Telah sejak lama menjadi misteri bagi ilmuwan, mengapa kemampuan menopause bisa hadir dalam evolusi manusia. Mamalia lainnya yang mengalami serupa adalah kalangan lumba-lumba atau paus seperti paus bergigi (cetacea), yakni paus pembunuh (Orcinus orca) dan paus-pilot sirip-pendek (Globicephala macrorhynchus).
Demi membuka tabir fase pada organ reproduksi ini, para ilmuwan menyingkap bahwa simpanse juga mengalami menopause, berdasarkan pengamatan di Taman Nasional Kibale di Uganda. Studi yang diterbitkan pada 27 Oktober mengungkapkan bahwa simpanse akan mengalami menopause sekitar usia 50 tahun.
Angka usia ini juga menambah kuat tentang kekerabatan manusia dan simpanse dalam pohon evolusi. Diyakini, fase menopause muncul untuk mengurangi persaingan berkembang biak pada kelompok mamalia, khususnya primata. Hal itu perlu disingkap oleh para ilmuwan di waktu mendatang.
Kemampuan monyet membuat alat batu seperti manusia purba
Kepandaian memanfaatkan benda di sekitar sepertinya juga muncul pada primata selain manusia. Maret silam, para peneliti melaporkan temuan artefak yang dibuat oleh monyet dunia lama. Perkakas tersebut mirip seperti yang diyakini dibuat oleh hominid--kelompok manusia purba.
Dalam proses itu, monyet sering memecahkan batu dan pinggiran. Kumpulan batu pecah yang dihasilkan sangat besar dan tersebar luas di seluruh lanskap. Selain itu, banyak dari artefak ini memiliki karakteristik yang sama yang biasanya digunakan untuk mengidentifikasi perkakas batu yang sengaja dibuat di beberapa situs arkeologi paling awal di Afrika Timur.
Yang menarik adalah, dengan melakukan itu mereka secara tidak sengaja menghasilkan catatan arkeologi penting mereka. Catatan arkeologi monyet tersebut tidak dapat dibedakan dari beberapa artefak manusia purba.
Alat-alat batu kera yang baru ditemukan menawarkan wawasan baru tentang bagaimana teknologi pertama mungkin dimulai pada nenek moyang kita yang paling awal.
Peluang transplantasi organ dari spesies lain
Selama tahun 2023, bidang kesehatan menyingkap peluang bertahan hidup dengan transplantasi organ dari spesies lain. Setahun sebelumnya, ilmuwan AS berhasil mentransplantasi jantung babi ke manusia. Meski demikian, upaya ini gagal karena pasien penerima organ meninggal dunia dua bulan setelahnya.
Titik terang harapan itu muncul tahun ini. Para ilmuwan dalam publikasi 11 Oktober melaporkan, transplantasi ginjal babi mini yang direkayasa secara genetika berhasil diterapkan kepada monyet. Tidak hanya sekadar transplantasi, monyet tersebut dapat bertahan lebih dari dua tahun.
Selama ini, banyak pasien yang meninggal dunia akibat kekurangan organ donor. Melalui temuan ini, harapan untuk transplantasi organ kepada manusia semakin nyata, dan memungkinkan memperpanjang harapan hidup.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR