Nationalgeographic.co.id—Bagi sebagian kepercayaan masyarakat, daratan yang dipijak berada di atas punggung kura-kura atau penyu. Meski terdengar tidak masuk akal, keyakinan ini memiliki maksud filosofis.
Di antara berbagai mitologi dunia yang menyebutkan cangkang penyu adalah penopang kehidupan, mitologi Bali dan Amerika cukup berbeda. Di Tiongkok, penyu adalah penopang surga, sedangkan di India sebagai penopang seluruh kehidupan di dunia.
Akan tetapi, baik mitologi Amerika maupun Bali menyebut, pulau atau daratan ini berada di atas punggung penyu raksasa. Penyu raksasa ini bergerak menopang kehidupan darat di laut bak pulau penyu.
Bedawang Nala dari Mitologi Bali
Dalam mitologi Hindu Bali, meyakini bahwa ada kura-kura berapi raksasa bernama Bedawang atau disebut Bedawang Nala yang menyangga Pulau Bali. Jika kura-kura raksasa ini bergerak, daratan yang dipijak akan gempa.
Diperkirakan, istilah Bedawang Nala diadaptasi dari Vadavanala atau Vadavamukha dari mitologi Hindu di India. Di India, istilah ini sebutan untuk kepala kuda betina berapi yang tinggal di dasar laut.
Oleh masyarakat Bali, namanya diadaptasi sebagai makhluk yang tinggal di dasar laut untuk menyangga daratan.
Bedawang Nala adalah perwujudan berikutnya dari naga Antaboga. Ada banyak versi tentang naga Antaboga dalam mitologi Bali dan Jawa. Dalam pewayangan Jawa, Antagboga sudah ada sejak penciptaan dunia.
Bagi penganut Kejawen, Antaboga merupakan makhluk yang menyalurkan energi antara manusia dan Sang Maha Pencipta. Di Bali, Antaboga bertapa dan menjadi sosok Bedawang Nala yang menyangga dunia.
Akan tetapi, Bedawang Nala tidak selamanya bergerak dan menghasilkan gempa bagi kehidupan yang berada di atas cangkangnya. Dalam mitologi Bali, diyakini Bedawang Nala didampingi oleh dua naga lagi.
Sosok Bedawang Nala yang didampingi dua naga ini dapat ditemukan di berbagai pura di Bali. Kedua naga yang melilitnya, secara spiritual, dimaknai sebagai dwimanunggal elemen tanah dan air. Dengan demikian, keduanya menjadi penyeimbang dari elemen api yang dimiliki Bedawang Nala.
Beberapa ahli mitologi Bali meyakini bahwa Bedawang Nala adalah representasi dari magma di perut bumi yang menyebabkan fenomena vulkanik.
Pasalnya, Bali merupakan gugus kepulauan di Indonesia yang memiliki gunung berapi dan cukup rawan gempa.
Pulau Penyu dari Mitologi Amerika
Jauh dari Bali, mitologi Amerika juga menganggap bahwa tanah yang dipijak merupakan punggung atau cangkang kura-kura raksasa.
Kebanyakan komunitas adat di Amerika, terutama masyarakat Algonquin dan Iroquois, percaya bahwa benua Amerika Utara adalah Pulau Penyu.
Kisah ini dituturkan dalam berbagai sejarah lisan tentang seekor penyu yang menopang dunia di punggungnya.
Disebutkan dalam cerita asal-usul dunia, penyu adalah penopang kehidupan di atas laut dan menjadi simbol atas kehidupan itu sendiri. Akan tetapi, cerita lebih rincinya berbeda-beda di setiap masyarakat adat Amerika.
Misalnya, tradisi lisan Ojibwe mengisahkan Pulau Penyu berasal dari penyu yang berhasil bertahan berenang jauh dari banjir besar di Bumi. Banjir besar ini terjadi karena Sang Pencipta ingin memulai kehidupan baru yang lebih damai dari pertikaian manusia.
Roh yang menciptakan kehidupan bernama Nanabush (Nanabozo), memberikan penyu tanah di atas punggungnya. Tanah ini berasal dari kaki kecil muskrat yang nyaris berhasil berenang jauh. Dari tanah inilah, penyu menjadi pulau yang terus bergerak dan menyangga kehidupan darat.
Versi lainnya berasal dari masyarakat Iroquois. Mitologi Amerika satu ini mengatakan bahwa Pulau Penyu berasal dari Wanita Langit yang hamil dan terjatuh ke Bumi. Wanita Langit dipandu oleh burung-burung dan ditempatkan dengan aman di punggung kura-kura.
Sebagai rasa terima kasih, Wanita Langit menjadikan punggung penyu dipenuhi lumpur. Lumpur ini kemudian menjadi lahan bagi keturunan Wanita Langit.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR