Nationalgeographic.co.id—Yunani Kuno diyakini sebagai dasar peradaban Barat. Narasi yang beredar mengatakan bahwa warisan budaya Yunani diteruskan ke Roma dan kemudian ke seluruh Eropa melalui Kekaisaran Romawi. Namun, kenyataannya lebih kompleks.
Antropolog dari Universitas Alberta di Kanada, Mirjana Uzelac, menjelaskan bahwa gagasan tentang Yunani Kuno sebagai akar budaya Eropa muncul relatif baru saat awal modernitas.
Begitu pula dengan konsep Barat, yang “merupakan hasil konstruksi budaya dalam konteks sejarah tertentu.”
Yunani Kuno dan Peradaban Barat
Para filsuf seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles memberikan fondasi intelektual bagi banyak filsuf Eropa. Seni dan arsitektur Yunani sangat berpengaruh dalam membentuk selera artistik Eropa, terutama sejak abad ke-18.
Peradaban ini mewarisi tidak hanya demokrasi, tetapi juga filsafat, seni, dan ilmu pengetahuan dari Yunani. “Kontribusi ilmiah Yunani Kuno juga membantu mengembangkan wawasan ilmiah baru pada periode modern awal,” kata Mirjana.
Yunani Kuno dianggap sebagai tempat lahirnya demokrasi dalam hal organisasi politik. Sebagai akibatnya, sering dikatakan bahwa Yunani Kuno telah memberikan model budaya dan fondasi bagi peradaban Barat.
Namun, Mirjana menegaskan, konsep tersebut tidak bersifat universal dan juga tidak netral. Gagasan seperti "Barat" dan "Eropa" merupakan konstruksi yang terbentuk oleh kondisi sejarah spesifik.
"Barat" sebagai sebuah Konsep
Gagasan tentang "peradaban Barat" dibangun dalam situasi yang spesifik dan agak baru. Istilah "Barat" (biasanya dipahami sebagai kebalikan dari "Timur") memiliki banyak arti.
Namun, Barat sebagai sebuah konsep tidak semata-mata didasarkan pada geografi. Alih-alih geografi, Barat sering kali didefinisikan berdasarkan ide budaya kolektif. Namun, menurut Mirjana, hal tersebut juga merupakan kriteria yang tidak jelas.
“Negara-negara yang termasuk dalam Barat memiliki budaya, bahasa, dan sejarah yang sangat berbeda,” kata Mirjana.
Dalam konteks ini, warisan budaya bersama dari Yunani kuno sering diusulkan sebagai dasar peradaban Barat. Namun, bagaimana ide ini muncul?
Bagaimana Orang Yunani Kuno Memandang Dunia?
Ada berbagai budaya Yunani Kuno, dan pemahaman mereka tentang dunia berubah seiring berjalannya waktu. Berbicara tentang "warisan Yunani Kuno" yang universal tidaklah mudah.
Dalam bukunya “Histories”, Herodotus menyebutkan bahwa dunia dibagi menjadi tiga bagian: Lybia di selatan, Asia di timur, dan Eropa sebagai sisanya. Dalam pandangan dunia ini, Balkan dan Anatolia, tempat peradaban Yunani berada, menjadi pusatnya.
Pusat ini memisahkan Barat dari Timur dan Selatan. Namun, daerah-daerah ini tidak dilihat sebagai pusat saat ini, melainkan sebagai pinggiran Eropa atau bahkan bukan Eropa sama sekali.
Orang Yunani Kuno memisahkan diri mereka dari orang lain berdasarkan bahasa dan ciri-ciri budaya. Mereka yang tidak bisa berbahasa Yunani dicap sebagai orang barbar (bárbaroi). Istilah ini merujuk pada musuh dan sekutu asing, mencakup budaya-budaya besar seperti Mesir kuno atau Persia, serta suku-suku kecil di sebelah utara Yunani.
Warisan Yunani Kuno di Eropa
Mirjana menjelaskan, budaya Yunani menyebar ke wilayah-wilayah baru “selama Periode Hellenistik, periode setelah penaklukan Alexander Agung”. Namun, “negara-negara Hellenistik penerus Aleksander sebagian besar berada di luar Eropa.”
Meskipun negara-negara penerus Aleksander berada di luar Eropa, pengaruh budaya Yunani terasa kuat, terutama ketika Roma menaklukkan dunia Yunani.
Setelah Kekaisaran Romawi Barat runtuh, Kekaisaran Romawi Timur atau Bizantium bertahan hingga jatuhnya Konstantinopel pada 1453 Masehi. Meski terkait secara budaya dengan Yunani dan Roma Kuno, Bizantium sering dianggap terpisah dari sejarah Barat.
Selama Abad Pertengahan di Eropa Barat, wilayah tersebut terbagi menjadi kerajaan dan wilayah feodal. Masa ini ditandai dengan Kristenisasi yang kuat, yang sangat memengaruhi hubungan antar negara dan dengan dunia Islam.
Dunia Islam memainkan peran penting dalam menerjemahkan teks-teks Yunani kuno, yang kemudian tersebar di Eropa.
Eropa Barat pada masa itu kurang tertarik pada Yunani Kuno, namun pada Renaisans dan awal Modernitas, pemahaman akan pentingnya warisan Yunani Kuno berkembang. Pada masa inilah ide tentang Yunani Kuno sebagai dasar budaya Eropa lahir.
Yunani Kuno: Tempat Lahirnya Peradaban Barat?
Pentingnya Yunani Kuno dalam imajinasi Eropa sangatlah besar. Keyakinan bahwa akar Eropa modern dapat ditelusuri kembali ke Yunani Kuno adalah keyakinan yang kuat.
Namun, konsep Yunani sebagai tempat lahirnya peradaban Barat sering kali digunakan secara tidak kritis atau untuk tujuan jahat (seperti di kalangan supremasi kulit putih dan organisasi rasis).
“Penting untuk mengenali dan mengingat pencapaian intelektual Yunani Kuno serta warisan dan pengaruhnya yang bertahan lama,” jelas Mirjana. “Namun, penting juga untuk memahami bahwa gagasan tentang Yunani Kuno sebagai tempat lahirnya peradaban Barat memiliki sejarahnya sendiri.”
Namun, ada satu persoalan. Sejak jatuhnya Konstantinopel pada tahun 1453, wilayah Yunani berada di bawah kendali Kekaisaran Ottoman. Hal ini membuat orang Eropa pada abad ke-18 dan 19 memandang Yunani sebagai "Timur".
Dengan kata lain, bagi Eropa Barat, keturunan budaya "zaman kuno yang agung" lebih merujuk pada diri mereka sendiri ketimbang kepada orang Yunani modern.
Gagasan-gagasan ini terus berkembang hingga abad ke-19 saat Revolusi Industri dan Kolonialisasi meneguhkan dominasi Eropa Barat.
Sementara itu, konsep tentang ras, yang pertama kali diuraikan pada abad ke-18, semakin menjadi kuat. Para elit Eropa menegaskan bahwa dominasi dan kemajuan mereka di seluruh dunia berasal dari keyakinan akan superioritas ras mereka.
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR