Kisah Deucalion dan Nabi Nuh dalam agama Abrahamik sepertinya paralel. Kisah Deucalion dan banjir besar memiliki banyak persamaan dengan kisah Nabi Nuh.
Meskipun kedua cerita tersebut berasal dari tradisi budaya dan agama yang berbeda, keduanya memiliki tema dan motif yang sama.
Kedua cerita berkisah di sekitar banjir dahsyat yang menutupi seluruh Bumi, yang menyebabkan kehancuran semua makhluk hidup kecuali beberapa orang terpilih yang diselamatkan.
Dalam kedua narasi tersebut, tokoh utama menerima peringatan tentang banjir yang akan datang. Dalam kasus Deucalion, ayahnya Prometheus memberitahunya, sedangkan dalam kasus Nabi Nuh, Tuhan langsung berkomunikasi dengannya.
Baik Deucalion dan Nabi Nuh diperintahkan untuk membangun bahtera atau kapal besar untuk bertahan dari banjir. Bahtera berfungsi untuk menyelamatkan orang-orang terpilih dari air bah.
Deucalion ditemani istrinya, Pyrrha, di dalam bahtera, sedangkan Nuh ditemani oleh keluarganya. Dalam kedua cerita tersebut, melalui unit keluargalah kemanusiaan pada akhirnya dilestarikan.
Setelah air bah, Deucalion dan Nabi Nuh menerima janji atau perjanjian dari dewa atau tuhan.
Dalam kasus Deucalion, para dewa berjanji bahwa Bumi akan terisi kembali. Dalam kasus Nuh, Tuhan menetapkan perjanjian dengan Nuh dan keturunannya.
Tuhan berjanji tidak akan pernah lagi menghancurkan Bumi dengan banjir. Setelah air banjir surut, kedua cerita tersebut melibatkan para penyintas yang menghuni kembali Bumi.
Deucalion dan Pyrrha melempar batu yang menjelma menjadi manusia, sedangkan keluarga Nuh menjadi tumpuan populasi manusia pasca banjir.
Kesejajaran ini menunjukkan tema budaya bersama tentang bencana banjir yang berfungsi sebagai hukuman atau pembersihan.
Di sisi lain juga melambangkan pelestarian sekelompok individu terpilih yang melanjutkan untuk memulihkan kehidupan di Bumi.
Source | : | Greek Reporter |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR