Nationalgeographic.co.id—Kucing terkenal sangat dihormati di sejarah Mesir kuno, tapi bagaimana dengan anjing?
Anjing di Mesir kuno memiliki status yang hampir sama dengan anjing di zaman modern. Beberapa di antaranya adalah anjing pekerja, dan banyak lagi yang merupakan hewan peliharaan kesayangan.
Beberapa anjing liar menghantui kuburan dan meringkuk di pinggiran masyarakat. Beberapa diantaranya merupakan simbol status, dihiasi dengan logam mulia dan dibalsem untuk bergabung dengan pemiliknya di akhirat dalam sejarah Mesir kuno.
Anjing peliharaan sudah ada di Mesir dan di seluruh dunia, bahkan pada zaman prasejarah. Secara genetik, anjing berbeda dengan serigala lebih dari tiga puluh ribu tahun yang lalu.
Hal ini terjadi sebelum zaman es terakhir dan bahkan sebelum pertanian. Mereka adalah hewan pertama yang dijinakkan, ketika semua manusia hidup dalam kelompok kecil pemburu-pengumpul.
Sejarawan percaya bahwa kalung anjing pertama kali dikembangkan oleh bangsa Sumeria. Mereka menduduki Mesopotamia antara milenium keenam dan kelima SM.
Ada juga bukti adanya anjing yang diikat dengan tali di Mesir prasejarah. Lukisan makam Mesir awal yang dibuat hampir enam ribu tahun yang lalu menggambarkan seorang pria sedang berjalan-jalan dengan anjingnya dengan tali.
Pada Periode Dinasti Awal, orang Mesir juga memelihara kambing, sapi, domba, babi, keledai, dan berbagai jenis burung. Lukisan makam pada masa itu menggambarkan anjing yang mirip dengan Basenji, Greyhound, dan Saluki modern.
Mereka sering kali dicat dengan kerah yang diikat dengan pita besar. Lukisan makam selanjutnya yang dibuat untuk firaun menunjukkan mereka mengendarai kereta dengan anjing pemburu berlari di sampingnya.
Ras Anjing di Sejarah Mesir Kuno
Para ahli telah mengidentifikasi beberapa ras atau jenis anjing yang berbeda di Mesir kuno. Basenji biasanya digambarkan dalam seni Mesir kuno. Trah kuno ini berasal dari Kongo dan tiba di Mesir melalui Nubia. Basenji adalah anjing yang cerdas, energik, dan setia.
Source | : | History Defined |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR