Nationalgeographic.co.id—Singa Nemea adalah salah satu binatang paling terkenal dalam mitologi Yunani. Singa itu dikenal sebagai pemakan manusia. Kulitnya tidak bisa ditembus oleh senjata dan cakarnya konon mampu menembus baju besi. Salah satu kisah yang terkenal adalah pertarungan Hercules dengan singa Nemea.
Beragam versi tentang orang tua singa Nemea dalam mitologi Yunani
Hesiod menyebut singa Nemea sebagai keturunan Orthrus dan Chimera, dua monster terkenal lainnya dalam mitologi Yunani. Dalam Bibliotheca, singa Nemea disebut sebagai anak Typhon dan Echidna. Pasangan itu adalah orang tua dari sebagian besar monster mitologi Yunani.
Bahkan ada yang menyebutkan bahwa dewi bulan Selene adalah ibu dari singa Nemea. Versi ini muncul mungkin karena Selene memberi makan singa tersebut di masa mudanya.
Singa Nemea dan Hera
Yang lain mengisahkan bagaimana Hera turut membantu membesarkan Singa Nemea. Istri Zeus-lah yang membawa singa Nemea ke Peloponnese. Selanjutnya, singa Nemea dikatakan tinggal di sebuah gua di Gunung Tretos di Nemea.
Gua tempat tinggal singa Nemea memiliki dua pintu masuk. Satu menghadap Argolis dan satu lagi menghadap Mycenae.
Beberapa kisah fantastis menceritakan bagaimana singa Nemea menangkap para wanita di sekitar gua. Namun ia tidak membunuh mereka. Para pria berkewajiban untuk mencoba menyelamatkan para wanita tersebut.
Mengutip dari laman Greek Legends and Myths, “Kulit Singa Nemea tidak dapat ditembus oleh senjata fana. Cakar binatang itu lebih tajam dari pedang fana mana pun. Dengan cakarnya, singa Nemea dapat menembus baju besi terkuat.”
Karena keberadaannya, penduduk Nemea terus mati dan desa di sekitar gua Singa Nemea ditinggalkan oleh penduduknya.
Tugas pertama Hercules dari Hera dalam mitologi Yunani
“Membunuh singa Nemea dan mengambil kulitnya menjadi tugas pertama yang ditugaskan kepada Hercules,” ungkap Adam Augustyn di laman Britannica. Saat itu, sang pahlawan mitologi Yunani menjadi budak Raja Eurystheus.
Source | : | Britannica |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR