Nationalgeographic.co.id—Tinju sudah ada sejak zaman kuno. Bukan seperti tinju seperi di zaman modern, aturan olahraga ini begitu mengerikan dalam sejarah Yunani kuno.
Seni tinju, di mana dua orang mengikuti kontes untuk melihat siapa yang dapat menahan pukulan paling banyak dari satu sama lain. Tinju merupakan salah satu olahraga tertua dari jenisnya dalam sejarah pertarungan.
Dalam catatan sejarah Yunani kuno, ada penemuan arkeologi yang menunjukkan bahwa orang Yunani kuno mengadakan pertandingan tinju sejak periode Minoa dan Mycenaean. Ada banyak legenda mengenai asal usul tinju di Yunani.
Salah satu kisah paling aneh menyatakan bahwa penguasa heroik, Theseus, menemukan suatu bentuk tinju di mana dua pria duduk berhadapan dan saling memukul dengan tinju hingga salah satu dari mereka terbunuh.
Namun seiring berjalannya waktu, para petinju mulai bertarung dalam posisi berdiri, seperti yang sering kita lihat pada tembikar Yunani Kuno.
Aturan tinju pada masa-masa awal sangat kejam. Tidak ada aturan Marquess of Queensberry, yang membentuk dasar tinju modern saat ini.
Tidak ada kategori bobot, tidak ada ronde dengan jeda perantara, tidak ada poin atau kemenangan atau kekalahan poin, tidak ada gangguan ketika para petarung mulai kehabisan darah.
Mereka melakukan tinju dengan tangan telanjang, tidak ada sarung tangan, dan hakim menegakkan peraturan dengan memukul pelanggar dengan tongkat atau cambuk.
Pemenangnya hanyalah petinju yang mengalahkan lawannya atau memaksanya meninggalkan pertandingan.
Dalam kasus pertandingan dengan durasi yang sangat lama tanpa pemenang yang jelas, aturan 'skala' yang brutal diterapkan dengan persetujuan kedua lawan.
'Skala' ini mirip dengan adu penalti modern dalam sepak bola. Masing-masing dari dua lawannya tetap diam dan menerima pukulan di wajahnya tanpa melakukan gerakan apa pun untuk menghindarinya.
Urutan pukulan ini ditentukan melalui undian dan pemenangnya adalah orang yang tetap berdiri. Ada kasus di mana petinju terbunuh selama “skala” setelah menerima pukulan mematikan.
Source | : | Greek Reporter |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR