Nationalgeographic.co.id–Ternyata, dalam lingkungan yang ekstrem sekalipun seperti Antarktika, kehidupan dapat berkembang dengan sangat pesat. Hal ini menunjukkan bahwa, kehidupan bisa saja ditemukan di berbagai tempat di manapun di dunia ini. Bahkan, jika tempat itu menurut kita adalah ‘mustahil’.
Kenyataannya, di sebuah danau kecil di Antarktika yang seringkali disebut sebagai Danau Dalam ini, terdapat archaea - sejenis mikroorganisme bersel tunggal yang sangat unik. Mengapa dibilang unik? Sebab, mereka dapat tumbuh subur di lingkungan yang sangat dingin ini.
Seperti yang diketahui, Danau Dalam memiliki air yang sangat asin, dengan suhu serendah -20°C di musim dingin. Kondisi airnya yang asin menyebabkannya tetap bebas es sepanjang tahun. Mungkin inilah faktor yang menyebabkan archaea dapat berkembang dan tumbuh pesat di tempat ini.
"Archaea adalah salah satu dari tiga garis keturunan kehidupan, bersama Bakteri dan Eukarya (organisme yang selnya memiliki inti yang dibatasi membran, termasuk tumbuhan dan hewan). Mereka tersebar luas dan memainkan peran penting dalam mendukung ekosistem Bumi," kata Dr. Yan Liao, ahli mikrobiologi dari University of Technology Sydney (UTS).
Dr. Liao dan Associate Professor Iain Duggin, dari Australian Institute of Microbiology and Infection, telah mempelajari bagaimana bentuk kehidupan mikroorganisme purba yang sederhana ini tumbuh dan bertahan hidup. Bersama dengan Dr. Joshua Hamm dari Royal Netherlands Institute for Sea Research, mereka menerbitkan studi baru mereka di jurnal Nature Communications pada 31 Juli 2024 berjudul “The parasitic lifestyle of an archaeal symbiont.”
Dalam studi tersebut menjabarkan bagaimana untuk pertama kalinya perilaku archaea yang seperti parasit predator agresif terungkap. Di mana archaea ini dapat dengan cepat membunuh inangnya.
"Mereka kurang dipelajari dan dipahami dibandingkan garis keturunan lainnya. Namun, archaea memberikan petunjuk tentang evolusi kehidupan di Bumi, serta bagaimana kehidupan mungkin ada di planet lain. Biokimia unik mereka juga memiliki aplikasi yang menjanjikan dalam bioteknologi dan bioremediasi,” kata Dr. Liao.
"Mereka ditemukan tumbuh subur di sumber air panas yang sangat asam, ventilasi hidrotermal laut dalam pada suhu lebih dari 100°C, di perairan hipersalin seperti Laut Mati, serta di Antarktika," tambahnya.
Archaea yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dari Danau Dalam yang dingin dan hipersalin di Antarktika oleh Profesor Ricardo Cavicchioli, penulis senior dari UNSW Sydney, yang awalnya memimpin proyek ini. Dr. Liao dan Associate Professor Duggin juga telah melakukan perjalanan ke danau garam merah muda Australia untuk mengumpulkan archaea.
Di dalam archaea, terdapat kelompok yang disebut archaea DPANN yang jauh lebih kecil daripada archaea lain, dengan genom yang sangat kecil dan kemampuan metabolisme yang terbatas. Penelitian ini mengungkapkan bahwa mereka bergantung pada mikroba inang, khususnya archaea lain, untuk bertahan hidup.
Baca Juga: Kebenaran di Balik Penemuan 'Piramida' Misterius di Antarktika
"Untuk pertama kalinya perilaku agresif seperti itu diamati pada archaea. Dalam banyak hal, aktivitasnya mirip dengan beberapa virus. Hal ini mendorong kami untuk mengevaluasi kembali peran ekologis mereka di lingkungan Antarktika," kata Dr. Hamm.
Sangat sedikit archaea DPANN yang telah dibudidayakan di laboratorium. Dr. Liao dan rekan-rekannya berusahan mengembangkan teknik baru, termasuk pewarnaan sampel yang unik, mikroskopi fluoresensi langsung, dan mikroskopi electron. Hal itu untuk memvisualisasikan bagian internal sel inang dan melacak interaksi antara archaea DPANN dan inangnya.
Dr. Liao mewarnai inangnya, archaeon yang bernama Halorubrum lacusprofundi, dan archaeon DPANN parasit Candidatus Nanohaloarchaeum antarcticus, dengan pewarna non-sitotoksik yang bersinar dengan warna berbeda saat terkena cahaya laser.
"Dengan cara ini memungkinkan kami untuk mengamati organisme bersama-sama selama periode yang panjang dan mengidentifikasi sel berdasarkan warna. Kami melihat parasit DPANN menempel, dan kemudian tampak bergerak ke dalam sel inang, yang menyebabkan lisis atau pecahnya sel inang," kata Dr. Liao.
“Kondisi ini memungkinkan mikroba lain untuk tumbuh dan mencegah organisme inang menimbun nutrisi. Archaea DPANN yang kami selidiki tampaknya memainkan peran yang jauh lebih penting dalam ekosistem daripada yang disadari. Gaya hidup parasit atau infeksi dari archaea ini mungkin umum terjadi," simpulnya.
Dr. Liao mengatakan penelitiannya di masa mendatang bertujuan untuk mengeksplorasi archaea untuk aplikasi biomedis dan bioteknologi.
Meskipun tidak ada archaea yang ditemukan menyebabkan penyakit, mereka tetap dapat memengaruhi kesejahteraan. Archaea juga bertanggung jawab atas emisi metana ternak, jadi pengetahuan yang lebih besar tentang gaya hidup archaea dapat berguna untuk memerangi perubahan iklim.
Source | : | Phys.org |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR