Nationalgeographic.co.id—Kerajaan Yerusalem diciptakan oleh Pasukan Salib sebagai bentuk kontrol terhadap Tanah Suci Yerusalem. Akan tetapi, dalam sejarah Perang Salib yang panjang, Kerajaan Yerusalem menghadapi banyak tantangan dan situasinya sangat rumit.
Selain tantangan dari Peradaban Islam yang ingin merebut kembali Tanah Suci Yerusalem, Kerajaan Yerusalem juga menghadapi banyak tantangan internal.
Misalnya pada awal Kerajaan Yerusalem diciptakan, bagaimana kerajaan akan dijalankan? Siapa yang memimpin? dan yang paling penting, dari mana pemukim Kerajaan Yerusalem agar sesuai dengan visi mereka?
Sejarah Perang Salib mencatat, pada awalnya kerajaan Yerusalem berdiri sendiri, terjadi pembantaian penduduk lokal yang telah lama tinggal di Tanah Suci Yerusalem oleh Pasukan Salib.
Akan tetapi, orang Kristen barat segera menyadari bahwa untuk mempertahankan keberlanjutan Tanah Suci Yerusalem, mereka membutuhkan dukungan dari penduduk lokal yang luar biasa beragam.
Akibatnya, tumbuhlah toleransi terhadap orang-orang Yahudi dan Islam. Meskipun toleransi itu dengan beberapa batasan dan dengan status hukum yang lebih rendah daripada orang Kristen Katolik.
Pasukan Salib kemudian mendatangkan orang-orang Kristen Katolik ke wilayah Yerusalem. Meskipun sebagian besar berasal dari Prancis (Normandia, Lorraine, dan Languedoc) dan Flanders.
Tidak hanya bangsawan dan ksatria, mereka termasuk pekerja yang lebih rendah seperti pandai besi, tukang bangunan, tukang roti, dan tukang daging. Para pemukim barat secara kolektif dikenal di wilayah itu sebagai 'Franks'.
Mereka tinggal di kota besar dan kecil, dan banyak desa baru bermunculan. Terutama di mana tanah diberikan kepada pemukim sebagai imbalan mereka yang ingin bermukim.
Di wilayah-wilayah itu kemudian perumahan, gereja, biara, biara, dan kuburan dibangun. Ibukotanya adalah kota terbesar dengan populasi sekitar 20.000 ketika kerajaan itu didirikan.
Populasi itu kemudian meningkat menjadi sekitar 30.000 pada akhir abad ke-12 Masehi. Mungkin proyek pembangunan ibu kota yang paling penting dan bertahan lama adalah gereja baru Makam Suci.
Selesai pada Juli 1149 M, gereja mengganti versi yang lebih kecil di situs yang dianggap sebagai tempat penyaliban Yesus Kristus dan makam tempat ia dimakamkan.
Integrasi Kerajaan Yerusalem
Pada dasarnya Kerajaan Yerusalem adalah entitas yang diciptakan di atas wilayah pendudukan. Dengan fakta itu, jelas Kerajaan Yerusalem akan menghadapi proses integrasi yang tidak mudah.
Meski pada awal pendudukan terjadi pembataian penduduk asli, Pasukan Salib menyadari bahwa mereka butuh orang-orang Yahudi dan Muslim yang telah lama tinggal di Tanah Suci Yerusalem.
Akhirnya orang Yahudi dan Muslim tetap dapat mengunjungi Yerusalem tetapi tidak boleh tinggal di sana. Selain itu juga tidak pernah ada sentimen kebencian anti-Yahudi di Timur Latin, tidak seperti di Eropa.
Ada banyak orang Kristen Timur, terutama orang Armenia, di Kerajaan Yerusalem, tetapi bahkan lebih banyak Muslim, mungkin melebihi jumlah populasi Kristen 5:1.
Penduduk setempat telah hidup dalam sistem di bawah Kekaisaran Seljuk, dan sistem yang sama berlanjut di bawah pemukim Pasukan Salib bersama dengan keluarga mereka, berjumlah tidak lebih dari beberapa ribu.
Karena sebagian besar Pasukan Salib berasal dari Prancis, bahasa resmi kerajaan adalah langue d'oeil, yang kemudian dituturkan di Prancis utara dan oleh orang Normandia.
Tidak hanya itu, ada masalah linguistik dan agama, serta antara penguasa dan yang dikuasai. Itu artinya sangat sedikit integrasi budaya antar kelompok, melainkan kontak terbatas pada urusan hukum, ekonomi, dan administrasi.
Jika ada integrasi budaya, hal itu paling terasa di pihak kaum Frank dan pengadopsian pakaian lokal dan masakan.
Yang paling mempengaruhi orang Kristen Barat adalah praktik kebersihan yang umum dilakukan oleh muslim timur tengah, serta pengaruh mereka terhadap seniman dan arsitek lokal.
Terlepas dari peperangan antara Kristen dan Muslim dalam sejarah Perang Salib, mayoritas kota kerajaan tetap kosmopolitan. Itu karena perdagangan berkembang pesat terlepas dari politik atau ras.
Kaum Frank sangat kekurangan tenaga kerja, dan akibatnya, pengaruh mereka terhadap daerah pedesaan di negara-negara Pasukan Salib sangat minim.
Memang, perbatasan Kerajaan Yerusalem sangat tidak jelas, terutama antara kerajaan dan wilayah di sekitar Damaskus.
Pada setiap kota yang menguasai benteng di wilayah itu, mencoba memaksakan kekuasaan mereka di tanah sekitar itu. Politik regional dari berbagai negara Muslim dan kota-kota semi-independen menambah ketidakstabilan.
Damaskus, khususnya, ingin tetap merdeka dari Dinasti Ayyubiyah Mesir (1171-1260 M) dan terkadang mengadakan gencatan senjata dan bersekutu dengan Kerajaan Yerusalem.
Kerajaan baru ini menarik sejumlah kecil pemukim dari barat, yang didorong oleh pemberian tanah selama 10% dari hasil bumi mereka diberikan kepada penguasa setempat.
Para petani yang sudah lama berdiri diizinkan untuk mempertahankan tanah mereka oleh kaum Frank, tetapi harus menyumbangkan apa pun hingga sepertiga dari hasil panen mereka.
Untuk beberapa komoditas, mereka harus menyerahkan setengahnya kepada penguasa Frank baru mereka. Komoditas itu seperti zaitun dan anggur.
Pedagang juga datang, dari negara bagian Venesia, Genoa, dan Pisa Italia, khususnya. Meskipun angka kematian yang tinggi terutama di antara bayi, membuat populasi Kristen lokal tidak tumbuh secara signifikan.
Ada banyak peziarah juga yang membayar pajak untuk hak istimewa dan membeli suvenir seperti daun palem dan buku panduan tempat suci. Beberapa peziarah juga bertugas sementara di pasukan yang melindungi ibu kota.
Namun, situasinya adalah bahwa Kerajaan Yerusalem selalu bergantung pada dukungan Kristen Barat apakah itu berupa orang, uang, atau senjata.
Maka, negara-negara Pasukan Salib bukanlah koloni dalam pengertian istilah modern, di mana tanah yang jauh dieksploitasi untuk sumber daya yang menguntungkan tanah air.
Selain itu, juga tidak ada migrasi besar-besaran ke wilayah baru, ciri khas lain dari kolonisasi.
Sebaliknya, negara bagian mendapat manfaat dari masuknya beberapa pemukim dan Pasukan barat. Mereka ini adalah yang tidak teratur berpartisipasi dalam sejarah perang salib dan kemudian pulang, seperti halnya para peziarah Kristen pada masa itu.
Source | : | World History Encyclopedia |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR