Inti es adalah sumber daya arkeologi yang luar biasa, karena endapan es permanen terbentuk secara bertahap, melalui hujan salju tahunan. Artinya, Anda dapat menemukan endapan es pada tahun tertentu dan melihat apa yang terjadi di atmosfer.
Pada tahun 536 M, abu vulkanik dan puing-puing –yang disebut tephra– bercampur dengan lapisan es, menandakan terjadinya peristiwa vulkanik besar.
Inti es Greenland dan Antarktika menunjukkan bukti letusan kedua pada tahun 540 M, yang akan memperpanjang penderitaan tersebut. Dan kemudian pada tahun 541, Wabah Yustinianus muncul, dan segalanya berubah dari buruk menjadi lebih buruk.
Namun sekitar tahun 640 M, tim tersebut melihat tanda pembaruan di dalam es: timah. Ya, tidak, polusi timbal bukanlah hal terbaik yang pernah ada.
Inilah yang dimaksud dengan polusi timbal: manusia telah mulai menambang dan melebur perak dari bijih timbal.
Kemudian terjadi lonjakan lagi pada tahun 660 M, dan lonjakan lainnya pada tahun 695 M. Manusia mencetak koin perak.
“Hal ini jelas menunjukkan bahwa, di samping kumpulan sisa emas batangan Romawi dan logam impor, pertambangan baru memfasilitasi produksi koin emas terakhir pasca-Romawi –yang nilainya semakin rendah seiring dengan meningkatnya jumlah perak– dan koin perak baru yang menggantikannya,” tulis para peneliti makalah mereka.
“Catatan inti es beresolusi tinggi menawarkan kronologi baru dan independen untuk pembaruan produksi perak di awal abad pertengahan barat.”
Singkatnya, perekonomian mulai pulih dan membutuhkan waktu sekitar seratus tahun. Itu hampir cukup untuk membuat seseorang takut pada gunung berapi atau semacamnya.
Menariknya, inti es itu juga menunjukkan penurunan polusi timbal sekitar tahun 1349 hingga 1353. Hal ini bertepatan persis dengan kronologi Black Death.
Menarik sekali kan apa yang bisa Anda temukan dari sepotong air tua yang membeku? Para peneliti telah menerbitkan makalah studi mereka ini di jurnal Antiquity.
Source | : | Science Alert,Science Magazine,Antiquity |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR