Nationalgeographic.co.id—Anda mungkin tidak ingin membaca tentang makhluk menakutkan ini jika Anda menderita ofidiofobia (fobia ular). Atau bahkan jika Anda akan memulai perjalanan ke alam. Titanoboa pernah menjadi ular terbesar dalam sejarah dunia. Fosilnya yang ditemukan di Kolombia mengungkapkan bahwa ia hidup pada zaman Paleosen sekitar 60 juta tahun yang lalu.
Konon cengkeramannya dapat menghancurkan tulang. Meski titanoboa sudah punah, namun membayangkannya merayap di belantara hutan Amerika Selatan bisa membuat orang bergidik.
Sejauh ini, negara Kolombia di Amerika Selatan memiliki satu-satunya fosil ular raksasa yang diketahui. Melalui sedikit sisa-sisa inilah ahli paleontologi dapat memperkirakan ukuran makhluk prasejarah ini. Perkiraan ini kemudian digunakan untuk membuat model Titanoboa seukuran aslinya. Replika itu kemudian dipamerkan pada tahun 2012 di Grand Central Terminal Kota New York sebagai promosi film Titanoboa: Monster Snake.
Titanoboa: boa di zaman purbakala
Titanoboa diketahui telah ada pada masa Paleosen. Ahli paleontologi memperkirakan bahwa Titanoboa bisa mencapai panjang antara kira-kira 12,8 hingga 14,9 meter dan beratnya mencapai 1.134 kg. Selain itu, bagian tubuh ular yang paling tebal diperkirakan memiliki diameter kurang lebih 0,9 meter.
Sebagai perbandingan, anaconda, salah satu ular terbesar saat ini, panjangnya bisa melebihi 6,1 meter dan berat lebih dari 227 kg. “Titanoboa jelas berukuran raksasa jika dibandingkan ular terbesar di zaman modern,” tulis Wu Mingren di laman Ancient Origins.
Tapi itu bukan satu-satunya ular raksasa di dunia. Beberapa juta tahun kemudian, sekitar 40 hingga 38 juta tahun yang lalu, Gigantophis ada di tempat yang sekarang disebut Afrika Utara. Panjang mencapai sekitar sekitar 10 meter.
Ada penjelasan ilmiah mengenai ukuran raksasa Titanoboa. Suhu yang lebih hangat selama zaman Paleosen akan memberikan kondisi yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan perkembangan reptilia.
Reptil bersifat ektotermik, artinya mereka mengandalkan sumber panas eksternal untuk mengatur suhu tubuhnya. Iklim yang lebih hangat memungkinkan reptil memetabolisme makanan dengan lebih efisien. Juga memfasilitasi pertumbuhan yang cepat dan berpotensi menghasilkan ukuran tubuh yang lebih besar.
Selain itu, suhu yang lebih hangat mungkin telah memperpanjang masa aktif reptil. Hal ini akhirnya meningkatkan peluang mencari makan, yang dapat berkontribusi pada ukuran keseluruhan mereka.
Anaconda saat ini adalah makhluk semiakuatik yang mampu menahan napas di bawah air selama 45 menit. “Sedangkan titanoboa diyakini adalah ular yang hidup di darat, mirip dengan ular boa modern,” tambah Mingren. Meskipun mungkin tinggal di dekat sumber air, seperti sungai dan rawa, kemungkinan besar mereka berburu dan berkeliaran terutama di darat.
Para ilmuwan percaya bahwa TItanoboa adalah predator yang tangguh. Namun alih-alih mengandalkan racunnya yang berbisa, ular raksasa ini menggunakan kekuatan luar biasa untuk menghabisi nyawa para korbannya. Mangsanya termasuk penyu raksasa dan buaya. Hal ini mengingatkan kita pada anaconda zaman modern yang juga memanfaatkan kekuatannya untuk mendapatkan mangsa.
Titanoboa: menggali rahasia kuno Kolombia
Penemuan Titanoboa dilakukan pada dekade pertama abad ke-21 di Cerrejon, sebuah tambang batu bara di bagian utara Kolombia. Pada tahun 2009, penemuan itu diberi nama Titanoboa cerrejonensis, yang berarti Titanoboa dari Cerrejon.
Pada tahun 1994, ahli geologi Kolombia Henry Garcia menemukan fosil asing yang ia beri label cabang yang membatu. Setelah itu, ia menempatkan fosil temuannya di salah satu etalase perusahaan batu bara.
Ketika mahasiswa geologi sarjana Kolombia bernama Fabiany Herrera berada di Cerrejon tahun 2003, ia menemukan sisa-sisa tumbuhan yang membatu. Karena kawasan tersebut belum pernah dieksplorasi sebelumnya oleh ahli paleontologi, ekspedisi pun segera dilakukan. Salah satu peneliti yang diundang untuk mengikuti ekspedisi tersebut adalah Scott Wing. Ia adalah kurator fosil tumbuhan di Museum Nasional Sejarah Alam Smithsonian.
Wing-lah yang menyadari bahwa fosil Garcia bukan berasal dari tumbuhan. Dia mengirimkan fotonya ke ahli lain, ahli paleontologi Universitas Florida Jonathan Bloch. Bloch mengidentifikasi fosil tersebut sebagai tulang rahang hewan darat.
Temuan itu menjadi berita yang menggembirakan. Pasalnya, fosil vertebrata darat dari zaman Paleosen belum pernah ditemukan di wilayah Amerika Selatan sebelumnya. Para peneliti berhipotesis bahwa lebih banyak fosil hewan serupa dapat ditemukan di situs tersebut. Dan hal ini terbukti benar. Pelestariannya sebagian besar disebabkan oleh perairan rawa yang mereka tinggali, yang memfasilitasi proses fosilisasi yang luar biasa.
Mengidentifikasi ular monster Titanoboa
Baru pada tahun 2007 tulang belakang Titanoboa diidentifikasi saat pemeriksaan kiriman bertanda “buaya”. Penemuan ini mendorong ekspedisi baru untuk mencari lebih banyak tulang belakang. Akhirnya, ahli paleontologi mengumpulkan 100 tulang ular dari 28 individu, memungkinkan mereka memperkirakan ukuran ular prasejarah tersebut.
Pada tahun 2012, penemuan penting lainnya tentang Titanoboa terjadi ketika ahli paleontologi menemukan tengkorak ular. Penemuan seperti itu sangat jarang terjadi, karena tengkorak ular sangat rapuh dan biasanya hancur setelah hewan tersebut mati.
Salah satu keistimewaan tengkorak ini adalah giginya yang rapat, bahkan lebih banyak daripada ular boa modern. Hal ini menyebabkan para ahli berspekulasi bahwa Titanoboa adalah pemakan ikan khusus. Meski begitu, mengingat ukurannya, Titanoboa bisa dengan mudah memangsa penyu dan buaya prasejarah. “Keduanya hidup di habitat yang sama dengan ular ini,” ungkap Mingren.
Cerita rakyat asli Amazon memasukkan gambaran makhluk mirip ular raksasa yang berkeliaran di sungai dan saluran airnya. Seperti di Yacumama, Boitata, dan Cobra Grande. Namun Titanoboa hanya diketahui dari catatan fosil. Dan tidak ada indikasi bahwa spesies serupa ada di wilayah tersebut di ekosistem Amazon saat ini. Namun demikian, beberapa orang percaya bahwa Titanoboa masih bertahan hidup jauh di dalam Amazon.
Mengintip Inisiatif 'Blue Carbon' Terbesar di Dunia dari Negara Termiskin di Asia
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR