Perjalanan Raffles hingga mencapai Wonosobo dan Pegunungan Dieng, telah membuktikan hal yang memprihatinkan. Baginya, banyak masyarakat di sana yang menyalahgunakan eksplorasi benda-benda kuno yang mencerminkan sepanjang sejarah Candi Dieng.
Dalam buku gubahannya, The History of Java (1817), Raffles menemukan adanya penggunaan benda-benda kuno berupa potongan-potongan atau pecahan bagian bebatuan candi untuk menghias rumah-rumah warga.
Seperti halnya yang ditemukan di antara hilangnya reruntuhan Candi Dieng, sebuah komplek percandian yang luas, namun mengalami kerusakan yang cukup parah akibat faktor-faktor alamiah, aktivitas vulkanik hingga ulah manusia sendiri.
Pegunungan Dieng yang tinggi menciptakan suatu kondisi bagi para penganut Hinduistik dan Buddhistik dalam mengembangkan peradaban mereka, dan kota-kota suci yang sakral. Meninggalkan warisan-warisan suci yang hilang dan rusak dimakan zaman.
Banyak fondasi candi di kawasan Dieng yang berserakan, terlepas, hingga bercecer dan tertimbun tanah. Dalam beberapa menit tatkala Raffles mempelajari kontur tanah di Dieng, ia bak menjumpa suatu peradaban yang hilang.
"Telah ditemukan bekas-bekas situs yang jumlahnya mendekati 400 candi (terkubur di dalam tanah), mempunyai jalan yang lebar dan luas, mengelilingi candi-candi tersebut pada sisi kanan," ungkap Raffles.
Pada momen bersejarah dalam hidupnya itu pula, Raffles mewariskan lukisan tentang sebuah candi yang ada di Dieng. Lukisan realisme yang terabadikan dengan apa yang disaksikan oleh Raffles saat itu (tahun 1815).
Selepas menyaksikan candi-candi di kawasan Pegunungan Dieng, Raffles melanjutkan perjalanannya hingga melintasi areal permukiman warga. Diketahui bahwa penduduk di kawasan Bledran dan Jetis, menggunakan elemen dari candi-candi yang terlepas.
Batu dan ornamen itu digunakan untuk membangun, menguatkan fondasi rumah mereka, hingga dijadikannya sebagai hiasan di dinding rumah. "Ditemukan pada rumah-rumah mereka batu-batu besar yang diperkirakan merupakan bagian dari Candi Dieng," lanjutnya.
Lebih menarik lagi, beberapa dinding rumah warga juga terhias dengan kepala gorgon yang jelas-jelas diambil dari bagian perkomplekan candi di kawasan Dieng. Bahkan, ada juga tembok rumah warga yang berbalut potongan relief candi.
Setelahnya, melintasi kawasan Jetis dan Magelan (Magelang), terlihat di beberapa parit desa dan sekitar permukiman warga, ditemukan sisa-sisa pahatan yang menggambarkan yoni dan lingam, di mana pahatan itu terlihat tidak terawat.
Meski demikian, Raffles tertambat hatinya pada tanah Jawa. Ia sangat mengagumi benda-benda kuno yang ia jumpai selama di dataran tinggi Dieng. Bukti kecintaannya dan ketakjubannya terhadap Jawa, ia tuangkan dalam The History of Java (1817), salah satunya dari ungkapan Raffles:
"Dalam hidupku, aku tidak pernah bertemu dengan hasil karya manusia yang menakjubkan dan selesai digarap, dengan ilmu serta rasa dari era panjang yang terlupakan, terpuruk bersama dalam sebuah petunjuk yang kecil dalam sebuah titik kecil."
Source | : | The History of Java (1817) |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR