Tenggorokannya yang berbentuk unik menghasilkan lolongan, tetapi bukan suara gonggongan seperti kebanyakan anjing. Kata Mesir kuno untuk Basenji diterjemahkan menjadi “anjing penduduk desa” karena mereka adalah anjing keluarga serbaguna yang umum.
Sighthound, mirip dengan Greyhound dan Saluki juga umum ditemukan. Mereka dipelihara sebagai hewan peliharaan dan digunakan untuk berburu.
Mereka juga ditampilkan dalam berbagai adegan pertempuran yang dibuat untuk merayakan kemenangan firaun.
Selain berburu dengan anjing jenis Saluki, orang Mesir kuno mengorbankan mereka kepada dewa Anubis. Permintaannya begitu besar sehingga anak-anak anjing dibiakkan hanya dengan tujuan untuk dikorbankan kepada dewa anjing.
Ada juga anjing liar dan anjing kampung, yang sering disebut anjing paria. Para ahli berspekulasi bahwa prevalensi hewan-hewan ini menyebabkan praktik kuno membuat makam untuk melindungi sisa-sisa orang mati.
Anjing di Mesir Kuno
Banyak kalung anjing Mesir ditemukan dengan nama anjing tertulis di kulitnya. Terjemahannya seperti Yang Berani, Penggembala yang Baik, Angin Utara, dan Singa Medan Perang.
Kerah ini terkadang dihiasi dengan kancing perunggu dan tembaga. Beberapa anggota kelas atas bahkan menuliskan kalung emas dan perak untuk hewan peliharaan kesayangannya.
Dalam catatan sejarag Mesir kuno, mereka menggunakan anjing untuk membantu menggembalakan ternak, yang merupakan sumber utama kekayaan dan simbol status penting pada saat itu.
Ada pula anjing pemburu, anjing penjaga, anjing militer, dan hewan peliharaan rumah tangga sederhana yang diikat dengan tali pengikat yang terbuat dari tali atau kulit papirus.
Beberapa firaun menguburkan anjing mereka dengan perawatan yang sama seperti manusia kelas atas.
Selain anjing yang dibunuh untuk tujuan upacara keagamaan, pembunuhan anjing juga merupakan tindakan ilegal di Mesir kuno. Hal ini adalah kejahatan yang sangat serius sehingga membunuh seekor anjing yang memiliki kalung – yaitu, seekor anjing yang jelas-jelas memiliki pemiliknya – merupakan pelanggaran berat.
Source | : | History Defined |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR