Oleh Gondewa Putra Wisnu, Qonita Sinatrya, dan Nurul Wahidah Manik (Fisheries Diving Club IPB University)
Nationalgeographic.co.id—FDC IPB University merupakan organisasi mahasiswa yang berfokus pada bidang scientic diving. Kami melakukan eksplorasi ilmiah alam bawah air dan observasi sosial budaya masyarakat. Tujuannya, memberikan rekomendasi untuk pemerintah dan masyarakat demi kelestarian ekosistem terumbu karang setempat.
Kegiatan eksplorasi ini dinamakan Ekspedisi Zooxanthellae XVII, diambil dari salah satu jenis alga yang bersimbiosis dengan hewan karang. Ekspedisi Zooxanthellae menjadi kegiatan rutin FDC-IPB University yang telah dilaksanakan sebanyak enam belas kali, dan Gorom menjadi pemberhentian selanjutnya.
Gorom sangat menarik perhatian kami. Bukan hanya menyimpan keindahan laut timur, namun juga budaya yang masih terus terjaga. Negeri Kataloka merupakan salah satu wilayah pemerintahan kerajaan adat di Pulau Gorom yang membawahi 24 kampung. Kataloka menjadi salah satu negeri adat terbesar di Kabupaten Seram Bagian Timur.
Antusias kami dalam rangka eksplorasi ilmiah bukan hanya angan-angan belaka, petualangan ini hanya akan dimulai setelah segala kebutuhan sudah dipastikan kesiapannya. Oleh sebab itu, kami sudah membekali diri dengan keahlian identifikasi yang mumpuni.
Sebagai syarat, kami harus mampu mengidentifikasi dan menghafal nama sampai 400 spesies ikan, 200 spesies makrobenthos, dan 100 genus karang beserta penyakitnya. Lebih dari itu, kami juga melaksanakan pelatihan pemetaan, pelatihan drone, dan pelatihan underwater photography.
Ekspedisi Zooxanthellae XVII bekerja sama dengan Direktorat Pengelolaan Sumber Daya Ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (Dit. PSDI KKP) melalui fasilitas dana hibah Global Environmental Facility 6 Coastal Fisheries Initiative (GEF 6 – CFI). Tentunya kesempatan emas untuk terus menjelajah akan kami lakukan dengan penuh dedikasi.
Kami mulai berangkat dari Bogor pada 22 September 2023 menuju Ambon, dan sampai di Ambon tanggal 26 September 2023. Lalu kami melanjutkan perjalanan ke Gorom dua hari kemudian.
Kehidupan di Gorom ternyata tidak seprimitif itu, karena pesatnya perkembangan teknologi dan adanya sinyal juga listrik genset di pulau ini. Kurang lebih semua kebutuhan mereka sehari-hari cukup, hanya belum maksimal dalam memanfaatkan hasil alamnya karena pengetahuan yang terbatas.
Selama di Gorom, kami melaksanakan berbagai macam kegiatan pengabdian, salah satunya adalah pengabdian terhadap siswa sekolah dasar setempat, dengan mengajarkan penggunaan dasar laptop, memaparkan modul hewan laut, dan membuat "pojok literasi". Harapannya, mereka akan tahu luasnya dunia dan menyadari betapa berharganya alam mereka saat ini.
Kegiatan pengabdian utama kami, yaitu eksplorasi ilmiah bawah air, dilakukan di sembilan lokasi penyelaman. Sebelum turun menyelam, lumba-lumba menyapa dari kejauhan, ikan terbang terus berterbangan, burung camar menangkap ikan melalui jernihnya perairan.
Hasil penyelaman dan pengamatan secara keseluruhan menunjukkan ekosistem terumbu karang di seluruh lokasi masih tergolong dalam kategori baik.
Setidaknya ditemukan 1.118 koloni karang dengan total genus karang sebanyak 69, didominasi genus Acropora. Biomassa ikan di seluruh lokasi penyelaman tercatat mencapai 50 ton dengan jumlah ikan mencapai 10.477 individu dari 233 spesies, spesies ikan terumbu didominasi oleh Pterocaesio randalli (ikan ekor kuning). Makrobenthos tercatat sebanyak 22.337 individu dari total 135 spesies, didominasi oleh spesies Atriolum robustum (Tunikata).
Selain dari segi ekologi, sosial budaya masyarakat Negeri Kataloka tidak kalah menarik. Terdapat budaya Sasi atau “Ngam” dan aktivitas “Meti Ara”. Sasi merupakan suatu aturan larangan sementara dalam waktu tertentu untuk mengambil hasil sumber daya alam tertentu sebelum waktu yang ditentukan selesai. Berkat sasi keberadaan sumberdaya alam dapat memilliki ruang untuk memulihkan dirinya dan tidak terganggu dengan pemanfaatan.
“Meti Ara” merupakan aktivitas penangkapan ikan masyarakat Pulau Grogos dengan menggunakan bantuan Tali Koor dan Akar Borre. Tali Koor merupakan jaring cincin yang dibentangkan untuk mencegah ikan kabur. Akar Borre adalah sebuah tumbuhan yang ada di Pulau Koon digunakan masyarakat lokal untuk menganestesi ikan selama penangkapan.
Kegiatan keseluruhan eksplorasi ilmiah ini digelar selama selama 7 hari sampai 6 Oktober 2023. Keseluruhan hasil ekspedisi dipublikasikan melalui Seminar Hasil dan Talkshow Ekspedisi Zooxanthellae XVII, dengan judul seminar hasil "Bahari Negeri Kataloka" dan tema talkshow "Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM) untuk Perikanan Berkelanjutan melalui Monitoring Ekosistem Terumbu Karang dan Budaya Sasi".
Kegiatan ini dihadiri oleh Direktur Direktorat Pengelolaan Sumber Daya Ikan, Dr. Ridwan Mulyana, S.Pi, M.T. dan Dr. Anastasia Rita Tisiana Dwi Kuswardani, M.T. selaku Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan dan Ketua Tim Pelaksana Unit Kerja Menteri yang mewakili Menteri Kelautan dan Perikanan.
Kami juga turut mengundang Raja Muda Kataloka, Vitho Rumarey Wattimena untuk mengulas Negeri Kataloka lebih dalam lagi. Budaya Negeri Kataloka menjadi sorotan utama dalam acara ini, budaya "Ngam" nyatanya menjadi penyangga kelestarian alamnya, dengan konsekuensi yang berat apabila dilanggar.
Kelestarian ekosistem terumbu karang Negeri Kataloka juga didukung oleh kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pemerintah menetapkan wilayah Negeri Kataloka menjadi kawasan konservasi pada 2020.
Kondisi tutupan terumbu karang di kawasan sebelum ditetapkannya menjadi kawasan konservasi berada dalam kondisi sedang. Namun, setelah ditetapkan menjadi kawasan konservasi kini berada dalam kondisi baik.
Temuan ini membuktikan bahwa segala hal lebih mungkin tercapai jika banyak pihak yang membuka mata turut mendukung. Mari terus bersama-sama menjaga kekayaan alam kita.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR