Nationalgeographic.co.id—Ada temuan penelitian baru untuk mitigasi perubahan iklim.
Temuan itu mengungkapkan bahwa Ikan nila dapat menjadi kandidat genetik yang dapat membantu meningkatkan ketahanan iklim perikanan. Kandidat genetik dapat membantu ikan untuk mentolerir air yang lebih hangat dan asin.
Pada gilirannya nanti, penelitian baru dari Institut Earlham ini, berpotensi menyediakan sumber daya penting untuk memandu program pemuliaan dalam akuakultur air tawar.
Penelitian baru tersebut telah dijelaskan di jurnal Genomics belum lama ini.
Jurnal tersebut dipublikasikan dengan judul "Chromatin accessibility in gill tissue identifies candidate genes and loci associated with aquaculture relevant traits in tilapia."
Para peneliti menjelaskan, kualitas dan ketersediaan air di Bumi berkurang akibat suhu global yang lebih tinggi karena perubahan iklim.
Wawasan baru ini dapat digunakan untuk membiakkan ikan yang lebih tangguh, dan sekaligus melindungi sumber makanan utama bagi jutaan orang.
Ketangguhan Ikan Nila
Seperti diketahui ikan nila, Oreochromis niloticus, dibudidayakan secara luas dalam akuakultur air tawar, dan menyediakan nutrisi dan protein penting.
Pertumbuhan eksponensial dalam produksi budidaya nila sebagian besar disebabkan oleh kesesuaiannya untuk sistem budidaya. Tidak seperti kebanyakan spesies ikan bersirip lainnya, nila dapat tumbuh dan bereproduksi di banyak sistem budidaya.
Penggunaannya dalam akuakultur telah meningkat secara dramatis, sebagian besar karena kemampuan beradaptasi mereka terhadap kondisi air dan sistem produksi yang berbeda.
Ikan nila tilapia telah menyumbang sekitar sembilan persen dari produksi ikan air tawar global. Namun, cuaca dingin yang ekstrem dan penurunan sumber daya air tawar telah menciptakan kebutuhan untuk mengembangkan varian yang tangguh.
Suhu global yang melonjak telah menghabiskan sumber daya air tawar. Peternakan ikan—dan orang-orang yang mengandalkannya untuk pangan—sangat membutuhkan galur yang masih dapat berkembang, meskipun salinitas lebih tinggi dan suhu air meningkat karena perubahan iklim.
Untuk mengatasi masalah ini, para peneliti di Earlham Institute, University of East Anglia, dan University of Stirling telah mengeksplorasi genom nile tilapia atau ikan nila.
Tujuannya untuk menemukan perubahan menguntungkan dalam genom yang bertanggung jawab atas peningkatan toleransi terhadap perubahan kondisi air.
"Dengan menentukan basis genetik dari sifat-sifat yang relevan untuk akuakultur, kita dapat membuat genotipe dan membiakkan sifat-sifat yang diinginkan ke dalam galur yang dibudidayakan," tulis peneliti.
Mereka memeriksa jaringan yang diambil dari insang—organ osmoregulasi penting pada ikan—dan menghasilkan data sekuens DNA dan RNA. Informasi itu digunakan untuk mempelajari aktivitas, regulasi, dan fungsi gen yang berbeda.
Mereka kemudian mengidentifikasi perbedaan genetik pada daerah pengatur gen pada ikan nila tilapia dan 27 spesies ikan nila lainnya.
Asumsi tim peneliti, perbedaan antara nila spesies air tawar, dan spesies yang beradaptasi dengan air asin cenderung muncul. Siasat ini bertujuan untuk mengendalikan gen yang terlibat dalam beradaptasi dengan lingkungan air yang berbeda.
Pengurutan Genetik Ikan Nila
Tim peneliti mengoptimalkan pendekatan pengurutan genom. Kemudian mereka mengungkapkan aktivitas situs pengikatan faktor transkripsi potensial dan genetik untuk menghidupkan dan mematikan ekspresi.
Pendekatan mereka adalah mengidentifikasi daerah genom yang mereka yakini bertanggung jawab untuk mengendalikan aktivitas gen osmoregulasi tertentu. Hal ini pada gilirannya mempengaruhi fungsi insang dan bagaimana ikan merespons perubahan kondisi air.
Mereka mengidentifikasi sejumlah gen yang relevan dengan sifat-sifat yang membantu ikan nila mentolerir air asin. Genetik tersebut juga dapat menyesuaikan diri dengan air tawar.
Hal ini termasuk gen yang terlibat dalam metabolisme dan proses rumah tangga umum yang bertanggung jawab. Gen ini bereaksi terhadap perubahan lingkungan untuk menjaga keseimbangan.
Dr. Tarang Mehta, penulis studi dan ilmuwan penelitian postdoctoral di Earlham Institute, mengatakan, “Peternak sangat membutuhkan sumber daya genom untuk menginformasikan program pemuliaan mereka sehingga sifat yang menawarkan ketahanan lebih besar dapat dipilih dengan cepat dan akurat."
Dengan mengarakterisasi gen yang bertanggung jawab atas sifat-sifat yang diinginkan ini, lanjutnya, mereka dapat berbagi sumber daya baru ini dengan tambak ikan air tawar untuk membantu memandu program pemuliaan selektif.
Dr. Wilfried Haerty, penulis studi dan Group Leader di Earlham Institute, mengatakan, bahwa mereka mengidentifikasi wilayah genom nila yang dapat mereka targetkan untuk membantu membiakkan ikan dengan toleransi yang lebih tinggi terhadap garam.
Kemampuan tersebut adalah sesuatu yang sayangnya menjadi semakin penting karena sumber daya air tawar yang ada saat ini semakin terdegradasi.
“Langkah selanjutnya adalah menggunakan pendekatan genomik serupa untuk menemukan gen dan regulatornya yang terkait dengan sifat-sifat lain yang menarik untuk akuakultur, seperti pertumbuhan dan ketahanan terhadap penyakit," katanya.
Masukan dari Genomics Pipelines Group di Earlham Institute sangat penting dalam pembuatan data, termasuk persiapan perpustakaan RNA-Seq, pengumpulan, dan pengurutan.
Penelitian ini didanai oleh Biotechnology and Biological Sciences Research Council (BBSRC), bagian dari UK Research and Innovation.
Source | : | Genomics,Earlham Institute |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR