Nationalgeographic.co.id—Sejarah Perang Salib kedelapan dimulai pada tahun 1270.
Perang ini dipimpin oleh Raja Perancis Louis IX dan menargetkan Tunis sebagai sasaran utama. Perang ini melanjutkan kegagalannya pada Perang Salib Ketujuh pada tahun 1248-1254 M.
Seperti sebelumnya, idenya adalah untuk menyerang dan mengalahkan Peradaban Islam terlebih dahulu di Mesir.
Barulah setelah itu Pasukan Salib merebut kembali atau menegosiasikan kendali atas situs-situs penting Kristen di Levant, termasuk Tanah Suci Yerusalem.
Raja Louis IX memutuskan menjadi Tunis (sekarang ibukota Tunisia) sebagai target utama. Rencananya, setelah itu Pasukan Salib bisa lebih leluasa menyerang Mesir.
Louis IX dan Levant
Louis memimpin Perang Salib Ketujuh, yang menemui bencana di pertempuran Mansourah pada bulan April 1250 M.
Dia bahkan pernah ditangkap tetapi kemudian dibebaskan setelah pembayaran uang tebusan dan konsesi Damietta di Sungai Nil.
Louis kemudian tinggal di Levant selama empat tahun ketika dia membentengi kembali benteng-benteng penting Latin seperti Acre.
Sekitar 16 tahun kemudian, raja Perancis sekali lagi mengalihkan perhatiannya ke Timur Tengah, untuk kedua kalinya ia merasakan keberhasilan dalam sejarah Perang Salib.
Louis telah mengirimkan dana setiap tahun ke negara-negara Latin di Levant pada tahun-tahun berikutnya sejak perang salib pertamanya yang gagal.
Namun negara-negara Eropa lainnya agak sibuk dengan urusan di tempat lain.
Di Inggris, terjadi perang saudara (1258-1265 M), dan para Paus terus-menerus berperang dengan Kekaisaran Romawi Suci untuk menguasai Sisilia dan sebagian Italia.
Tampaknya tidak ada seorang pun yang terlalu peduli dengan nasib Tempat Suci di Timur Tengah.
Sementara itu, di Timur Tengah, situasi kota-kota Kristen terlihat suram. Kekaisaran Mongol, yang tampaknya berniat melakukan penaklukan total di mana-mana, semakin mendekat ke pantai Mediterania.
Pada tahun 1258 M, pusat Kekhalifahan Abbasiyah yaitu Bagdad, direbut. Kemudian diikuti oleh Aleppo yang dikuasai Ayyubiyah pada bulan Januari 1260 M dan Damaskus pada bulan Maret tahun yang sama.
Tampaknya negara-negara Pasukan Salib akan menjadi sasaran berikutnya ketika bangsa Mongol melakukan serangan di Ascalon, Tanah Suci Yerusalem dan Mesir bagian utara.
Ketika garnisun Mongol didirikan di Gaza, serangan terhadap Sidon segera menyusul pada bulan Agustus 1260 M.
Tanpa bantuan dari luar, Bohemund VI dari Antiokhia-Tripoli terpaksa tunduk kepada bangsa Mongol dan mengizinkan pendirian garnisun permanen di Antiokhia.
Baibars & Mamluk
Sebaliknya, kaum Muslim melakukan perlawanan terhadap penjajah Mongol ketika Mamluk yang berbasis di Mesir. Mereka dipimpin oleh jenderal berbakat Baibars (Baybars). Mereka memenangkan pertempuran Ain Jalut pada tanggal 3 September 1260 M.
Baibars kemudian membunuh sultan Mamluk Qurtuz dan mengambil alih jabatannya sendiri, memerintah hingga tahun 1277 M.
Bangsa Mamluk melanjutkan ekspansi mereka pada tahun-tahun berikutnya, melawan bangsa Mongol hingga ke Sungai Eufrat.
Kota-kota Kristen juga menderita, dengan Baibars merebut Kaisarea dan Arsuf, bahkan kastil Kesatria Hospitaller di Krak des Chevaliers.
Antiokhia akan direbut pada tahun 1268 M. Sekte Muslim Assassin juga menjadi sasaran dan kastil mereka di Suriah direbut pada tahun 1260an M.
Baibars kini menguasai Syam dan menyatakan dirinya sebagai instrumen Tuhan dan pelindung Mekah, Madinah, dan Yerusalem.
Dalam politik regional yang kompleks dan perubahan aliansi, umat Kristen di Antiokhia sebenarnya telah bergabung dengan bangsa Mongol untuk merebut Aleppo.
Sebaliknya, umat Kristen di Acre memutuskan untuk tetap netral dan tidak berpihak pada Peradaban Islam maupun Mongol.
Apa pun makropolitiknya, realitas geografis yang lebih luas pada pertengahan tahun 1260an M adalah bahwa Timur Latin berada di ambang kehancuran.
Raja Louis IX dan Tentara Salib Kedelapan akan terjun ke dalam situasi politik yang rumit dan, pada tingkat lebih rendah, agama.
Rekrutmen & Kepemimpinan
Kembali ke Eropa, Louis memikul salib itu lagi (jika memang dia pernah meletakkannya) pada bulan Maret 1267 M. Raja Prancis mendapat dukungan dari Paus Klemens IV (memerintah 1265-1268 M).
Seruan umum kemudian disampaikan kepada para bangsawan dan ksatria di Eropa untuk sekali lagi membantu umat Kristen di Timur Tengah.
Seperti dalam sejarah Perang Salib sebelumnya, para pengkhotbah berkeliling membawa pesan Perang Salib, sejumlah besar uang tunai dikumpulkan dengan cara apa pun yang dapat dipikirkan oleh negara, dan kapal-kapal disewa dari Marseille dan Genoa.
Seperti sebelumnya, Tentara Salib datang dari negara lain seperti Inggris, Spanyol, Frisia, dan Negara-Negara Rendah, namun sekali lagi ekspedisi ini didominasi oleh Perancis.
Nama-nama besar dari kalangan bangsawan yang ikut serta antara lain Alphonse dari Poitiers (saudara laki-laki Louis), calon Raja Edward I dari Inggris (memerintah 1272-1307 M), Raja James I dari Aragon (memerintah 1213-1276 M) dan Charles dari Anjou.
Kemudian juga ada raja Sisilia (memerintah 1266-1285 M) yang juga merupakan saudara laki-laki Raja Louis IX.
Pasukan dikumpulkan antara 10.000 dan 15.000 orang, serupa dengan jumlah pasukan dalam sejarah Perang Salib Pertama.
Akan tetapi, semua rencana tersebut mendapat pukulan fatal setelah kematian Raja Louis IX karena sakit pada bulan Agustus 1270 M.
Sejarah Perang Salib kedelapan akhirnya berakhir bahkan sebelum dimulai, dan rencana tersebut ditinggalkan begitu saja.
Source | : | World History Encyclopedia |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR