Baca Juga: Singkap Peradaban-Peradaban Kuno yang Berakhir Secara Misterius
Pola perubahan iklim ini berlanjut setidaknya sampai sekitar 1200 SM, dengan dampaknya yang memengaruhi kehidupan peradaban Timur Tengah kuno, seperti Mesopotamia dan Hittie di Turki.
Perubahan iklim Zaman Perunggu di Timur Tengah menyebabkan kekeringan, sehingga pelbagai peradaban kuno saling berebut sumber daya. Kejatuhan Zaman Perunggu ini mendatangkan periode Zaman Besi dengan kebangkitan Kekaisaran Assyria Baru dari Persia.
Kehidupan Rapa Nui yang hilang secara misterius
Rapa Nui, atau Pulau Paskah, adalah pulau terpencil yang menjadi akhir dari kisah migrasi manusia di Samudra Pasifik. Pulau ini dihuni oleh masyarakat peradaban kuno Polinesia pertama kali sekitar 800 M.
Penduduk Rapa Nui pun meningkat dengan menghadirkan berbagai kecanggihan peradaban kuno yang masih tersisa, Moai. Para sejarawan memperkirakan, pembangunan patung-patung Moai ini melibatkan kayu, sehingga banyak pohon yang ditebang.
Krisis ekologi pun menerpa pulau terpencil di Pasifik ini pada 1300. Kala itu, perubahan iklim terjadi di berbagai tempat di bumi dengan jangka waktu yang lebih pendek, disebut sebagai Zaman Es Kecil.
Perubahan iklim ini menyebabkan kekeringan yang berkepanjangan, sehingga mengurangi kesuburan tanah yang seharusnya dapat menumbuhkan tumbuhan. Berkurangnya kesuburan tanah juga dipicu dari pertanian masif yang berlangsung sebelumnya.
Akhirnya, keruntuhan pertanian melanda Peradaban Rapa Nui, dilanjutkan dengan kelaparan berkepanjangan. Peradaban ini akhirnya runtuh pada akhir abad ke-18.
Belajar dari hancurnya peradaban kuno akibat perubahan iklim
Kehancuran peradaban kuno ini disebabkan perubahan iklim yang terjadi secara alami dalam lingkup kawasan yang kecil. Beberapa masyarakat dari peradaban tersebut mungkin selamat dengan bermigrasi ke tempat yang layak untuk menopang kehidupan, dan kawasannya berganti dengan kekuasaan yang dapat bertahan hidup.
Akan tetapi, perubahan iklim yang sedang dihadapi pada era modern terjadi akibat ulah manusia sendiri. Kita telah mengubah bentang alam, mengubah susunan alami di atmosfer maupun di permukaan bumi, memusnahkan spesies yang punya peran penting dalam ekosistem iklim, serta meningkatkan suhu global.
Baca Juga: Tak Ada Musik di Planet yang Mati!
Para ahli geologi memang menyebutkan bahwa perubahan iklim di depan mata memang tengah berlangsung secara alami. Namun, para ahli lingkungan menambahkan, perilaku manusia justru mempercepat kedatangan perubahan iklim yang seharusnya masih lama dari yang kita duga.
Dampak perubahan iklim ini sangat luas dengan krisis ekologi yang tengah berlangsung di mana-mana, termasuk Antarktika yang terpencil sekalipun. Peradaban manusia hari ini harus belajar dari peradaban yang telah berlalu sebagai mitigasi dan menyiapkan ancaman ini. Di satu sisi, peradaban manusia modern harus mengembalikan tatanan alam yang telah dirusak, demi meminimalisasi dampak apokaliptik yang terjadi di masa depan.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR