Misalnya katak panah beracun berwarna cerah dan lebah memiliki garis-garis kuning dan hitam yang khas. Tetapi menjadi sangat mencolok tidak akan berhasil jika ancamannya kosong.
Di belakang warna cerah katak panah terdapat racun yang sangat kuat, di belakang garis-garis lebah ada penyengat, dan di belakang suara ular derik ada sekumpulan taring berbisa.
Predator yang dapat belajar akan mengasosiasikan sinyal dengan ancaman hidup. Jika mereka ingin melihat hari lain, mereka harus menghindari itu.
Pada tahun 2016, Bradley Allf, seorang mahasiswa sarjana di laboratorium Pfennig, dan rekannya menyelidiki evolusi suara ular derik.
Mereka menemukan bahwa nenek moyang ular derik kemungkinan besar menggoyangkan ekornya saat terancam jauh sebelum suara derik muncul di ular derik.
Allf mengamati perilaku menggoyangkan ekor dari 56 spesies ular. Ia menemukan bahwa meskipun ular derik adalah satu-satunya dalam penelitian yang memiliki suara itu, sebagian besar ular dalam penelitian ini dengan cepat mengibaskan ekornya saat terancam.
Terlebih lagi, ular yang berkerabat dekat dengan ular derik cenderung menggoyangkan ekornya lebih cepat. Gerakan itu lebih sering daripada spesies yang berkerabat jauh dengan ular derik.
Pada saat suara ular derik berevolusi memiliki kemampuan itu, ular sudah tahu cara menggunakannya.
"Biasanya ketika ular atau reptil lainnya melepaskan kulit lama mereka dan menggantinya dengan kulit baru dari bawah," kata Boris Chagnaud, seorang profesor di Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam di University of Graz di Austria, kepada Live Science.
"Sama halnya dengan ular derik, kecuali pada ujung ekornya, masih ada satu bagian kulit yang menempel, yang berarti bahwa setiap kali mereka melepaskan, mereka mendapatkan satu segmen keratin lagi pada bagian itu, yang merupakan bagian yang menghasilkan suara."
Untuk diketahui, Keratin adalah protein yang juga ditemukan di rambut, kuku, dan kulit kita. Segmen kulit mati yang melekat longgar ini berongga dan berisi udara.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR