Nationalgeographic.co.id—Percobaan bunuh diri merupakan tindakan seseorang untuk mengakhiri hidupnya sendiri.
Peneliti Ahli Muda di Pusat Riset Biomedis Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Abdul Hadi Furqoni, mengungkapkan bahwa beberapa gen ternyata dapat memicu kecenderungan bunuh diri.
Meski demikian, orang yang memiliki kecenderungan positif pada gen-gen berikut ini tidak serta-merta berarti akan melakukan bunuh diri.
“Gen-gen ini dapat memengaruhi gangguan psikologis dan emosional, namun tidak secara langsung menyebabkan bunuh diri,” kata Abdul Hadi seperti diberitakan laman BRIN.
Dalam webinar bertajuk "Fenomena Banyaknya Kasus Bunuh Diri pada Usia Produktif, Apa yang Terjadi?" yang diselenggarakan pada Kamis (25/7/2024), Abdul merinci apa aja gen yang dia maksud.
Gen-gen tersebut meliputi:
1. Gen TPH-1 (kromosom 11): Mengatur sistem serotonergik dan sintesis serotonin. Sering ditemukan pada individu di Afrika, Amerika, Spanyol, dan Cina.
2. Gen 5-HTT (kromosom 17): Mengatur aktivitas serotonin di sinapsis dan memengaruhi gangguan emosi serta risiko bunuh diri.
3. Gen COMT (kromosom 22): Mengkode enzim untuk katabolisme dopamin dan noradrenalin, terkait dengan kecenderungan kekerasan dan risiko bunuh diri.
4. Gen CRHBP (kromosom 5): Terlibat dalam regulasi sumbu HPA dan kecenderungan bunuh diri pada penderita skizofrenia.
5. Gen FKBP5 (kromosom 5): Mengatur glukokortikoid selama stres, terkait dengan gangguan mental pascatrauma dan bunuh diri.
Baca Juga: Sejarah Dunia: Benarkah Marilyn Monroe Tewas Usai Memanipulasi Dokter?
6. Gen BDNF (kromosom 11): Berperan dalam fungsi otak dan plastisitas sinaptik, terkait dengan gangguan depresi mayor dan kecenderungan bunuh diri.
"Penelitian menunjukkan bahwa gen-gen ini memengaruhi risiko bunuh diri melalui regulasi neurotransmitter, hormon, dan respons stres. Identifikasi genetik dapat membantu mendeteksi risiko dan mengembangkan strategi pencegahan serta pengobatan yang lebih efektif," jelas Abdul.
Dia menambahkan, proses identifikasi genetik melibatkan pengumpulan DNA dari inti sel dan mitokondria. Pengumpulan sampel dapat dilakukan dari gigi, tulang, darah, saliva, cairan sperma, dan akar rambut.
“Penting untuk menghindari kontaminasi, melakukan labelling, dan penyimpanan sampel dengan benar. Metode ekstraksi DNA dapat menggunakan kit atau metode organik,” terangnya.
“Kuantifikasi DNA penting untuk memastikan kadar dan kemurnian DNA, sehingga amplifikasi PCR dapat dilakukan dengan hasil maksimal,” imbuhnya lagi.
Lebih lanjut Abdul juga menyampaikan ada beberapa hormon yang memengaruhi suasana hati, yaitu serotonin dan dopamin. Serotonin adalah senyawa kimia yang berfungsi sebagai neurotransmitter, yang disintesis berada di sistem saraf pusat, mengatur mood, rasa sakit, tidur, nafsu makan, dan beberapa fungsi kognitif termasuk memori.
Adapun dopamin adalah neurotransmitter yang diproduksi tubuh dan digunakan oleh sistem saraf, sering disebut sebagai pembawa pesan kimia yang mengubah asam amino tirosin menjadi hormon dopamin. Hormon berfungsi untuk meningkatkan suasana hati dan menyampaikan rangsangan ke seluruh tubuh.
“Kekurangan serotonin dapat menyebabkan stres dan depresi, sedangkan kekurangan dopamin dapat mengakibatkan insomnia, kecemasan, halusinasi, tidur yang kurang, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, dan delusi atau ketidakmampuan membedakan antara hal yang nyata dan tidak nyata,” tandas Abdul.
Sudut Pandang Baru Peluang Bumi, Pameran Foto dan Infografis National Geographic Indonesia di JILF 2024
Source | : | Brin.go.id |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR