“Saat arus piroklastik menghantam dinding, dinding tersebut akan hancur total atau mengakibatkan dinding terguling atau roboh,” kata Sparice. “Di sini, bukan itu masalahnya.”
Dengan merekonstruksi kejadian, tampak bahwa tembok berat yang menewaskan para pria tersebut mula-mula tergeser secara horizontal akibat aktivitas seismik. Lalu kemudian runtuh menimpa para korban dan menghancurkan mereka.
Petunjuk lainnya, tembok yang runtuh itu ditutupi lapisan batu apung lapili. Artinya, tembok tersebut roboh sedangkan batuan ringan masih turun hujan
Perkiraan waktu runtuhnya tembok ini sangat sesuai dengan deskripsi Pliny tentang guncangan terburuk saat fajar pada hari kedua. Gempa terjadi pada akhir fase letusan pertama, ketika puing-puing ringan masih berjatuhan.
Gempa itu terjadi setidaknya 30 menit sebelum datangnya aliran piroklastik. Artinya kedua kematian tersebut disebabkan oleh gempa bumi, bukan gunung berapi.
“Ini pertama kalinya kami menemukan keruntuhan bangunan yang dapat kami kaitkan dengan gempa bumi,” kata Sparice. Timnya sudah mencari lebih banyak petunjuk mengenai kerusakan akibat gempa di reruntuhan bersejarah Pompeii.
Penemuan ini memunculkan hipotesis baru tentang nasib 2.000 korban di Pompeii. Sejumlah orang mungkin selamat dari fase awal “Plinian”.
Saat itu Vesuvius meledakkan puncaknya dan menghujani puing-puing ke kota di bawahnya. Namun peluang mereka untuk melarikan diri dari kota sebelum datangnya aliran piroklastik yang mematikan itu terhalang oleh gempa bumi besar. Gempa itu kemungkinan besar merobohkan banyak bangunan di Pompeii.
Source | : | History |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR