Selama era kekacauan negara-negara yang berperang pada abad ke-15 dan ke-16, Jepang terpecah menjadi puluhan negara merdeka yang terus-menerus berperang satu sama lain. Akibatnya, prajurit sangat diminati.
Pada saat itu juga merupakan era ketika ninja, pejuang yang berspesialisasi dalam perang nonkonvensional, paling aktif.
Negara itu akhirnya dipersatukan kembali pada akhir tahun 1500-an, dan sistem kasta sosial yang kaku didirikan selama Periode Edo yang menempatkan samurai di posisi teratas, diikuti oleh para petani, pengrajin, dan pedagang.
Selama masa ini, para samurai dipaksa untuk tinggal di kota-kota kastel , satu-satunya yang diizinkan untuk memiliki dan membawa pedang dan dibayar dengan beras oleh daimyo atau penguasa feodal mereka. Samurai tak bertuan disebut ronin dan menyebabkan masalah kecil selama tahun 1600-an.
Kedamaian relatif berlaku selama kira-kira 250 tahun Periode Edo. Akibatnya, pentingnya keterampilan bela diri menurun, dan banyak samurai menjadi birokrat, guru, atau seniman. Era feodal Jepang akhirnya berakhir pada tahun 1868 , dan kelas samurai dihapuskan beberapa tahun kemudian.
Samurai remaja di era ini akan memiliki pendidikan yang lebih seimbang, dengan penekanan yang lebih besar pada pengejaran akademis dan budaya.
Kehidupan sehari-hari mereka akan lebih terstruktur dan tidak terlalu berbahaya, tetapi harapan yang diberikan kepada mereka untuk menegakkan kode etik samurai tidak kalah ketatnya.
Anak-anak Dilatih Jadi Petarung dan Praktik Spiritual
Dalam masyarakat hierarkis Jepang feodal, remaja dalam keluarga samurai memegang posisi yang unik. Sejak usia sangat muda, mereka dipersiapkan untuk menjadi generasi elite militer berikutnya, menjalani pelatihan keras dalam seni bela diri, akademisi dan praktik spiritual.
Pelatihan seni bela diri adalah landasan pendidikan samurai. Sejak kecil, samurai dilatih dalam berbagai bentuk pertarungan, termasuk kenjutsu (seni pedang), kyudo (memanah), dan jujutsu (pertarungan tanpa senjata).
Pendidikan akademik juga merupakan bagian penting dari pelatihan samurai. Samurai diharapkan melek huruf dan fasih dalam sastra dan filsafat klasik. Mereka mempelajari karya-karya seperti "The Tale of Genji" dan "The Tales of the Heike," yang tidak hanya memberi pendidikan budaya yang kaya tetapi juga mengajari tentang cita-cita kehormatan, kesetiaan, dan keberanian.
Mereka juga mempelajari kaligrafi, suatu bentuk seni yang diyakini mencerminkan karakter dan jiwa seseorang.
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR