Nationalgeographic.co.id—Proyek Laut untuk Kesejahteraan atau Lautra adalah proyek yang bertujuan untuk meningkatkan pengelolaan keanekaragaman hayati laut Indonesia. Lautra tidak hanya meningkatkan pengelolaan sumber daya laut, tapi juga menjadi masa depan wilayah pesisir.
Belum lama ini, Dewan Direktur Eksekutif Bank Dunia telah menyetujui proyek senilai 210 dollar Amerika. Proyek itu lah yang dikenal dengan Lautra, proyek yang mendukung Pemerintah Indonesia untuk memperkuat ketahanan daerah pesisir.
Melalui Lautra, diharapkan dapat meningkatkan pengelolaan keanekaragaman hayati laut Indonesia. Termasuk terumbu karang dan ekosistem wilayah pesisir.
Lautra harus memastikan transisi yang berkelanjutan menuju ekonomi biru Indonesia. Caranya adalah dengan meningkatkan pengelolaan kawasan konservasi perairan (marine protected areas) dan perikanan prioritas.
Pada gilirannya nanti akan meningkatkan mata pencaharian masyarakat wilayah pesisir. Sehingga dapat membangun ekosistem yang berkelanjutan dan ekonomi biru Indonesia.
Proyek Lautra juga dirancang untuk membangun sumber pendapatan berkelanjutan yang lebih luas. Mata pencaharian yang beragam bagi masyarakat wilayah pesisir diharapkan dapat berkelanjutan.
Oleh karena itu, Lautra diharapkan dapat berkontribusi untuk mengurangi angka kemiskinan di wilayah pesisir. Lautra juga diharapkan meningkatkan ketahanan terhadap banjir dan kenaikan permukaan laut.
“Proyek ini akan mendukung pencapaian prioritas nasional Indonesia untuk memiliki 32,5 juta hektare kawasan konservasi perairan yang dikelola secara efektif pada tahun 2030,” kata Sakti Wahyu Trenggono, Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia dalam sebuah pernyataan.
“Pengelolaan kawasan konservasi perairan Indonesia yang efektif akan meningkatkan jasa ekosistem, keanekaragaman hayati, dan dukungan terkait untuk perikanan yang berkelanjutan, ketahanan pangan, dan mata pencaharian.”
Proyek Lautra juga akan mendukung pencapaian target ketiga dari Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework.
Target itu adalah 30 persen dari kawasan daratan, perairan pedalaman serta pesisir dan laut yang sangat penting bagi keanekaragaman hayati sudah dikelola secara efektif pada tahun 2030.
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, dan luasan terumbu karang terbesar kedua di dunia.
Terumbu karang dan ekosistem terkait, termasuk mangrove dan lamun adalah salah satu kawasan yang memiliki keanekaragaman hayati laut terkaya di dunia.
Ekosistem itu mendukung industri perikanan dan pariwisata skala besar yang menjadi tumpuan bagi jutaan penduduk Indonesia sebagai sumber mata pencaharian, pangan, dan cara hidup.
Ekosistem pesisir dan laut Indonesia juga berperan penting bagi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Akan tetapi, perubahan iklim dan kegiatan manusia berdampak kepada menurunnya kesehatan ekosistem laut dan wilayah pesisir.
Kemudian mengurangi kontribusi terhadap ekonomi laut Indonesia, dan meningkatkan kerentanan masyarakat pesisir terhadap banjir, kehilangan keanekaragaman hayati, dan berkurangnya stok ikan.
Sepertiga terumbu karang Indonesia berada dalam kondisi yang kurang baik. Sementara sekitar empat puluh persen dari hutan mangrove dan lamun di Indonesia berada dalam keadaan terdegradasi atau mengalami deforestasi.
Hal ini jelas akan meningkatkan angka kemiskinan di desa-desa wilayah pesisir, yang lebih tinggi daripada di desa-desa non-pesisir. Secara rata-rata, penghasilan para nelayan lebih rendah daripada upah minimum nasional.
“Proyek Laut untuk Kesejahteraan (Lautra) bertujuan membangun infrastruktur, sistem, dan kapasitas untuk meningkatkan pengelolaan kawasan konservasi perairan dan perikanan di sekitarnya," kata Satu Kahkonen, Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste.
"Hal ini juga akan meningkatkan peluang ekonomi bagi masyarakat setempat, khususnya perempuan,”
Selain itu, dengan meningkatkan kapasitas Pemerintah Indonesia untuk memobilisasi pendanaan ekonomi biru. Ekonomi biru adalah pemanfaatan sumber daya laut yang berwawasan lingkungan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, dan mata pencaharian sekaligus pelestarian ekosistem laut.
Proyek Lautra akan membantu menyediakan pembiayaan yang berkelanjutan bagi pengelolaan sumber daya laut. Program tersebut juga membantu pengembangan mata pencaharian masyarakat wilayah pesisir.
Lautra diharapkan akan mendukung dua puluh kawasan konservasi perairan dan masyarakat di sebelas provinsi. Lokasi yang dipilih terletak di bagian Timur Indonesia, yakni kawasan dengan skor kesejahteraan ekonomi paling rendah dan tingkat keanekaragaman hayati laut tertinggi di Indonesia.
Melalui mekanisme pendanaan bersama untuk proyek Lautra, Pemerintah Kanada memberikan hibah sebesar 5 juta dollar Amerika melalui Indonesia Oceans, Marine Debris and Coastal Resources Multi-Donor Trust Fund (Oceans MDTF).
Sementara itu, Proble Multi-Donor Trust Fund memberikan hibah sebesar 5 juta dollar Amerika sebagai dana tambahan untuk Lautra.
Problue adalah Multi-Donor Trust Fund baru yang bertempat di Bank Dunia. Skema pendanaan ini mendukung pengembangan sumber daya laut dan pesisir yang terintegrasi, berkelanjutan dan sehat.
Dengan Landasan Rencana Aksi Ekonomi Biru, Problue berkontribusi pada implementasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 14 (SDG 14).
Problue sepenuhnya selaras dengan tujuan ganda Bank Dunia untuk mengakhiri kemiskinan ekstrim dan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat miskin secara berkelanjutan.
Artikel ini adalah bagian dari sinergi inisiatif Lestari KG Media bersama Saya Pilih Bumi, Sisir Pesisir dengan media National Geographic Indonesia, Initisari, Infokomputer, dan GridOto.
Source | : | World Bank |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR