“Syarikat Islam muncul juga sebagai respons positif terhadap unifikasi ini,” lanjutnnya.
Pengibaran bendera Turki Ottoman pada Kongres Nasional Sarikat Islam di Bandung pada tahun 1916 sebagai simbol solidaritas di antara umat Islam dan penentangan terhadap kolonialisme menunjukkan hal ini.
“Khalifah Utsmani menyerukan jihad atas nama Khalifah kepada semua umat Islam, termasuk Nusantara yang dikenal sebagai Jawa,” pungkasnnya.
Jawa dan Kekaisaran Ottoman (Kesultanan Utsmaniyah)
Hubungan antara Kesultanan Utsmaniyah dan Nusantara bermula dari kepentingan dan kekhawatiran kerajaan-kerajaan di Nusantara terhadap kedaulatan mereka yang terus-menerus terancam oleh musuh kuat.
Pada masa itu, intelijen dan teknologi canggih membuat Portugis sulit dihadapi. Portugis, penguasa lautan yang hampir tak terkalahkan pada masa itu, sangat dominan dalam kekuatan militer.
Kesultanan Utsmaniyah, terutama pada abad ke-14, dengan kekuatan militernya yang dominan, mampu mengontrol wilayah luas, menjalin hubungan diplomatik dengan berbagai bangsa, dan mengumpulkan pasukan untuk pertempuran mereka.
Di Timur, khususnya, mereka mendekati masyarakat setempat dan mengundang mereka untuk membangun aliansi kuat dalam menghadapi perang.
Pasukan Turki berhasil menembus penjajah Portugis di seluruh Nusantara, mulai dari Aceh, Selat Malaka, Jawa, Kerajaan Mataram, Kesultanan Bone, hingga Kepulauan Buru.
Pasukan Turki datang ke Nusantara juga dengan tujuan berdakwah dan membangun persaudaraan di antara umat Islam.
Beberapa pujangga pada era pasca-dinasti Mataram menggambarkan hubungan erat antara Turki Utsmani dan Jawa yang turut membentuk keagungan Nusantara.
Sayangnya, fakta historis dan budaya ini jarang diangkat karena pemikiran para sejarawan sekuler yang mendominasi sejak awal.
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR