Nationalgeographic.co.id—Mangrove merupakan komponen kunci dalam menjaga keseimbangan iklim global dan memulihkan ekosistem yang rusak. Sayangnya, keberadaan mereka kian terancam. Berdasarkan laporan lUCN, lebih dari setengah ekosistem mangrove dunia terancam lenyap.
Kiwari, mangrove menghadapi berbagai ancaman dari aktivitas manusia, seperti penggundulan hutan, pembangunan, polusi, dan bendungan. Namun, ancaman ini semakin besar karena kenaikan permukaan laut dan peningkatan frekuensi badai akibat perubahan iklim. Perubahan iklim sendiri diperkirakan membahayakan sepertiga (33%) ekosistem mangrove yang telah diteliti.
Sebuah penelitian yang dipimpin oleh Universitas Northumbria menemukan bahwa sebagian besar hutan mangrove di Maladewa telah tenggelam oleh air laut. Temuan itu diterbitkan pada 12 November 2024 di Scientific Reports dengan tajuk "Sea-level rise and extreme Indian Ocean Dipole explain mangrove dieback in the Maldives".
Para peneliti memperingatkan bahwa temuan tersebut memiliki implikasi tidak hanya bagi Maladewa, tetapi juga bagi negara kepulauan lain dan ekosistem pesisir di seluruh dunia.
Seperti dinukil dari laman phys-org, pada 2020, lebih dari seperempat hutan mangrove di Maladewa mengalami kerusakan pohon secara bertahap sebelum mati, suatu kondisi yang dikenal sebagai dieback.
Citra satelit dari pulau-pulau berpenghuni dan tak berpenghuni mengungkap betapa seriusnya masalah ini, memperlihatkan bahwa beberapa pulau kehilangan lebih dari separuh tutupan hutan mangrove.
Mangrove merupakan penjaga pantai yang setia. Dengan akar-akar yang menjulur seperti jari-jari raksasa, mereka menahan hentakan ombak dan melindungi pantai dari abrasi.
Tumbuh membentang di sepanjang pesisir, mangrove juga menjadi rumah bagi beragam kehidupan, tempat burung-burung bernyanyi dan ikan-ikan kecil bermain, bersembunyi dari ancaman lautan luas.
Berdasarkan laporan UNEP, lebih dari 1.500 spesies tumbuhan dan hewan bergantung pada hutan mangrove untuk kelangsungan hidup mereka. Hal menarik lain, penelitian terbaru mengungkapkan bahwa vegetasi ini juga memiliki peran penting bagi mamalia besar seperti monyet, kungkang, harimau, hyena, hingga anjing liar Afrika.
Penelitian yang dipimpin oleh Lucy Carruthers dan Vasile Ersek di Departemen Geografi dan Ilmu Lingkungan Universitas Northumbria, menggabungkan bukti dari permukaan laut, data iklim, dan penginderaan jarak jauh dengan pengamatan lapangan geokimia sedimen dan dendrologi untuk menyelidiki mangrove dieback.
Analisis mereka terhadap kayu mangrove mengungkapkan bahwa pohon yang mati menunjukkan tanda-tanda stres salinitas yang lebih besar dibandingkan dengan pohon yang hidup. Tekanan ini menunjukkan bahwa akar pohon berjuang keras mengatasi peningkatan kadar garam, yang merupakan faktor utama kematiannya.
Baca Juga: Penelitian Semakin Buktikan Peran Vital Lahan Basah Pesisir Hadapi Perubahan Iklim
Source | : | phys.org,Scientific Reports |
Penulis | : | Lastboy Tahara Sinaga |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR