Peradaban Maya sangat luas, mencakup Semenanjung Yucatan, sebagian Meksiko, Guatemala, Belize, bagian barat Honduras, dan El Salvador modern. Kehidupan peradaban kuno ini ditopang kepesatan pertanian yang memajukan peradaban ini di berbagai kota-kota besar. Kota-kotanya pun dibangun karena kepesatan penduduk.
Kemakmuran pertanian menghadirkan agama yang mereka sembah. Pengorbanan manusia dilakukan sebagai ritual agar dewa, atau penjaga alam, tetap menjaga kemakmuran pertanian Peradaban Maya.
Peradaban Maya runtuh pada 900 M. Kekeringan menyebabkan setiap kelompok masyarakat di dalamnya bersaing untuk mendapatkan sumber daya tersisa. Akibatnya, Peradaban Maya mengalami konflik sesamanya. Belum lagi, datangnya bangsa-bangsa asing dari utara, yang mempercepat kejatuhan mereka.
Peradaban Khmer
Asia Tenggara tidak luput dari krisis yang dipicu perubahan iklim di masa lampau. Meski berada di alam tropis, peradaban semakmur apa pun dapat runtuh ketika ketidakseimbangan alam terjadi. Peradaban Khmer di Kamboja modern adalah contohnya.
Peradaban kuno Khmer (802–1431) punya kota besar bernama Angkor, yang kini jejak arkeologisnya menjadi wisata sejarah Angkor Wat. Kota ini dibangun sekitar 1100 dan 1200. Tata perkotaannya sangat rumit, dengan kuil-kuil berarsitektur tinggi, dan sistem pengairannya yang berasal dari jaringan air dari waduk besar.
Pada abad ke-14, Peradaban Khmer dilanda cuaca ekstrem yang dipicu oleh perubahan iklim. Awalnya, cuaca bisa diprediksi guna menghidupi kebutuhan air bersih, pertanian, dan perdagangan kota. Kemudian hujan ekstrem turun di Angkor yang menyebabkan banjir parah.
Cuaca ekstrem diikuti dengan kekeringan tiba-tiba datang yang menurutkan waduk dan sistem perairan kota Angkor. Dampaknya adalah produksi pangan dan krisis air yang menyebabkan penurunan populasi kota. Pada gilirannya pada abad ke-15, Kekaisaran Khmer runtuh akibat keruntuhan ekologis, serangan kerajaan Ayyuthayya, dan wabah.
Peradaban Timur Tengah kuno
Peradaban Sungai Nil membentuk Kerajaan Lama Mesir yang kerap membangun banyak piramida. Sejak awal terbentuknya, Peradaban Mesir mengandalkan Sungai Nil sebagai sumber pengairan kehidupan di tepinya sampai ke muara dekat Laut Mediterania di utara.
Sampai akhirnya pada 4.200 tahun yang silam, perubahan iklim regional menyulitkan kehidupan pertanian Peradaban Mesir. Dampaknya menyeluruh di sekitar Afrika Utara. Kesulitan pertanian ini termaktub dalam catatan-catatan era Kerajaan Lama Mesir kuno.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR