Nationalgeographic.co.id – Ekspedisi Perry adalah ekspedisi diplomatik yang terjadi pada zaman Bakumatsu Jepang.
Misi Komodor Matthew Perry dari Amerika Serikat ke Negeri Matahari Terbit itu menandai titik balik sejarah. Tidak hanya dalam hubungan dalam sejarah Kekaisaran Jepang dan AS, tetapi juga dalam konteks diplomasi dan perdagangan internasional yang lebih luas.
Kisah ekspedisi Komodor Perry ke dalam Kekaisaran Jepang adalah salah satu ambisi, tekad, dan pengejaran kepentingan nasional tanpa henti.
Misi Perry didorong oleh kombinasi tujuan ekonomi, kemanusiaan, dan strategis, yang mencerminkan kebijakan luar negeri Amerika pada pertengahan abad ke-19.
Amerika dan Jepang pada Abad ke-19
Amerika Serikat, yang muncul dari Perang Meksiko-Amerika dengan wilayah baru yang luas, berkembang pesat baik secara domestik maupun internasional.
Penemuan emas di California pada tahun 1848 telah memicu migrasi besar-besaran ke arah barat, dan negara tersebut sangat ingin membangun jalur laut yang aman dan andal ke Pantai Barat.
Selain itu, AS juga ingin memperluas hubungan perdagangannya, khususnya di pasar Asia Timur yang kaya sumber daya dan sebagian besar belum dimanfaatkan.
Di seberang Pasifik, Jepang adalah negara yang terisolasi. Selama lebih dari dua abad, di bawah kebijakan Sakoku, Jepang sangat membatasi interaksinya dengan dunia luar.
Perdagangan luar negeri dibatasi untuk sejumlah kecil pedagang Belanda dan Tiongkok di pelabuhan Nagasaki.
Keshogunan, pemerintah militer Jepang, menerapkan kebijakan ini untuk menjaga stabilitas politik dan melindungi negara dari pengaruh asing, khususnya penyebaran agama Kristen.
Isolasi ini juga meninggalkan Jepang secara teknologi di belakang industri Barat yang berkembang pesat.
Matthew Calbraith Perry lahir pada 10 April 1794, di Newport, Rhode Island. Dia adalah adik dari Oliver Hazard Perry, seorang pahlawan Perang tahun 1812.
Mengikuti jejak kakaknya, Matthew Perry memulai karier angkatan laut pada usia dini. Dia bertugas di Perang 1812, Perang Barbar Kedua, dan Perang Meksiko-Amerika, mendapatkan reputasi sebagai perwira angkatan laut yang terampil dan disiplin.
Pengalaman dan keterampilan kepemimpinannya membuatnya menjadi pilihan alami untuk misi yang menantang ke Jepang. Perry ditunjuk oleh Presiden Millard Fillmore untuk memimpin Ekspedisi Angkatan Laut AS ke Jepang.
Tujuan utama dari misi tersebut ada dua, yaitu untuk membangun hubungan diplomatik dan untuk merundingkan sebuah perjanjian yang akan menjamin keselamatan para pelaut Amerika dan membuka Jepang untuk perdagangan Amerika.
Tugas itu menakutkan, mengingat kebijakan isolasi Jepang yang sudah berlangsung lama dan penolakannya terhadap pengaruh asing.
Namun, Perry bertekad untuk berhasil meski orang lain gagal. Dalam persiapan ekspedisi, Perry mempelajari informasi yang tersedia tentang Jepang dan budayanya.
Dia memahami pentingnya menunjukkan keunggulan teknologi Amerika sambil juga menunjukkan rasa hormat terhadap adat dan tradisi Jepang.
Dia mengumpulkan empat armada kapal, termasuk dua fregat bertenaga uap, USS Mississippi dan USS Susquehanna.
Dimasukkannya kapal-kapal modern dan kuat ini merupakan keputusan strategis, yang dirancang untuk mengesankan orang Jepang dengan kehebatan teknologi Amerika—sebuah taktik yang kemudian dikenal sebagai "diplomasi kapal perang".
Ekspedisi Perry berlayar dari Norfolk, Virginia, pada November 1852. Perjalanannya panjang dan berat, membawa armada mengelilingi Tanjung Harapan dan melintasi Samudra Hindia dan Laut Cina Selatan.
Kedatangan Amerika di Jepang
Ekspedisi Komodor Perry tiba di Teluk Edo, sekarang Teluk Tokyo, pada 8 Juli 1853. Pemandangan "Kapal Hitam" Amerika, demikian sebutan mereka karena asap hitam dari mesin uap berbahan bakar batu bara, menimbulkan sensasi di Jepang.
Orang Jepang belum pernah melihat kapal besar dan berteknologi maju, dan kedatangan mereka menandakan tantangan terhadap kebijakan isolasi Jepang.
Perry menolak untuk mengikuti protokol yang biasa berurusan dengan pejabat lokal dan bersikeras untuk mengirimkan surat dari Presiden Fillmore langsung ke perwakilan Kaisar Jepang.
Surat itu menguraikan tujuan AS: pembentukan hubungan diplomatik, pembukaan pelabuhan Jepang untuk kapal Amerika untuk persediaan dan perbaikan, dan perlakuan adil terhadap pelaut Amerika yang karam.
Perry meninggalkan surat itu kepada pejabat Jepang dan pergi, berjanji untuk kembali pada tahun berikutnya untuk mendapatkan tanggapan.
Sesuai dengan kata-katanya, Perry kembali pada Februari 1854 dengan armada yang lebih besar. Kali ini, dia bersiap untuk negosiasi yang panjang.
Orang Jepang, menyadari kekuatan militer yang ditunjukkan oleh armada Perry dan potensi ancaman yang ditimbulkannya, memutuskan untuk bernegosiasi daripada mengambil risiko konflik militer yang mereka tahu tidak dapat mereka menangkan.
Setelah berminggu-minggu negosiasi, Perjanjian Kanagawa ditandatangani pada tanggal 31 Maret 1854. Perjanjian itu, yang pertama antara AS dan Jepang, menandai berakhirnya kebijakan isolasi Jepang selama 220 tahun.
Apakah Perry Mencapai Semua Tujuannya?
Ekspedisi Komodor Perry ke Jepang didorong oleh kombinasi tujuan ekonomi, kemanusiaan, dan strategis.
Pertama, kepentingan ekonomi adalah yang terpenting. Amerika Serikat berada di tengah Revolusi Industri, dan industrinya yang sedang berkembang terus mencari pasar baru untuk barang-barang mereka. Jepang, dengan pasarnya yang belum dimanfaatkan, menawarkan peluang yang menggiurkan.
Selain itu, kapal penangkap paus Amerika yang beroperasi di Pasifik membutuhkan pelabuhan Jepang untuk mengisi bahan bakar dan memasok.
Meski Perjanjian Kanagawa tidak segera membuka Jepang untuk perdagangan Amerika, itu meletakkan dasar untuk perjanjian perdagangan di masa depan.
Kedua, ada masalah kemanusiaan. Pelaut Amerika sering mendapati diri mereka karam di pantai Jepang, dan karena kebijakan isolasionis Jepang, mereka sering diperlakukan dengan kasar.
Pemerintah AS berusaha untuk memastikan keamanan dan perlakuan yang adil dari para pelaut ini. Perjanjian Kanagawa membahas masalah ini dengan mengatur kembalinya pelaut Amerika yang karam.
Terakhir, kepentingan strategis Amerika Serikat memainkan peran penting. AS sangat ingin mencegah satu pun kekuatan asing memonopoli akses ke Jepang.
Dengan membuka Jepang untuk kapal-kapal Amerika, AS dapat memastikan keseimbangan kekuatan di wilayah tersebut. Hal ini sangat penting mengingat meningkatnya pengaruh kekuatan Eropa di Asia.
Dampaknya Terhadap Kekaisaran Jepang
Setelah Perjanjian Kanagawa, kebijakan isolasi Jepang secara efektif berakhir. Perjanjian tersebut membuka pintu bagi kekuatan Barat lainnya untuk merundingkan perjanjian serupa dengan Jepang, yang mengarah ke periode yang dikenal sebagai "Perjanjian Tidak Setara" karena ketentuan yang tidak seimbang yang menguntungkan kekuatan Barat.
Jepang didorong ke panggung global, dipaksa untuk berinteraksi dengan kekuatan asing dan dihadapkan pada ide-ide, teknologi, dan cara pemerintahan baru.
Konsekuensi jangka panjang di Jepang bahkan lebih signifikan. Ketidakmampuan keshogunan untuk menolak tuntutan Barat menyebabkan ketidakpuasan dan keresahan internal, yang berpuncak pada Restorasi Meiji pada tahun 1868.
Peristiwa ini menandai berakhirnya keshogunan dan pemulihan kekuasaan Kekaisaran Jepang. Di bawah Kaisar Meiji, Jepang memulai proses modernisasi dan westernisasi yang cepat, berubah dari masyarakat feodal menjadi negara industri modern dalam beberapa dekade.
Dampak ekspedisi Perry masih dapat dirasakan hingga saat ini dalam status Jepang sebagai kekuatan ekonomi dan teknologi global. Untuk hubungan AS-Jepang, ekspedisi Perry menandai awal dari hubungan yang kompleks dan berkembang.
Dari kontak awal yang ditandai dengan perjanjian yang tidak setara, hubungan tersebut telah berubah selama berabad-abad melalui perang, aliansi, dan kemitraan ekonomi.
Source | : | History |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR