Di ranjang kematiannya, Sabuktegin menyerahkan putra sulungnya yang terampil dalam militer dan diplomatik, Mahmud, 27 tahun, demi putra keduanya, Ismail.
Tampaknya ia memilih Ismail karena ia bukan keturunan orang-orang yang diperbudak di kedua belah pihak, tidak seperti kakak dan adiknya.
Ketika Mahmud, yang ditempatkan di Nishapur (sekarang di Iran), mendengar tentang pengangkatan saudaranya ke takhta, ia segera bergerak ke timur untuk menantang hak Ismail untuk memerintah.
Mahmud mengalahkan para pendukung saudaranya pada tahun 998, merebut Ghazni, mengambil takhta untuk dirinya sendiri, dan menempatkan adiknya dalam tahanan rumah selama sisa hidupnya.
Sultan baru tersebut akan memerintah hingga kematiannya sendiri pada tahun 1030.
Memperluas Kekaisaran
Penaklukan awal Mahmud memperluas wilayah Gaznawiyah hingga kira-kira seluas Kekaisaran Kushan kuno.
Ia menggunakan teknik dan taktik militer khas Asia Tengah, terutama mengandalkan kavaleri berkuda yang sangat lincah dan bersenjatakan busur panah.
Pada tahun 1001, Mahmud mengalihkan perhatiannya ke tanah subur Punjab, yang sekarang berada di India, yang terletak di tenggara kekaisarannya.
Wilayah yang menjadi target adalah milik raja-raja Hindu Rajput yang galak tetapi suka bertengkar, yang menolak untuk mengoordinasikan pertahanan mereka terhadap ancaman Muslim dari Afghanistan.
Selain itu, Rajput menggunakan kombinasi infanteri dan kavaleri berkuda gajah, bentuk pasukan yang tangguh tetapi bergerak lebih lambat daripada kavaleri berkuda Gaznawiyah.
Memerintah Wilayah yang Sangat Luas
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR