Nationalgeographic.co.id—Kota Konstantinopel, atau yang kini dinamai Istanbul, merupakan kota tua yang mewarnai lelakon penting dalam sejarah dunia.
Awalnya, kota ini merupakan tempat bagi negara-kota (polis) Bizantium yang kemudian dikuasai dalam peradaban Yunani kuno dan Romawi pada abad ketujuh SM. Kota itu kemudian menjadi Konstantinopel ketika Kekaisaran Romawi terbagi menjadi dua bagian: barat dan timur.
Pemecahan ini karena Kaisar Diokletianus (berkuasa dari tahun 284—305 M) menganggap kekaisaran terlalu besar jika terpusat di Roma. Segera, ia pun memimpin kekuasaan di Timur dengan menjadikan Nicomedia (kini Izmit) sebagai ibukotanya.
Kaisar Konstantinus I (berkuasa 306—337 M) kemudian mempertimbangkan untuk ibukota Kekaisaran Bizantium. Pertimbangannya, banyak kota kosong di sekitar Kekaisaran Romawi dan Bizantium yang rentan menjadi serangan bangsa Jermanik dan Persia.
Kaisar Konstantiuns I memilih daerah di dekat kota kuno Bizantium, dengan mendirikan nama kota "Nova Roma of Constantinopolitana" atau Roma Baru di Konstantinopel pada 324 M. Pertimbangan lokasi ini karena letaknya yang strategis: berada di selat Bosporus, menghubungkan sisi Asia dan Eropa, dan menjadi pintu masuk dari Laut Mediterania ke Laut Hitam.
Kota baru Kekaisaran Bizantium itu mempertahankan sisa-sisa Bizantium lama. Konstantinopel dibagi menjadi 14 distrik dengan jalan lebar, yang konon terdapat beberapa patung seperti Aleksander Agung, Kaisar Augustus, Diokletianus, dan Konstanius I yang menggunakan pakaian Dewa Apollo.
Dalam tata kota Konstantinopel, Kaisar Konstantinus I menaruh perhatian untuk menyediakan air yang cukup bagi warga. Hal itu didasari karena iklim Turki membuat kota rentan kekeringan hebat pada musim panas dan hujan deras pada musim dingin.
Oleh karena itu, kota ini dilengkapi dengan saluran air, terowongan, dan saluran dari sungai ke penampungan air. Salah satu penyedia air bagi masyarakat Konstantinopel adalah Waduk Binbirderek yang dibangun pada tahun 330 M, dan masih ada hingga hari ini.
Nuansa Kristen juga terasa pada masa awal kota Konstantinopel karena Kaisar Konstantinus I mengeklaim dirinya kristiani. Walau bukti ini diragukan sejarawan, agama ini didukung penuh olehnya untuk diadopsi di kekaisaran dan kota. Gereja pertama yang dibangun di Konstantinopel adalah Hagia Irene.
Setelah Konstantinus I wafat, Konstantius II menggantikannya. Pembangunan Kota Konstantinopel semakin pesat dengan menambah fasilitas pemerintahan, dan memperbaiki birokirasi. Waduk sebagai sumber cadangan air pun ditambahkan.
Pada masa ini juga, Hagia Sophia sebagai Gereja Kebijaksanaan Suci dibangun. Tidak semua sejarawan sependapat jika gereja tersebut dibangun oleh Konstantius II, tetapi oleh Konstantinus I. Kelak, gereja ini terbakar dan hancur pada 404 M akibat kerusuhan dan dibangun kembali pada 532 M oleh Kaisar Yustinianus I (memerintah 527—565).
Kota 'Paling Kosmopolitan' di Dunia
Lambat laun, Konstantinopel sebagai ibukota Kekaisaran Bizantium menjadi kota penting bagi perdaban. Di sinilah perekonomian dan budaya dari berbagai penjuru dunia bermuara. Keberadaannya membuat Kekaisaran Bizantium begitu makmur.
Kemakmuran kota ini memiliki dampak negatif: rentan diserang oleh bangsa asing. Sampai sebelum dijatuhkan oleh Kekaisaran Ottoman, Konstantinopel telah diserang oleh berbagai bangsa seperti Arab pada abad ke-7 dan ke-8; Kekhanan Bulgar pada abad ke-9 dan ke-10, bangsa Rus pada abad ke-9, ke-10, dan ke-11; serta Slavia pada abad kesembilan.
Pertahanan kota pun dipertimbangkan dengan membangun tembok. Kaisar Theodosius II (berkuasa 408—450 M) membangun tembok ganda di barat Tembok Konstantinus. Proyek ini awalnya dilakukan pada masa Kaisar Arkadius (berkuasa 383—408) pada 404, dan baru rampung sembilan tahun kemudian.
Gempa pernah terjadi pada Januari 448 M, membuat sebagian besar tembok kota runtuh. Kaisar Theodosius II segera menginstruksikan perbaikannya dengan cepat, sebab Attila orang Hun di Balkan bergerak menyerang Kekaisaran Bizantium. Tembok pun berhasil direstorasi dalam 60 hari.
Kemakmuran Konstantinopel berasal dari tangan Kaisar Yustinianus I. Setelah kerusuhan sempat terjadi, dia berambisi untuk membersihkan sisa-sisa masa lalu dan menjadikan kota sebagai pusat peradaban di Kekaisaran Bizantium.
Gereja Hagia Sophia yang didirikannya berasal dari asil tambang dan bebatuan berharaga dari kawasan yang berhasil dikuasainya. Pembangunan Hagia Sophia sendiri membutuhkan waktu sekitar 10.000 pekerja. Yustinianus I bahkan mengeklaim "Salomo, aku telah melampauimu!"
Karena Konstantinopel menjadi pusat hilir-mudik manusia dari segala bangsa, epidemi merajalela. Pada 541, Wabah Hitam atau Black Death membunuh lebih dari 100.000 penduduk Kontanstinopel. Epidemi ini bahkan menyerang kaisar dan berhasil selamat. Dalam sejarah, epidemi ini juga disebut sebagai Wabah Yustinianus.
Wabah ini merusak perekonomian Kekaisaran Bizantium, terutama Konstantinopel. Sejarawan menilai, perekonomian kekaisaran tidak pernah pulih sepenuhnya sejak wabah.
Konstantinopel Abad Pertengahan Sebelum Dikuasai Kekaisaran Ottoman
Leo III (717—741) bahkan memperkenalkan senjata "api Yunani" yang merupakan senjata api berupa cairan yang mudah terbakar untuk ditembakkan. Senjata ini digunakan saat Konstantinopel diserang bangsa Arab pada abad ke-8.
Ada banyak pembangunan kebudayaan pada Abad Pertengahan di Konstantinopel. Hanya saja, pembangunan ini terkendala selama Perang Salib Keempat pada 1204.
Tentara Salib dari Eropa datang menjarah dan membakar kota, yang semestinya datang untuk bersatu memerangi kaum muslim. Penjarahan ini bahkan merusak makam-makam, menodai gereja, dan membuang jenazah Kaisar Yustinianus I.
Kondisi Kota Konstantinopel tidak pernah membaik setelah kejadian tersebut. Sejarawan Lincoln College Donald L. Wasson di World History berpendapat, tidak kunjung pulihnya Konstantinopel menjadi peluang bagi Kekaisaran Ottoman menaklukkannya pada 1453 M.
Source | : | History,World History |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR