Melimpahnya aneka makanan yang setiap saat bisa panen, membuat kebiasaan masyarakat mensyukuri berkat yang didapat. Masyarakat saling berbagi hasil panen, diolah, dan disantap bersama baik di rumah salah satu warga maupun dalam kegiatan tradisi.
Menyantap bersama ini disebut sebagai makan basamo, di mana aneka makanan dari hasil sawah masing-masing tersaji untuk dimakan semua warga.
Sistem pertanian ini sudah lama berkembang oleh masyarakat Nagari Tanjung Haro Sikabu-kabu. Sawah mereka dipegang oleh pemangku adat. Pemahaman tata kelola alam dan pertanian ini diwariskan dari leluhur yang dipegang teguh warga.
Keajaiban tata kelola pertanian dan pangan inilah yang membuat Taufik terkagum-kagum dengan nagari ini.
Dalam tulisannya di Majalah Edisi Khusus Desa Budaya, ia mendeskripsikan Nagari Tanjung Haro Sikabu-kabu Padang Panjang dengan mengutip syair Koes Plus berjudul Kolam Susu.
"Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman," tulisnya.
Penyakit kebersamaan tradisi itu bernama egoisme
Belakangan, kondisi Nagari Tanjung Haro Sikabu-kabu Padang Panjang meluntur akan mewarisi tradisi. Rasa egoisme tumbuh. Sawah diganggu oleh tangan bandel yang memasang pipa paralon di jalur pengairan. Pipa paralon ini mengalirkan air langsung ke tingkat paling bawah tanpa membasahi sawah di bagian atas.
"Akibatnya, sawah di tingkat paling tinggi itu kekeringan," singkap Taufik. "Mereka lebih memilih jalan pintas, karena kalau menunggu airnya dari sawah paling atas itu sangat lama ke bawah. Sementara mereka pengin cepat-cepat lahannya ditanami. Itu jadi masalah sosial sekarang."
"Saya pernah lihat sawah sawo. Itu paritnya, isinya bukan air, tetapi pipa paralon!" tutur Taufik. "Saya bandingkan dengan lahan di samping parit, kering!"
Oleh karena itu, masyarakat Nagari Tanjung Haro Sikabu-kabu Padang Panjang mengadakan Festival Legusa. Selain sebagai daya tarik pariwsata karena nagari ini dikenal sebagai desa wisata dan budaya, Festival Legusa menjadi ajang mengembalikan kesadaran kebersamaan antarwarga dan berkaca kembali pada tradisi.
Festival ini berlangsung pada 23-26 November 2023. Taufik dan Iqbal tidak merasakan Festival Legusa, namun kemeriahannya masih terasa saat tiba. Festival ini menilik kembali ketahanan pangan yang sebenarnya telah diajarkan oleh leluhur, termasuk dengan menikmati makan basamo.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR