Dengan demikian, kedua teori ini memberikan wawasan berbeda tentang praktik pengorbanan, masing-masing dengan kekuatan dan keterbatasannya sendiri. Pengorbanan sebagai hadiah atau sebagai persekutuan, kedua konsep ini telah membentuk pemahaman kita tentang ritual kuno ini.
Kompleksitas Simbolis dan Praktis dari Pengorbanan
Sir James George Frazer, antropolog Inggris, dalam The Golden Bough menggambarkan pengorbanan sebagai praktik magis yang meremajakan dewa melalui ritual pembunuhan.
Konsep ini berkaitan dengan pemimpin suku yang memiliki 'mana' atau kekuatan suci. Ketika pemimpin melemah, ia digantikan untuk mempertahankan kesejahteraan suku. Dalam konteks ini, pengorbanan berfungsi sebagai metode pembaruan dan penebusan.
Sementara itu, Henri Hubert dan Marcel Mauss, melalui studi mereka tentang pengorbanan Hindu dan Ibrani, menekankan bahwa pengorbanan mengubah kondisi moral pelaku atau objek yang dikhususkan. Kedua sosiolog Prancis tersebut setuju dengan Smith bahwa pengorbanan menciptakan jembatan antara dunia suci dan profan (tidak suci), terutama melalui partisipasi dalam makanan suci.
Mauss juga memperluas konsep pengorbanan sebagai hadiah, mengacu pada prinsip timbal balik yang terkandung dalam rumus Latin 'do ut des' atau dalam Veda, yang menyiratkan pertukaran antara manusia dan dewa.
Menurut Mauss, hadiah tidak hanya merupakan objek tetapi juga bagian dari diri pemberi, menciptakan ikatan kuat dan aliran kekuatan dua arah antara pemberi dan penerima.
Gerardus van der Leeuw yang merupakan sejarawan agama asal Belanda mengambil langkah lebih lanjut. Dia menginterpretasikan pengorbanan sebagai pembukaan sumber hadiah yang diberkati, bukan sekadar pertukaran atau penghormatan. Baginya, kekuatan pengorbanan terletak pada hadiah itu sendiri, bukan pada dewa atau pemberi.
Dengan demikian, pandangan Frazer, Hubert, Mauss, dan van der Leeuw memberikan perspektif yang beragam namun saling melengkapi tentang pengorbanan, dari pembaruan magis hingga ikatan sosial dan spiritual yang kompleks. Pengorbanan, dalam berbagai bentuknya, adalah tindakan yang kaya dengan makna simbolis dan praktis.
Pengorbanan Sebagai Evolusi Budaya
Para antropolog Jerman memberikan pandangan bahwa sejarah manusia dapat dipahami sebagai rangkaian fase budaya yang saling terkait. Leo Frobenius memperkenalkan konsep Kulturkreislehre, yang membedakan antara fase kreatif suatu budaya—di mana ide-ide baru muncul—dan fase aplikasi, di mana makna ide-ide tersebut mulai memudar.
Baca Juga: Di Sejarah Aztec, Pengorbanan Manusia Cegah Kegelapan dan Akhir Dunia
KOMENTAR