Nationalgeographic.co.id—Kusunoki Masashige adalah samurai dan pemimpin militer yang mendukung pemberontakan Kaisar Go-Daigo. Sebagai samurai Kekaisaran Jepang, ia berjuang untuk memulihkan kekuasaan kekaisaran selama tahun 1330-an.
“Pengabdian dan kesetiaan Kusunoki yang tanpa pamrih kepada kaisar membuatnya menjadi sosok samurai legendaris,” tulis Amy Tikannen di laman Britannica. Setelah restorasi kekaisaran tahun 1868, sebuah kuil yang indah didirikan untuknya di tempat kematiannya.
Kehidupan awal Kusunogi Mashige di Kekaisaran Jepang
Shogun telah mendominasi Kekaisaran Jepang sejak 1192. Shogun adalah pemimpin militer yang berkuasa secara turun-temurun. Kaisar Jepang Go-Daigo ingin mengembalikan kekuasaan ke kekaisaran. Karena itu, terjadilah pertarungan antara dua kubu, yaitu shogun dan kaisar.
Kusunoki dikenal sebagai ahli taktik militer yang brilian. Namun, kisah hidupnya sebelum berjuang memulihkan kekuasaan itu tidak banyak diketahui.
Catatan menunjukkan bahwa dia adalah seorang pemilik tanah. “Kusunogi merupakan salah satu dari sedikit orang yang mengangkat senjata ketika Kaisar Jepang Go-Daigo meminta bantuan pada samurai,” tulis Maxine di laman Manchaster Museum.
Tidak banyak yang diketahui tentang keluarga Masashige, nenek moyang, atau dari mana mereka berasal. Namun dokumentasi sejarah Taiheiki menyatakan bahwa Kusunoki adalah keturunan dari Tachibana Moroye, seorang bangsawan dan cendekiawan yang berpengaruh.
Samurai yang berjuang atas nama Kaisar Jepang
Kusunoki memulai perjuangan dengan memenangkan beberapa pertempuran kecil melawan Keshogunan yang juga dikenal sebagai Bakufu.
Dia kemudian memimpin pasukan 2.000 untuk mempertahankan kota kekaisaran Kyoto. Sebagai tanggapan, Bakufu mengirim 5.000 pasukan kuat untuk melawan Kusunoki dalam pertempuran.
Tidak kehabisan akal, Kusunoki menggunakan manuver yang menyesatkan. Ia berhasil membuat prajurit Bakufu percaya bahwa mereka masuk jebakan. Kemenangannya mungkin telah membantu seruan untuk mengangkat senjata. Perjuangan Kusunoki mendorong samurai lain untuk datang dan berjuang demi Kekaisaran Jepang.
Pada awal tahun 1330-an tentara Bakufu berbaris sekali lagi di Kyoto di mana tentara kaisar menahan tiga benteng yang berbeda. Salah satunya, Kastel Chihaya, dipertahankan oleh Kusunoki. Sang samurai setia itu mempersiapkan kastel.
Pertempuran ini termasuk yang paling berdarah dalam serangan militer antara shogun dan kekaisaran. Kusunoki menggunakan banyak taktik untuk mempertahankan posisinya.
Serangan awal ditolak dengan pertumpahan darah terbesar. Kusunoki menggunakan setiap perangkat yang memungkinkan untuk memaksimalkan kemampuan pertahanan anak buahnya. Upayanya termasuk menciptakan longsoran batu, menyiram air mendidih, dan jebakan.
Banyak sekali yang mati saat batang kayu digulingkan ke arah pasukan shogun yang menyerang. Upaya itu menghancurkan seluruh barisan prajurit dan menurunkan moralnya.
Semua detail perjuangan kusunoki diketahui berkat epik sejarah Taiheiki. Taiheiki memberikan catatan tertulis terperinci tentang peristiwa tersebut.
Selama pertempuran ini mereka membutuhkan saksi mata untuk mencatat nama-nama yang gugur. Dan mereka memiliki 12 orang yang menulis siang dan malam selama 3 hari tanpa istirahat! Bisa dibayangkan betapa banyak orang yang meninggal di pertempuran.
Dalam salah satu pertempuran paling terkenal dalam sejarah Jepang, Kusunoki berhasil mempertahankan Kastel Chihaya. “Ia melawan pasukan keshogunan yang jauh lebih unggul,” tambah Tikannen.
Tragedi: awal dari akhir
Lalu apa yang terjadi dengan Kusunoki, samurai dan ahli strategi setia di Kekaisaran Jepang? Pertama-tama, kekuatan sebenarnya di pedesaan dipegang oleh penguasa turun-temurun (daimyo), terutama Ashikaga Takauji dan Nitta Yoshisada. Keduanya bersaing untuk mendapatkan kesetiaan dari kelompok kecil kepala suku yang berperang.
Go-Daigo memihak Nitta Yoshisada. Kusunoki adalah kepala tentara pada saat itu. Ia mengalahkan tentara Takauji pada bulan Januari 1336 ketika dia melarikan diri dari ibu kota. Namun beberapa bulan kemudian dia kembali dengan pasukan dan angkatan lautnya sendiri. Saat itu yang ada di benaknya hanya penghancuran total ibu kota untuk mengusir lawan.
Go-Daigo menolak untuk meninggalkan ibu kota. Ia pun memerintahkan Kusunoki untuk melawan pasukan yang jauh lebih besar dalam pertempuran langsung. Peristiwa inilah yang menonjolkan kesetiaan Kusunoki sebagai seorang samurai di Kekaisaran Jepang.
Ia melawan semua penilaiannya yang lebih baik. Bahkan Kusunoki menasihati kaisar bahwa menyerang bukanlah ide yang baik. Namun ia tetap mengikuti perintahnya meski mengetahui sepenuhnya bagaimana itu akan berakhir.
Karena itu, Kusunoki memastikan untuk meninggalkan puisi kematian kepada putranya. Hal itu dilakukannya sebelum berbaris ke medan perang untuk menghadapi kematian yang pasti.
Pertempuran hebat terjadi di Minatogawa. Pertempuran itu adalah bencana taktis. Ketika pertempuran usai, Kusunoki selamat bersama dengan hanya 73 dari 700 penunggang kuda dan mereka benar-benar terkepung.
Alih-alih ditangkap, ia memilih bunuh diri (seppuku) bersama saudaranya Masasue, 11 anggota klan dekat, dan 60 lainnya. Legenda mengatakan bahwa ini adalah kata-kata terakhir saudaranya, “Shichisei Hokoku.” Bila diterjemahkan, kata-kata itu berarti “seandainya saya memiliki tujuh nyawa untuk diberikan kepada kaisar.”
Pada tahun 1900 sebuah patung Kusunoki didirikan dan ditempatkan di alun-alun publik utama di depan Istana Kekaisaran Tokyo. Patung itu masih menjadi tengara utama hingga kini.
Kusunoki diangkat sebagai contoh cemerlang dari kesetiaan pada Kekaisaran Jepang dan menjadi pahlawan nasional.
Source | : | Britannica |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR