Nationalgeographic.co.id—Yayasan Negeri Rempah (YNR), dengan dukungan penuh dari Indonesiana, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI, serta LPDP, dengan bangga mempersembahkan pameran komunitas “Rempah dan Kita”.
Acara yang digelar di pelataran Hotel Borobudur Jakarta, mulai 18 hingga 31 Agustus 2024 pada pukul 09.00 - 18.00 WIB ini akan menghadirkan pengalaman mendalam bagi pengunjung untuk menjelajahi kekayaan rempah Indonesia.
Lebih dari sekadar pameran, “Rempah dan Kita” adalah sebuah undangan untuk kembali menyingkap rahasia dan keajaiban rempah-rempah yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah dan budaya Indonesia.
Melalui pameran ini, masyarakat diajak untuk mengenal lebih dekat berbagai aspek kehidupan yang terkait dengan rempah-rempah, mulai dari obat-obatan tradisional, pangan, wastra, hingga pendekatan baru dalam produksi pengetahuan.
Salah satu tujuan utama pameran ini adalah untuk melestarikan kearifan lokal dengan cara mengangkat kembali pengetahuan tradisi yang masih tersimpan dalam memori masyarakat, khususnya terkait dengan rempah-rempah.
Selain itu, pameran ini juga diharapkan mampu membangun tradisi belajar dengan cara mencari model pembelajaran yang efektif untuk anak-anak dan remaja, yang dapat menumbuhkan minat mereka terhadap tradisi dan budaya Indonesia serta memperkuat rasa bangga dan rasa memiliki terhadap warisan budaya Indonesia, khususnya Jalur Rempah.
Warisan dunia, masa depan kita
Jalur Rempah bukan sekadar jalur perdagangan rempah-rempah. Ini adalah warisan dunia yang telah menyatukan berbagai peradaban, menebarkan budaya, dan membentuk sejarah manusia. Dari sinilah rempah-rempah Indonesia merambah dunia, membawa serta kekayaan rasa dan pengetahuan yang tak ternilai.
Pameran "Rempah dan Kita" hadir sebagai sebuah upaya untuk menghidupkan kembali semangat pertukaran budaya yang pernah terjadi di masa lalu. Acara ini mengajak kita untuk merenung sejenak, menggali lebih dalam tentang akar sejarah bangsa, dan menemukan inspirasi dari kekayaan rempah-rempah Nusantara.
Pemerintah Indonesia tengah berupaya keras untuk menjadikan Jalur Rempah sebagai warisan dunia UNESCO. Upaya ini bukan tanpa alasan. Jalur Rempah menyimpan begitu banyak cerita dan nilai-nilai luhur yang patut kita lestarikan. Dengan tercatat sebagai warisan dunia, Jalur Rempah akan mendapatkan pengakuan internasional dan perlindungan yang lebih baik.
Pengetahuan tentang Jalur Rempah tidak hanya penting bagi sekelompok kalangan tertentu, tetapi juga bagi generasi muda. Mereka adalah penerus estafet perjuangan untuk melestarikan warisan budaya bangsa.
Baca Juga: Sejarah Dunia: Ketika Bangsa Eropa Saling Berebut Rempah-Rempah
Dalam kesempatan terpisah, Kumoratih, ketua dewan pengurus Yayasan Negeri Rempah yang sekaligus menjadi kurator dalam pameran komunitas ini menekankan pentingnya membangun tradisi belajar terutama terkait dengan pengetahuan budaya.
“Selama ini, kita kerap melihat Jalur Rempah dalam bingkai sejarah. Kali ini kami ingin mengingatkan kembali pentingnya merawat tradisi yang telah berjalan dari generasi ke generasi, sehingga kita tidak kehilangan akar. Tapi yang lebih utama adalah juga menemukan cara-cara baru untuk menumbuhkan tradisi belajar terutama bagi anak-anak dan remaja,” katanya.
Meskipun teknologi canggih kerap dianggap mampu menumbuhkan keingintahuan dan menjadi cara baru memperoleh pengetahuan secara instan, tapi menurutnya hal ini tidak serta merta membentuk tradisi belajar.
Hal senada juga diungkapkan oleh Hassan Wirajuda, ketua Dewan Pembina Yayasan Negeri Rempah, dalam uraiannya menyambut peringatan kemerdekaan Indonesia 2024.
Menurutnya, generasi muda saat ini memiliki banyak kemudahan untuk memperoleh pengetahuan secara instan dengan mengandalkan internet, namun kurang mengapresiasi makna yang lebih mendalam dari sejarah.
Pameran ini yang akan mengetengahkan cerita dan peran serta komunitas dari beberapa daerah di Indonesia antara lain Sumatera Selatan, Belitung, Sumatera Utara, Maluku Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Selatan.
Melalui kolaborasi dengan berbagai komunitas, “Rempah & Kita” akan menyajikan berbagai kegiatan yang dapat diikuti oleh pengunjung yaitu:
(1) Sesi Berbagi untuk mengenal lebih dalam aneka tumbuhan rempah secara langsung yang berasal dari Nusantara, bertemu narasumber-narasumber ahli untuk berbagi pengalaman terkait dengan rempah-rempah, dan pegiat komunitas daerah. Sesi khusus bertajuk “Kamar Gelap” akan mengulas sisi-sisi menarik budaya rempah yang kontroversial;
(2) Lab Rempah untuk mengenal kosa rasa dan pengetahuan rempah melalui kegiatan antara lain meracik jamu, mengeksplorasi berbagai rasa rempah, mengikuti kelas memasak bersama antara lain komunitas yang datang langsung dari Sumatera Selatan dan Maluku Utara (para ibu dari Gunung Gamalama, Ternate). Selain itu, kegiatan-kegiatan seperti meditasi (yoga) dan minum jamu untuk relaksasi;
(3) Permainan digital interactive dan pengenalan karakter-karakter baru yang terinspirasi dari aneka rempah Nusantara hasil kolaborasi dari komunitas dan para praktisi pendidikan desain sebagai upaya untuk mencari model produksi pengetahuan dalam pembelajaran publik tentang Jalur Rempah;
(4) Jamuan Negeri Rempah dan Icip-icip yang akan merekonstruksi tradisi jamuan komunal dari Ternate serta mencicipi tradisi kuliner Morowali Tengah, dan Palembang.
Pameran "Rempah dan Kita" terbuka untuk umum dan segala usia. Dalam merawat tradisi dan warisan budaya terkait rempah ini, pengunjung tidak hanya akan mendapatkan pengetahuan baru, tetapi juga dapat turut berkontribusi dalam kegiatan berbasis komunitas lainnya untuk berbagi pengetahuan dan pemahaman antarbudaya, serta membangun masa depan Indonesia yang lebih baik.
Pameran ini didukung oleh kontributor-kontributor komunitas dari daerah yaitu Sahabat Cagar Budaya (Palembang, Sumatera Selatan), Telingsong Budaya (Tanjung Pandan, Belitung), Beranda Warisan Sumatera (Medan, Sumatera Utara), Ternate Heritage Society (Ternate, Maluku Utara), Puta Dino (Tidore, Maluku Utara), Komunitas Dupa (Makassar, Sulawesi Selatan), Terminal Benih dan Bakul Goronto (Gorontalo), Kolektif Arungkala (Yogyakarta).
Didukung pula oleh komunitas cendekia dan praktisi dari Binus School of Design, Akademi Kuliner Indonesia, dan lain-lain. Selain koleksi dan karya komunitas, beberapa artefak dan koleksi didukung oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dan Museum Bank Indonesia, serta dukungan Hotel Borobudur Jakarta sebagai tempat penyelenggaraan acara.
KOMENTAR