Nationalgeographic.co.id—Mikroplastik ada dimana-mana, di lingkungan dan di tubuh kita. Penumpukan partikel plastik kecil di pembuluh darah dikaitkan dengan risiko serangan jantung, stroke, dan kematian yang lebih besar. Hal ini diungkapkan lewat sebuah sebuah studi baru.
Ketika plak menumpuk di arteri, dinding pembuluh darah yang lebih tebal mengurangi aliran darah ke bagian tubuh. Hal ini meningkatkan risiko stroke, angina, dan serangan jantung. Penyakit ini disebut aterosklerosis
Plak biasanya merupakan campuran kolesterol, zat lemak, limbah sel, kalsium, dan protein pembekuan darah (fibrin).
Sebuah studi mengamati sekitar 300 orang penderita aterosklerosis. Mereka juga memiliki partikel plastik kecil—mikroplastik dan nanoplastik—yang tertanam dalam plak di arteri karotis. Arteri karotis adalah pembuluh darah utama di leher yang mengalirkan darah ke otak.
Orang-orang dengan plak yang mengandung plastik empat kali lebih mungkin terkena serangan jantung atau stroke. Mereka juga lebih berisko meninggal karena sebab apa pun selama 3 tahun ke depan. Hal ini diungkap dalam penelitian yang diterbitkan pada 7 Maret di New England Journal of Medicine.
Para peneliti telah lama mengetahui bahwa bahan kimia dalam plastik dapat terlarut. Bahan kimia tersebut menyebabkan masalah kesehatan, seperti mengganggu hormon atau bagian lain dari sistem endokrin.
“Tetapi ini adalah pertama kalinya kami melihat dampak kesehatan manusia yang disebabkan oleh partikel itu sendiri,” kata Philip Landrigan, seorang dokter anak dan ahli epidemiologi kesehatan masyarakat di Boston College.
Meski tidak terlibat dalam penelitian, Landrigan menghabiskan sebagian besar kariernya untuk mempelajari dampak bahan kimia beracun terhadap kesehatan manusia. Landrigan juga membantu memelopori penelitian keracunan timbal yang menyebabkan pemerintah AS menghilangkan timbal dari bensin dan cat.
“Kita menyadari bahwa partikel-partikel itu ada di sana, tetapi kita tidak tahu apa-apa tentang apa yang partikel itu lakukan. Makalah ini mengubah hal itu.” Landrigan berharap penelitian ini akan memacu lebih banyak penelitian mengenai organ lain yang mungkin rusak akibat plastik. Seperti otak, ginjal, dan organ reproduksi.
Giuseppe Paolisso merupakan ahli jantung di Universitas Campania Luigi Vanvitelli dan salah satu penulis penelitian tersebut. Ia mengatakan tim peneliti tidak dapat menentukan bagaimana plastik kecil itu bisa masuk ke pembuluh darah. Mikroplastik dapat masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara, termasuk menghirupnya dari udara dan mengonsumsinya melalui makanan dan air.
“Data dari penelitian dapat menjadi peringatan bahwa kita harus mencoba mengurangi penggunaan plastik dan menggunakan lebih banyak kaca,” kata Paolisso.
Sejumlah besar penelitian menunjukkan bahwa partikel mikroplastik dan nanoplastik ada di manapun di dalam tubuh, ungkap Kenneth Spaeth. Spaeth adalah seorang dokter kedokteran kerja di Northwell Health di New York yang tidak terlibat dalam penelitian ini.
“Mengingat komposisi partikel-partikel ini, sudah lama diduga bahwa plastik berperan dalam memengaruhi kesehatan.” Oleh karena itu, temuan ini tidak terlalu mengejutkan, katanya, namun penting.
Sebagian besar data terkini yang dimiliki para ilmuwan mengenai efek mikroplastik dan nanoplastik dalam tubuh berasal dari penelitian pada hewan, kata Aaron Aday, ahli jantung dan spesialis kedokteran vaskular di Vanderbilt University.
“Kami tahu mikroplastik dan nanoplastik ini dapat masuk ke aliran darah dan organ tertentu. Namun penelitian ini merupakan lompatan besar dalam hal menemukan mikroplastik dan nanoplastik dalam plak pada individu yang memiliki penyakit signifikan,” katanya. “Ini tentu saja merupakan studi penting dalam menghubungkannya dengan penyakit manusia.”
Menghubungkan mikroplastik dengan penyakit jantung
Penelitian ini melibatkan 304 orang dewasa yang menjalani operasi endarterektomi karotis. Pada operasi itu, ahli bedah membersihkan plak yang menumpuk di arteri karotis. Penumpukan plak di arteri ini dapat meningkatkan risiko stroke. Hal ini terjadi ketika sepotong plak pecah dan menyumbat arteri yang lebih kecil sehingga menghambat aliran darah.
Setelah menghilangkan plak, para peneliti menganalisisnya untuk mencari plastik. Mereka tidak membedakan antara berapa banyak partikel mikroplastik versus nanoplastik yang ditemukan di dalam plak. Mikroplastik berukuran sama seperti sebutir beras. Sedangkan nanoplastik sekitar sepersepuluh diameter rambut manusia.
Mereka mengidentifikasi polietilena, plastik yang paling banyak diproduksi di dunia, pada 58 persen pasien. Mereka menemukan polivinil klorida—lebih dikenal sebagai PVC—pada 12 persen pasien.
Ketika mengamati partikel plastik kecil di bawah mikroskop elektron, mereka menemukan partikel asing di dalam makrofag di dalam plak. Partikel itu memiliki tepi bergerigi. Makrofag adalah sel darah putih yang mengelilingi dan membunuh mikroorganisme dan benda asing lainnya dengan mengonsumsinya.
Para peneliti kemudian mengamati 257 pasien selama antara dua dan tiga tahun. Mereka mencari berapa banyak pasien mengalami serangan jantung, stroke, atau meninggal karena sebab apa pun. Pasien yang plaknya mengandung mikroplastik dan nanoplastik memiliki kemungkinan 4,5 kali lebih besar terkena serangan jantung. Juga stroke, atau kematian dalam beberapa tahun ke depan.
Para peneliti tidak dapat mengatakan apakah atau bagaimana mikro dan nanoplastik berkontribusi terhadap serangan jantung atau stroke. Namun kemungkinan partikel kecil menyebabkan peradangan ketika makrofag berkumpul untuk membersihkan tubuh dari partikel asing, kata Paolisso. Ketika peradangan pada plak meningkat, potongan-potongan plak mungkin lebih mudah pecah dan memasuki aliran darah.
Hipotesis peradangan ini masuk akal. Pasalnya, makrofag berkontribusi terhadap perkembangan plak dan peradangan penting dalam penyakit kardiovaskular, kata Aday.
“Jika partikel-partikel ini menyebabkan lebih banyak peradangan pada plak, mungkin plak tersebut lebih rentan menyebabkan masalah di masa depan,” katanya. Namun masih terlalu dini untuk mengatakan dengan pasti apakah hal tersebut benar-benar terjadi.
Juga tidak jelas seberapa besar kerugian yang mungkin timbul dari bahan kimia dalam plastik dibandingkan partikel fisiknya. Berbagai jenis bahan kimia yang terkandung dalam plastik ini, termasuk pengganggu endokrin dan pemicu peradangan, kata Spaeth.
Mengingat banyaknya bahan kimia yang berpotensi beracun dalam plastik, hal tersebut dapat menimbulkan sejumlah dampak pada tubuh kita.
Meskipun individu tidak dapat berbuat banyak untuk mengendalikan paparan plastik, mereka dapat menerapkan kebiasaan gaya hidup yang diketahui dapat mengurangi risiko kardiovaskular. Misalnya aktivitas fisik secara teratur, pola makan sehat, dan tidak merokok.
Tidak jelas seberapa besar kontribusi polutan lingkungan terhadap penyakit kardiovaskular dan penyakit lainnya secara keseluruhan. “Namun hal-hal seperti pola makan, olahraga, dan gaya hidup mungkin memiliki dampak yang lebih besar alih-alih mengkhawatirkan soal botol plastik,” kata Spaeth.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
KOMENTAR