3. Skema Ponzi Bernie Madoff
Ketika Bernie Madoff mengakui bahwa perusahaan investasinya "hanyalah satu kebohongan besar", itu adalah pernyataan yang sangat diremehkan. Pada tahun 2008, dia mengaku telah menipu sekitar 50 miliar dolar AS atau sekitar Rp745 tiriliun dari investor yang mempercayai dengan tabungan mereka kepadanya.
Madoff menggunakan formula skema Ponzi untuk mempertahankan penipuan selama lebih dari satu dekade. Nama kebohongan klasik ini diambil dari nama Charles Ponzi yang terkenal kejam, yang menggunakan taktik tersebut pada awal abad ke-20.
Cara kerjanya seperti ini: Perencana menjanjikan keuntungan besar kepada investor, tetapi alih-alih menginvestasikan uangnya, dia menyimpannya untuk dirinya sendiri dan menggunakan dana dari investasi baru untuk melunasi investor sebelumnya. Ini mirip dengan kasus umrah murah bodong First Travel ataupun Robot Trading hingga Binomo yang terjadi di Indonesia.
Madoff mungkin tidak mengarang kebohongan ini, tetapi dia melakukannya dengan cara baru. Pertama, dia menghasilkan rekor jumlah uang dari skema tersebut.
Selain itu, dia juga bisa mempertahankannya lebih lama dari kebanyakan perencana Ponzi. Biasanya, penipuan cepat berantakan karena mengharuskan perencana untuk terus mencari lebih banyak investor.
Namun Madoff, yang kliennya mendapat pengembalian lebih dari 10 persen terlepas dari kinerja pasar saham, mampu mempertahankannya lebih lama dengan mendorong mereka untuk menginvestasikan kembali "keuntungan" mereka bersamanya.
Namun, akhirnya, para investor mulai meminta uang mereka kembali dalam jumlah yang lebih besar (kita berbicara jutaan dolar AS) daripada yang dapat dia berikan.
Ini adalah kebohongan yang sangat mengejutkan karena Madoff, sebagai mantan ketua dewan NASDAQ, adalah seorang ahli yang ulung dan dihormati di bidang keuangan.
Status Madoff beda dengan Charles Ponzi, yang merupakan mantan narapidana kecil pada saat dia meluncurkan rencananya. Bagaimanapun, Madoff dijatuhi hukuman 150 tahun penjara dan meninggal pada usia 82 tahun setelah menjalani 11 tahun penjara.
4. 'Studi' Andrew Wakefield soal Vaksin dan Autisme
Pada tahun 1998, jurnal medis terkenal Lancet menerbitkan sebuah artikel oleh dokter Inggris Andrew Wakefield. Dalam studinya dia mengklaim menghubungkan autisme dengan vaksin campak, gondok dan rubella (MMR) yang biasa diberikan.
Studi ini mendapat publisitas luas meskipun penelitian didasarkan pada ukuran sampel yang sangat kecil dan selektif dari 12 anak. Ada juga masalah etika yang serius, seperti fakta bahwa Wakefield (yang kemudian kehilangan izin medisnya) tidak mendapatkan izin yang diperlukan untuk bekerja dengan/memeriksa subjek anak,
Source | : | Howstuffworks |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR