Nationalgeographic.co.id—Sejarah kota Athena Yunani kuno terkenal karena kontribusinya yang tak tertandingi terhadap demokrasi, filsafat, dan seni. Namun, pada 430 SM beredar penyakit misterius yang dijuluki sebagai Wabah Athena.
Ketika penyakit ini menyebar ke seluruh kota, penyakit ini tidak hanya meninggalkan kematian tetapi juga transformasi besar dalam masyarakat, politik dan budaya Yunani kuno. Hanya setahun setelah Perang Peloponnesia, virus ini diyakini berasal dari pelabuhan Piraeus yang ramai, dan menyebar dengan kecepatan yang mengkhawatirkan.
Warga pedesaan yang datang ke Athena, kepadatan penduduk, ditambah dengan terbatasnya pemahaman medis pada saat itu, menciptakan badai besar bagi penularan penyakit ini dengan cepat.
Sumber air menjadi terkontaminasi dan infrastruktur kota yang dirancang untuk populasi yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan dampak perang, mulai melemah karena tekanan.
Jalan-jalan di Athena yang tadinya semarak kini dipenuhi orang-orang yang sakit dan sekarat, permohonan bantuan mereka bergema di seluruh kota.
Thucydides, sejarawan dan jenderal Athena, merupakan salah satu sumber utama paling penting tentang Wabah Athena yang tercatat dalam sejarah.
Setelah dirinya tertular penyakit tersebut dan selamat, ia memberikan penjelasan rinci dan langsung mengenai gejala dan perkembangan penyakit tersebut.
Ttanpa penjelasan mitologis yang sering disukai oleh orang-orang sezamannya, memberikan pemahaman klinis dan hampir modern tentang epidemi ini, menjadikan tulisannya sangat berharga baik bagi sejarawan maupun profesional medis.
Menurut Thucydides, wabah ini dimulai dengan demam dan peradangan yang tiba-tiba. Korban akan merasakan panas yang hebat, kemerahan pada mata, diikuti radang tenggorokan dan lidah. Hal ini sering kali menyebabkan bau mulut, yang merupakan indikasi kerusakan internal yang disebabkan oleh penyakit tersebut.
Ketika penyakitnya berkembang, korban akan menderita batuk-batuk yang tajam, nyeri dada, dan sakit perut yang hebat. Kulit juga memiliki bekas penyakit, dengan timbulnya pustula dan bisul, sering kali menyebabkan gangren pada ekstremitas.
Ketika penyakit ini merajalela, esensi identitas Athena, yang dibangun di atas nilai-nilai bersama, ritual, dan rasa kebersamaan yang mendalam, mulai terkikis, memberi jalan pada lanskap yang ditandai dengan ketakutan, ketidakpercayaan dan keputusasaan eksistensial.
Salah satu dampak yang paling langsung dan nyata adalah hilangnya adat istiadat penguburan tradisional. Banyaknya jumlah kematian melebihi kapasitas kota untuk melakukan upacara pemakaman yang layak.
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR