Nationalgeographic.co.id—Selama lebih 700 tahun lamanya, berangsur-angsur sejarah peradaban Islam melemah di Andalusia.
Hal itu disebabkan Kekaisaran Muwahhidun (Almohad) kalah besar dalam Pertempuran Las Navas de Tolosa yang dalam bahasa Arab disebut sebagai Pertempuran al-Uqab.
Pertempuran Las Navas de Tolosa merupakan bagian dari Reconquista, ekspedisi Perang Salib Spanyol untuk merebut kembali Semenanjung Iberia.
Pertempuran ini melibatkan Alfonso VIII dari Kekaisaran Kastila, Afonso dari Portugal, dan tentara salib Eropa Barat lainnya, berhadapan dengan Muhammad an-Nasir di tahun 1212.
Akibatnya, Kekaisaran Muwahhidun kehilangan kekuasaannya di Andalusia. Pada akhirnya, kekosongan kepemimpinan di Andalusia membuka peluang bagi penguasa muslim mendirikan kerajaan-kerajaan kecilnya yang independen.
Diperkirakan di Andalusia ada sekitar 30 hingga 50 kerajaan kecil Islam yang muncul.
Salah satu kerajaan kecil dalam sejarah peradaban Islam yang ada di Andalusia adalah Kerajaan Granada.
Posisinya semakin kuat dua dekade Kekaisaran Muwahhidun kehilangan kendalinya di Andalusia. Muhammad I dari Jaen segera membangun kerajaannya di Granada di tahun 1237.
Perlahan-lahan, Kerajaan Granada ini menguasai kerajaan-kerajaan kecil Islam lainnya seperti Jaen, Almeria, dan Malaga. Secara otomatis, daerah ujung selatan Semenanjung Iberia disatukan menjadi di bawah Granada yang menjadi kekaisaran.
Berdasarkan catatan sejarah peradaban Islam, alih-alih memperluas kekuasaannya ke kerajaan Spanyol dan Portugal, Muhammad I justru menyadari ancaman serangan balik. Kekaisaran Granada pun lebih memilih untuk mengakui kedaulatan Kastila.
Kekaisaran Granada pun membayar upeti tahunan ke Kastila. Prajurit kekaisarannya pun terkadang membantu Kekaisaran Kastila untuk bertempur.
Kekaisaran Granada pun menjadi vasal bagi Kekaisaran Kastila di bawah Ferdinand III. Orang Kastila pun tidak menganggap Granada sebagai ancaman.
Granada begitu makmur karena diisi oleh masyarakat yang terampil. Semenjak Reconquista, banyak kota yang dikenal sebagai pusat peradaban Islam seperti Sevilla, Valencia, dan Murcia jatuh ke tangan tentara Kristen.
Umat muslim, dan bahkan Yahudi, berpindah ke selatan di mana Granada menyambut mereka.
Secara otomatis, Granada menjadi kota pusat kebudayaan Islam yang baru di Semenanjung Iberia. Kota ini penuh dengan karya seni dan pengetahuan.
Bahkan, keterampilannya membangun kembali Istana Alhambra yang cantik bisa dihitung sebagai keterampilan Kekaisaran Granada pada masa jayanya.
Dalam sejarah peradaban Islam, Kekaisaran Granada di bawah Yusuf I berambisi mengembalikan kejayaan Islam di jazirah Andalusia.
Walau Kekaisaran Kastila sebagai penguasa mereka, Granada adalah kawasan otonom dan mulai membentuk aliansi dengan Kekaisaran Mariniyah di Maroko.
Kekaisaran Mariniyah pun memulai ekspedisinya tahun 1340. Mereka berharap bisa mengembalikan kawasan muslim yang hilang karena Perang Salib Spanyol.
Sayangnya, mereka dan sekutu dari Kekaisaran Granada dikalahkan oleh Kastila dan Portugis di Pertempuran Tarifa pada Oktober 1340.
Pertempuran ini membuat Kekaisaran Granada menjadi lemah. Meski demikian, minat untuk menghapus benteng sejarah peradaban Islam ini oleh Kastila ini masih kurang.
Alasan utama, wafatnya Kaisar Alfonso pada 1350. Ditambah lagi, pada masa ini orang-orang Kristen masih sibuk bertikai satu sama lain.
Barulah pada 1469 orang-orang Kristen Spanyol bersatu. Persatuan ini karena didukung perkawinan Ferdinand II dari Aragon dan Isabella I dari Kastilla.
Kondisi Kekaisaran Granada pun dikucilkan di Kekaisaran Kastila karena enggan membayar upeti, sehingga perang pun pecah di tahun 1482.
Penguasa Kekaisaran Granada Muhamad XII tidak mampu memperkuat militernya. Kota-kota Kekaisaran pun jatuh di tangan Kastila pada musim semi tahun 1491.
Sampai akhirnya kota itu dikepung tentara Kekaisaran Kastila di tahun yang sama.
Muhammad XII sempat meminta bantuan kepada Maroko, tetapi tidak berhasil. Maka, dalam kesepakatan dari pengepungna itu, ia mengadakan gencatan senjata dengan Kekaisaran Kastila. Kota Granada pun diserahkan kepada Spanyol pada 2 Januari 1492.
Hasil perang ini tidak hanya menjadi kenyataan pahit bagi sejarah peradaban Islam, tetapi juga umat Yahudi. Ratu Isabela I memaksa mereka untuk masuk agama Kristen atau diasingkan atau dijadikan budak.
Momen ini dirayakan sampai hari ini oleh Dewan Kota Granada sebagai perang terakhir dari Reconquista.
Namun, warisan Kekaisaran Granada bertahan sampai hari ini seperti Alhambra. Istana ini sempat dirusak dan perabotannya dihancurkan dan dibuang oleh Ratu Isabela I.
Pelestariannya sempat dilakukan oleh Carlos I, tetapi sempat dirusak lagi oleh Prancis selama Perang Semenanjung pada abad ke-19.
Upaya restorasi dan perlindungan baru ada setelah Alhambra diakui sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO di tahun 1984.
Mengintip Inisiatif 'Blue Carbon' Terbesar di Dunia dari Negara Termiskin di Asia
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR