Ironisnya, perang itu menjadi awal dari perang Ottoman-Persia yang berlangsung selama 41 tahun berikutnya. Perang tersebut memakan korban ribuan jiwa di kedua sisi. Namun, pertempuran tersebut tetap menjadi kunci kemenangan bagi Ottoman.
Mereka berhasil mencaplok Irak Utara dan Anatolia Timur dari Kekaisaran Safawi. Selim menggabungkan wilayah tersebut ke dalam Kekaisaran Ottoman yang terus berkembang.
Perang Ottoman-Persia adalah pertempuran yang tidak biasa di mana Selim sebenarnya memiliki kekuatan yang lebih besar. Diperkirakan ia memiliki sekitar 60.000 hingga 100.000 tentara, sedangkan Safawi memiliki antara 40.000 hingga 80.000 tentara.
Meskipun Shah Ismail tidak terbunuh di Chaldiran, dia terluka saat bertempur. Kehilangan wilayah sangat memengaruhinya sehingga dia pun depresi dan mulai meminum alkohol dalam jumlah banyak. Shah Ismail menjadi seorang pertapa, sebelum meninggal pada tahun 1524.
Perang Ottoman-Mamluk (1516-1517)
Agenda Selim berikutnya adalah Kesultanan Mamluk Mesir. Ia mengalahkan mereka dalam Pertempuran Marj Dabiq (kira-kira 40 km utara Aleppo, Suriah modern) pada tanggal 24 Agustus 1516. Kemenangan tersebut sekali lagi merupakan kemenangan Ottoman yang signifikan. Pasalnya, pertempuran itu membuka pintu bagi penaklukan Ottoman atas Mesir.
Pasukan Selim yang berkekuatan 60.000 orang telah berhadapan dengan pasukan Mesir dalam jumlah yang sama. Sekali lagi sang penguasa membuktikan bahwa dia lebih cerdas dari para pemimpin militer lainnya, sehingga membawa Ottoman meraih kemenangan.
Kemenangan penting berikutnya dalam perang Ottoman-Mamluk terjadi 5 bulan kemudian, di Pertempuran Ridanieh pada tanggal 22 Januari 1517. Kedua belah pihak memiliki kekuatan yang terdiri dari sekitar 20.000 orang. Tetapi sekali lagi ini merupakan kemenangan penting bagi Selim. “Mamluk dikalahkan, sementara pasukan Ottoman bergerak menuju Kairo,” tambah Ollivier.
Pemimpin Mamluk, Turman Bay II, adalah Sultan Mamluk terakhir. Dia dibunuh. Konon ada dua teori setelah kematiannya. Salah satu teori menyatakan bahwa dia dipenggal dan kepalanya yang terpenggal dipajang di atas sebuah gerbang di Kairo.
Teori lain menyebutkan bahwa ia dibunuh dengan cara digantung di pintu gerbang dan dipajang selama 3 hari sebelum dikuburkan. Apa pun yang terjadi, tidak sulit untuk memahami mengapa Selim mempunyai reputasi sebagai orang yang bengis.
Kemenangan di Ridanieh juga penting bagi Kesultanan Ottoman dalam hal lain. Mereka kini menguasai dua kota suci umat Islam, Makkah dan Madinah—sebuah kemenangan besar bagi Kekaisaran Ottoman.
Kematian dan warisan Selim
Meskipun masa pemerintahan Selim singkat, pemerintahannya penuh aksi dari awal hingga akhir. Selim meninggal pada tanggal 22 September 1520, di usia 49 tahun. Ada berbagai teori tentang bagaimana dia meninggal, termasuk diracuni oleh dokter, kanker, dan bahkan wabah penyakit (ada wabah penyakit pada tahun 1520-an di Kekaisaran Ottoman).
Selim sangat terkenal dengan warisan yang ditinggalkannya. Kekaisaran Ottoman yang ia rebut benar-benar berbeda dengan kekaisaran yang ia wariskan kepada putra dan penerusnya, Sultan Suleiman I. Selim menaklukkan wilayah dari Irak hingga Mesir dan menjadikan Kekaisaran Ottoman sebagai pemain global utama di dunia modern awal.
Sifat bengisnya pun sering dilontarkan sebagai kutukan. Ada sebuah kutukan Ottoman yang populer pada saat itu adalah “semoga Anda menjadi salah satu wazir Sultan Selim.” Hal itu merujuk pada berapa banyak orang yang telah dia bunuh atas perintahnya, sebagian besar karena temperamen yang berapi-api.
Namun demikian, Selim jelas merupakan salah satu penguasa paling terkenal dalam sejarah Ottoman. Pencapaiannya dalam waktu 8 tahun sungguh luar biasa. Selain itu, sangat kecil kemungkinan Suleiman akan berhasil sebanyak yang ia raih jika bukan karena pencapaian sang ayah. Untuk menghormati jasa-jasa Selim, Suleiman meresmikan Masjid Yavuz Selim di Istanbul—tempat Selim dimakamkan hingga hari ini.
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR