"Itu hewan domestik yang sudah 12.000 tahun kita domestikasi, masih ada sampai sekarang [penyakit zoonosisnya], apalagi satwa liar yang gagal terdomestikasi. Itu masih banyak penyakit lain," ujar Purba.
Menurut WHO dalam rilis Januari 2022, 70 persen dari penyakit infeksi berbahaya (emerging infectious disease). Penyakit zoonosis ini masih menjadi tantangan, terutama di Indonesia karena masyarakatnya yang memelihara satwa liar dan pemukiman yang menggerus habitat satwa liar.
"HIV sendiri itu pun hasil dari mutasi penyakit zoonosis, lalu antraks, SARS, kita jangan lupa juga yang terakhir-terakhir, Covid-19 itu juga masih ada tendensi dari penyakit zoonosis," terang Purba.
"Dan kalau kita lihat secara sejarah umat manusia, wabah yang memakan umat manusia sampai banyak yang meninggal itu umumnya penyakit zoonosis," tambahnya.
"Jadi sebahaya itu, hanya karena kita enggak bisa lihat karena agen penyakitnya kecil, dan satwanya mungkin enggak sakit juga, kadang-kadang tidak menunggu gejala, tau-taunya menularkan penyakit, tau-taunya mati, tau-taunya kita yang sakit."
Pemelihara satwa liar lengah akan kesehatan dan kesejahteraan hewan. Berbeda dengan konservator, dokter hewan, dan peneliti hewan di penangkaran rehabilitasi. Penangkaran yang nantinya akan melepasliarkan satwa liar, mengharuskan siapapun yang akan berinteraksi untuk terbebas dari penyakit.
Davina pun bercerita bahwa dirinya di BOS Foundation harus melewati berbagai pemindaian. Dia kerap membantu pelepasliaran orang utan. Orang utan memiliki 97 persen DNA dengan manusia, membuatnya memungkinkan menularkan penyakit kepada manusia dan sebaliknya.
Dampak penularan penyakit dari manusia ke hewan juga harus diperhatikan, karena bisa mengancam upaya konservasi.
"Salah satu tempat rehabilitasi orang utan BOS Foundation yang ada di Kalimantan Timur itu ada dibuat ini tempat rehab untuk orang utan [terinfeksi] TBC. Jadi orang utan ini terinfeksi TBC dari manusia," ungkap Davina.
"Ketika terinfeksi TBC nya dari manusia itu, dia tidak bisa menyembuhkan sendiri jadi dia akan selamanya di pusat rehabilitasi. Karena ketika dia sampai ada di alam, dia akan menularkan [orang utan] yang lain."
"Kalau gak salah 40 orang utan, itu sampai saat ini tidak bisa dilepasliarkan dan itu mereka dapatnya semua [penyakitnya] dari manusia. Itu sedih sih, sedih banget."
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR