Dalam mencari nafkah mereka menonjolkan sifat gotong royong dan saling membantu. Hal tersebut ditandai dengan mekanisme menangkap ikan baik dalam cara penangkapan maupun dalam penentuan daerah operasi.
Rijal Abdillah dan Koentjoro dari Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), dalam tulisannya yang dimuat pada jurnal Psikologika, berjudul Nilai dan Pesan Moral Tarling Menurut Perspektif Pelaku Kesenian Tarling Cirebon: Studi Psikologi Budaya, terbit pada 2015.
"Pola interaksi yang diturunkan sejak nenek moyang dalam perdagangan di pelabuhan-pelabuhan Pesisir Utara Jawa, utamanya di Cirebon, mengubah watak penduduknya menjadi terbuka dan berbicara terus terang (apa adanya) dalam mengutarakan perasaannya," tulisnya.
Secara historis, geliat perdagangan laut menjadi salah satu identitas yang dimiliki oleh masyarakat pesisir Cirebon sejak awal perkembangan Islam. Banyak kegiatan ekspor dan impor komoditas dagang berlangsung selama beberapa tahun lamanya.
Sebelum dikenal dengan nama Cirebon dan aktivitas masyarakat modern di dalamnya, pemukiman awal itu bernama Caruban. Di sanalah pusat peradaban Kerajaan Galuh berkembang.
Caruban yang berada di pedalaman disebut juga sebagai Caruban Girang. Dikelilingi kawasan pesisir, wilayah utara Caruban yang dikelilingi laut itu disebut Muhara Jati.
Muhara Jati dalam tulisan A. Sobana Hardjasaputra dan tim penulis lainnya (2011) dalam buku berjudul Cirebon dalam Lima Zaman (Abad ke-15 Hingga Pertengahan Abad ke-20) merupakan tempat bermukimnya para nelayan sekaligus pelabuhan.
Pelabuhan di Muhara Jati dianggap sebagai salah satu pelabuhan penting bagi pelayaran di Pulau Jawa sejak abad ke-13. Kondisinya selalu ramai bagi pelayar yang melabuhkan kapalnya dan berlalu lalang kala itu.
Aktivitas pelabuhan dan berlabuhnya sejumlah kapal asing, tak pelak mendorong berkembangnya agama Islam di Caruban melalui Muhara Jati pada abad ke-14. Syekh Quro dan Syekh Nurdjati menjadi ikon penting dalam penyebaran Islam di sana.
Salah satu cikal bakal penamaan Caruban hingga Cirebon diperkirakan juga karena adanya pengaruh tokoh-tokoh Islam di sana. Abdullah Imam—salah satu tokoh ulama—memiliki kebiasaan untuk menangkap ikan dan rebon (udang kecil).
Source | : | jurnal Psikologika,jurnal Sabda |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR