Nationalgeographic.co.id—Dewa Serapis adalah salah satu kultus di Mesir kuno dan Mitologi Yunani. Akan tetapi, pada satu titik, kultus Dewa Isis dalam mitologi Yunani berubah menjadi personifikasi identitas Kristus dalam kepercayaan Kristen.
Menurut catatan Greek Reporter, Serapis (Yunani: Σέραπις) adalah dewa Yunani-Mesir yang diperkenalkan di Aleksandria Mesir sekitar tahun 300 SM oleh Ptolemy I. Ptolemy membangun beberapa kuil Serapis di seluruh kekaisaran.
Dunia pagan adalah dunia yang inklusif, di mana kultus tunggal bisa jatuh atau tidak disukai. Munculnya kultus tertentu tidak pernah mengecualikan pemujaan dewa-dewa sebelumnya. Kemudian membentuk Pantheon yang menyatukan ribuan tahun para penyembah berhala.
Dewa mitologi Yunani terus berevolusi agar lebih sesuai dengan kehidupan sehari-hari, dan kultus mereka berubah seiring waktu.
Kemudian terjadi sinkretisme, kecenderungan dalam kepercayaan yang akan menyebabkan lebih sedikit dewa secara keseluruhan dengan beberapa dewa dilupakan seiring waktu.
Dewa Mesir
Dewa Mesir digambarkan sebagai sosok mirip Zeus, dengan janggut seperti Hades. Dia duduk di singgasananya dengan tongkat di tangan dan membawa vas di kepalanya sebagai simbol kesuburan, menurut tradisi Mesir.
Di sebelah dewa Mesir itu ada seekor anjing berkepala tiga seperti Cerberus. Anjing itu memiliki ciri-ciri tertentu yang sama dengan Asclepius, dewa pengobatan dan penyembuhan dalam mitologi Yunani.
Hewan sucinya adalah banteng Api, bagian dari agama Mesir saat itu.
Dewa modern
Ketika firaun Yunani pertama berjuang agar rakyat Mesirnya menerimanya sebagai firaun, Ptolemy mengadaptasi agama Mesir dan Yunani agar sesuai dengan kekaisarannya.
Ada pergeseran kepekaan agama di wilayah tersebut dengan munculnya agama monoteistik yang kuat seperti Yudaisme.
Dewa Serapis adalah Penguasa alam semesta, dunia Bawah, kesuburan, penyembuhan, dan Matahari. Serapis menerima unsur-unsur kultus Isis dan Osiris dan membuatnya lebih dekat dengan kepekaan Yunani.
Hal itulah yang membuat Dewa Serapis mirip dengan dewa Olimpus. Berdasarkan tulisan Plutarch dan khususnya De Iside et Osiride, tampaknya dewa (atau setidaknya citranya) berasal dari Sinope.
Di koloni Yunani di Laut Hitam ini, ada sebuah kuil yang didedikasikan untuk dewa Semit Ea, yang dikenal sebagai Sar-Apsi (Penguasa Kedalaman).
Kemiripan nama Sarapsi dan Osorapis (dari Osiris dan Api) yang populer di Memphis, pasti mendorong Ptolemy I untuk memilih ini sebagai nama dewa barunya.
Di sini, dewa dipuja di atas bukit bernama Sen-Hapi, diterjemahkan sebagai Sinope dalam bahasa Yunani. Patungnya disimpan di sini di Asia Kecil, dan sebuah kuil didirikan di Aleksandria.
Penyebaran kultus Dewa Serapis yang menguasai segalanya ini merupakan kompromi yang dapat diterima untuk kota multietnis Aleksandria, ibu kota pemerintahan Ptolemeus.
Akan tetapi, keberhasilan dewa baru ini tidak langsung, namun menyebar melalui Mediterania. Kemudian segera mencapai Kekaisaran Romawi bersama dengan kultus Isis, membuat kedua dewa tersebut juga populer di kalangan orang Romawi.
Setelah Kekristenan menjadi kultus kekaisaran, para penyembah berhala terus memuja Serapi dan Isis. Sehingga kedua sosok itu menjadi mirip dengan identitas Kristus dan Perawan Maria.
Karena alasan ini, Senat tidak memandangnya dengan sangat positif, karena dipandang sebagai sesuatu yang mirip dengan fundamentalisme agama. Di kekaisaran Romawi, pengikut sering diinisiasi secara rahasia, dan terutama misteri Dewi Isis.
Di seluruh kekaisaran Romawi, kultus itu pada akhirnya dilihat dengan ketidakpercayaan tetapi diterima sepenuhnya. Di Roma saja, ada sekitar sembilan kuil yang didedikasikan untuk Isis dan Serapis.
Berkat politik agama Ptolemeus, kultus terus tumbuh dan menyebar, menggantikan dewa-dewa utama Mesir seperti Osiris dan Anubis. Keyakinan itu terus bergabung dengan jajaran Yunani-Mesir bersama Harpocrates, inkarnasi Horus.
Dewa Serapis dan Isis akhirnya tidak hanya menyerap identitas Kristus dan Perawan Maria. Namun juga menyerap beberapa dewa Mesir dan Yunani yang berbeda, termasuk Helios, Dionysus, Hades, dan Zeus.
Kultus pelengkap Isis dan Serapis tetap sangat populer di kalangan orang Mesir, Romawi, dan Yunani hingga sekitar abad ke-3 M.
Penghancuran kultus
Bagi banyak orang, kultus Dewa Serapis dan lagunya, lampu, lonceng, dan prosesinya mewakili transformasi sosok tuhan. Kultus menjadi juru penyelamat Osiris seperti Tuhan monoteistik, hampir identik dengan identitas Kristus.
Seperti Kristus, Serapis adalah korban, dan setiap tahun, ritual melibatkan domba kurban. Ini seharusnya tidak terlalu mengejutkan, karena niat di balik agama itu sendiri adalah untuk menemukan titik temu antara beberapa tradisi dan mitos Babilonia-Semit, Mesir, dan Yunani.
Pada tahun 313, kaisar Konstantinus I, bersama rekannya dari timur, Licinius, mengeluarkan Dekrit Milan. Dekrit itu memberikan toleransi beragama dan kebebasan bagi umat Kristiani.
Akan tetapi kultus tersebut tetap kuat di Kekaisaran Romawi dan juga di seluruh dunia mitologi Yunani dan Mesir. Kultus tetap kuat sampai tahun 385, ketika orang Kristen menghancurkan Serapeum dari Aleksandria.
Pada tahun 380 M, Theodosius I mengeluarkan Dekrit Tesalonika yang melarang kultus Serapis. Ia kemudian menjadikan Kristen hasil dari Konsili Nicea sebagai agama resmi Kekaisaran Romawi.
Namun demikian, meski Kristenisasi dipaksakan baik di dunia Romawi maupun Yunani dan agama bergeser menjadi bagian dari organisasi politik dan sosial, ia masih menyerap aspek-aspek paganisme Helenistik akhir untuk menyebar dan menjadi populer.
Source | : | Greek Reporter |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR