Setelah banjir benar-benar surut, Deucalion dan Pyrrha muncul dari bahtera mereka dan mendapati diri mereka sebagai satu-satunya yang selamat dari umat manusia.
Mereka menyadari bahwa mereka perlu memulihkan kembali kehidupan di Bumi dan membawa umat manusia kembali dari ambang kepunahan.
Untuk mencari bimbingan, Deucalion dan Pyrrha berkonsultasi dengan oracle Themis. Ia adalah dewi hukum dan ketertiban dunia dewa.
Peramal menginstruksikan mereka untuk melemparkan tulang "ibu agung" mereka ke atas bahu mereka saat mereka berjalan menjauh dari kuil.
Bingung dengan pesan rahasia itu, Deucalion dan Pyrrha merenungkan maknanya. Akhirnya, mereka menyimpulkan bahwa "ibu agung" mengacu pada Bumi itu sendiri.
Sementara "tulangnya" diartikan sebagai batu atau bebatuan yang ditemukan di tanah.
Mengikuti saran oracle, Deucalion dan Pyrrha mulai mengambil batu dan melemparkannya ke bahu mereka.
Ajaibnya, batu yang dilempar Deucalion menjelma menjadi laki-laki, sedangkan yang dilempar Pyrrha berubah menjadi perempuan.
Dengan demikian, Bumi telah terisi kembali dengan generasi baru manusia. Deucalion dan Pyrrha kemudian menjadi nenek moyang era baru umat manusia.
Kisah Deucalion melambangkan ketahanan umat manusia dan sifat siklus kehidupan. Kehancuran dan pembaruan menjadi bagian integral dari tatanan alam.
Itu juga berfungsi sebagai kisah peringatan tentang konsekuensi menentang kehendak para dewa dan pentingnya tatanan dewa.
Source | : | Greek Reporter |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR