pemerintah yang dipermalukan—akan bunuh diri dengan hormat. Ini dilakukan denhan mengeluarkan isi perut mereka menggunakan pedang pendek.
Samurai awal adalah pemanah, bertarung dengan berjalan kaki atau menunggang kuda dengan busur yang sangat panjang (yumi). Mereka menggunakan pedang terutama untuk menghabisi musuh yang terluka.
Setelah invasi Mongol pada tahun 1272 dan 1281, para samurai mulai lebih banyak menggunakan pedang, tiang dengan bilah melengkung yang disebut naginata, dan tombak.
Prajurit samurai mengenakan dua pedang, katana dan wakizashi, yang dilarang digunakan oleh non-samurai pada akhir abad ke-16.
700 tahun mengukir sejarah Kekaisaran Jepang, samurai pun menghilang.
Hasilkan Energi Melimpah dari Tenaga Angin, Skotlandia Siap Ekspor Hidrogen Besar-besaran
Source | : | thought.co |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR