Nationalgeographic.co.id - Sepanjang sejarahnya yang termasyhur, Kekaisaran Romawi telah menjadi rumah bagi sejumlah kaisar yang lekat akan kebijaksanaan dan kehebatan militernya. Di sisi lain, kekaisaran ini juga pernah dihuni para pemimpin yang dianggap bengis.
Menyelami sisi gelap sejarah Romawi, kita akan menemukan kaisar-kaisar yang masa pemerintahannya ditandai dengan tindakan-tindakan mereka yang terkenal kejam.
Kaisar Nero
Kaisar Nero, yang naik takhta Romawi pada tahun 54 Masehi di usia 16 tahun, sering dikenang sebagai salah satu tiran paling terkenal dalam sejarah.
“Pemerintahannya, yang berlangsung hingga tahun 68 Masehi, ditandai dengan serangkaian peristiwa bencana dan ekses pribadi yang telah mengukir namanya dalam sejarah keburukan,” kata Christina Athanasiou, seorang penulis sejarah dari Yunani.
Di awal kepemimpinannya, Nero tampak seperti kaisar pada umumnya. Namun, sifat-sifat gelap Nero mulai muncul ke permukaan, ketika dia mendapatkan otonomi yang lebih luas.
Kekuasaannya berangsur-angsur bergeser dari awal yang menjanjikan menjadi rezim lalim yang ditandai dengan paranoia, kekejaman, dan pemborosan.
Salah satu tindakan Nero yang paling keji adalah pembunuhan terhadap ibunya, Agrippina. Pengaruh Agrippina terhadap Nero dan keterlibatannya dalam urusan kekaisaran menyebabkan meningkatnya ketegangan di antara mereka.
Pemerintahan Nero terkenal dengan kebakaran hebat Roma pada tahun 64 Masehi. Meskipun masih belum jelas apakah Nero bertanggung jawab atas kebakaran tersebut, ia memanfaatkan bencana tersebut untuk membangun kembali Roma sesuai dengan visinya yang megah–termasuk pembangunan Rumah Emasnya yang mewah, Domus Aurea.
Nero juga terlibat dalam penganiayaan brutal terhadap orang-orang Kristen. Dia juga menggunakan mereka sebagai obor manusia di taman-tamannya–sebuah tindakan yang mengukuhkan reputasinya sebagai penguasa kejam dan tirani.
Kekuasaan Nero akhirnya berujung pada kekacauan, ditandai dengan konspirasi, pemberontakan, dan kekacauan ekonomi. Pada tahun 68 Masehi, Christina menjelaskan, dia dinyatakan sebagai musuh publik oleh Senat.
“Melarikan diri dari Roma, ia akhirnya bunuh diri, dilaporkan mengucapkan kata-kata, ‘Sungguh seorang seniman yang mati dalam diriku!’,” ungkap Christina.
Kaisar Caligula
Gaius Julius Caesar Augustus Germanicus, yang lebih dikenal sebagai Caligula, memerintah sebagai Kaisar Romawi dari tahun 37 M hingga 41 M.
Meskipun masa jabatannya singkat, pemerintahannya ditandai dengan kekejaman ekstrem, hura-hura, dan konyol.
Menurut Christiana, kenaikan Caligula ke tampuk kekuasaan pada awalnya disambut dengan penuh dukungan. Dia dianggap sebagai cahaya terang di tengah gelap.
“Di awal pemerintahannya, Caligula membuat beberapa keputusan populer, seperti menghapuskan pajak tertentu dan memberikan bonus kepada militer,” jelas Christiana.
Namun, awal yang menjanjikan dari Caligula segera berganti menjadi pemerintahan yang penuh teror. Setelah jatuh sakit parah pada tahun pertama pemerintahannya, Caligula mengalami perubahan kepribadian yang drastis.
“Dia menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan terhadap sadisme, sering kali memerintahkan eksekusi untuk pelanggaran kecil dan menikmati menyaksikan orang menderita,” jelas Christina.
Caligula juga mengubah istana kekaisaran menjadi rumah bordil. Saudara perempuannya juga turut menjadi korban kebejatannya.
Salah satu episode paling aneh dalam masa pemerintahannya adalah deklarasi perang di laut. Caligula memerintahkan tentaranya untuk menyerang ombak dengan pedang dan mengumpulkan kerang sebagai "rampasan perang", sebuah tindakan yang menunjukkan bahwa ia semakin menjauh dari realitas.
Kaisar Commodus
Commodus (memerintah tahun 180–192 Masehi) merupakan putra dari Kaisar Marcus Aurelius yang terhormat. Meskipun demikian, dia menyimpang dari teladan ayahnya.
Commodus mungkin paling terkenal karena obsesinya terhadap pertarungan gladiator, sebuah ketertarikan yang dianggap tidak pantas bagi seorang Kaisar Romawi.
“Dia sering berpartisipasi dalam pertarungan gladiator, sebuah tindakan yang tidak hanya membahayakan nyawanya tetapi juga merendahkan martabat jabatannya,” jelas Christina.
Commodus melihat dirinya sebagai reinkarnasi Hercules, sering berpakaian seperti dewa dan bertarung di arena, yang membuat para elite Romawi merasa cemas dan malu.
Pemerintahan Commodus ditandai dengan pembelanjaan negara yang boros untuk permainan, patung-patung (seringkali patung dirinya sendiri), dan tontonan publik lainnya yang dirancang untuk mengagungkan citranya.
Dia juga mengganti nama Roma menjadi 'Colonia Commodiana' (Koloni Commodus). Bahkan, bulan-bulan dalam setahun dinamai sesuai dengan berbagai gelarnya, sebagai bentuk kesombongan yang megah.
Puncak dari kesewenang-wenangan Commodus adalah pembunuhannya pada 31 Desember 192 M, sebuah tindakan yang didalangi oleh orang-orang terdekatnya, termasuk gundiknya dan Prefek Praetorian.
Kaisar Elagabalus
Elagabalus, juga dikenal sebagai Heliogabalus, adalah Kaisar Romawi yang berkuasa dari tahun 218 hingga 222 Masehi. Dia naik takhta saat berusia 14 tahun, dengan bantuan neneknya yang ambisius, Julia Maesa.
Meskipun singkat, menurut Christiana, kekuasaannya ditandai dengan keeksentrikan yang ekstrem, fanatisme agama, dan perilaku memalukan.
“Dia dilaporkan telah terlibat dalam banyak petualangan seksual dan pernikahan, baik heteroseksual maupun homoseksual, beberapa di antaranya dengan orang-orang dengan status sosial yang rendah, yang menyebabkan kemarahan di kalangan elit Romawi,” jelas Christina.
Sementara Elagabalus foya-foya, administrasi kekaisaran menderita. Pengabaian ini menyebabkan inefisiensi administratif dan berkontribusi pada ketidakpuasan yang berkembang di antara penduduk Romawi dan Pengawal Praetorian.
Pemerintahan Elagabalus berakhir dengan tiba-tiba ketika dia dibunuh oleh Pengawal Praetorian pada usia 18 tahun.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR