Nationalgeographic.co.id—Sekitar 65,5 juta tahun yang lalu, asteroid raksasa menghantam Bumi. Asteroid itu punya diameter sekitar lima kilometer, berdasarkan perhitungan pada sisa tumbukannya di kawah Chicxulub, Semenanjung Yucatan, Meksiko.
Tumbukan asteroid ke permukaan bumi menyebabkan gempa terbesar dalam sejarah planet ini, diyakini sebesar 10 magnitudo. Dampak dari tumbukan ini merebak ke penjuru Bumi sebagai bencana beruntun.
Sebagian besar kehidupan, terutama dinosaurus periode Kapur Akhir seperti Triceratops dan Tyrannosaurus rex, mengalami kepunahan. Hanya 40 persen spesies yang ada saat itu bertahan melanjutkan hidup di masa yang berat untuk periode Bumi berikutnya.
Setelah bencana besar itu, suasana Bumi masih suram ditutupi jelaga, sulfur, dan debu yang menyulitkan Matahari masuk ke permukaan. Spesies yang bertahan harus beradaptasi, karena suhu Bumi anjlok dan udaranya sangat beracun.
Setelah mengetahui dampaknya, para ahli mencari tahu dari mana asal asteroid pembawa kepunahan massal kelima itu. Sisa-sisa tumbukan besar itu masih dapat ditemukan di Chicxulub, sehingga para ahli dapat menguraikan asal-usulnya.
Buktinya pun telah dikumpulkan sejak 1980. Salah satu yang merujuk bencana besar ini adalah lapisan logam iridium yang terendam di seluruh planet ini pada awal kepunahan, tetapi sangat langka ditemukan.
Tata Surya kita punya banyak asteroid, tetapi mayoritas berada di Sabuk Asteroid antara Mars dan Jupiter, dan Sabuk Kuiper di luar orbit Pluto. Penelitian terbaru yang dipublikasikan di jurnal Science pada 15 Agustus 2024, menyingkap asal asteroid Chicxulub berasal.
Terbentuk di lapisan luar tata surya
Selain iridium, rutenium adalah logam yang langka di kerak Bumi. Logam ini dapat menjadi petunjuk tentang asal-usul asteroid jika kadar isotop yang dikoleksi selama ini, atau versi elemen yang berbeda, punya varian yang berbeda dari jenis bagian dalam tata surya kita.
"...Jika berbagai jenis meteorit dapat dibedakan menurut komposisi isotop ruteniumnya, dan jika pengayaan elemen seperti rutenium di lapisan batas berasal dari luar bumi, data isotop rutenium dari sampel lapisan batas akan memberikan informasi tentang jenis batuan yang menumbuk [bumi]," terang Mario Fischer-Gödde, peneliti utama studi, dikutip dari Nature.
"Kami ingin mengidentifikasi asal muasal penumbuk ini," lanjut Fischer-Gödde yang merupakan ahli geokimia isotop di University of Cologne, Jerman.
Baca Juga: Kapsul OSIRIS-REx Bawa Sampel Asteroid Berisi Sejarah Tata Surya
Oleh karena itu, Fischer-Gödde dan rekan-rekan menyelidiki sampel batuan yang berhubungan dengan peristiwa kepunahan massal kelima. Batuan ini berasal dari tiga lokasi. Para peneliti kemudian membandingkannya dengan batuan dari delapan lokasi terdampak lainnya yang berusia 3,5 miliar tahun—sudah ada jauh sebelum dihantam asteroid.
Hasil analisis mereka dipublikasikan dalam makalah bertajuk "Ruthenium isotopes show the Chicxulub impactor was a carbonaceous-type asteroid". Para peneliti menyimpulkan, asteroid pemicu kepunahan massal ini diidentifikasi sebagai meteorit kondrit berkarbon yang terbentuk dari bagian luar tata surya kita, asteroid tipe C.
Penemuan ini membuktikan keunikan asteroid tersebut dalam sejarah Bumi. "Sekitar 80 persen dari semua meteorit yang menghantam Bumi berasal dari asteroid tipe S," terang Fischer-Gödde di National Geographic.
Asteroid tipe S berasal dari bagian dalam tata surya. Tipe ini juga ditemukan pada asteroid lainnya yang pernah menerjang Bumi, bahkan pada miliar tahun silam. Perbedaan ini menjadi penunjuk bahwa asteroid 66 juta tahun adalah tamu jauh.
Komet atau asteroid?
Sejak penyingkapan pertama tentang kawah Chicxulub yang mematikan, para ahli berbeda pendapat tentang batuan yang menghantam bumi, antara asteroid atau komet. Temuan tim Fischer-Gödde memecahkan teka-teki itu bahwa batuan itu adalah asteroid berkat isotop ruteniumnya.
Sean Gullick, ahli geofisika dari University of Texas, adalah salah satu yang meyakini bahwa kawah Chicxulub disebabkan asteroid. Kita mendapati temuan ini, ia berpendapat karya ini sebagai "cara yang sangat elegan untuk mendapatkan beberapa jawaban yang sama menggunakan satu metodologi".
Melansir Nature, ketika mengulas makalah, Gullick sependapat dengan tim Fischer-Gödde yang menyingkap data isotop ruteniumnya tidak cocok dengan komet. Hal ini sudah diperkirakannya sejak lama berdasarkan pelbagai analisis geokimia terdahulu.
Asteroid Chicxulub yang masih menyimpan tanda tanya
Asteroid biasanya konsisten dalam orbitnya seperti melayang di ruang hampa, tetapi memiliki kecepatan relatif. Karena perbedaan relatif ini, asteroid bisa saling bertabrakan.
Begitu pun semestinya pada asteroid mematikan di Chicxulub ini. Para ilmuwan masih bertanya, mengapa asteroid yang seharusnya melayang di angkasa itu berubah dengan pergerakan ke Bumi. Melansir halaman NASA, kelajuan asteroid ini sangat cepat, bisa lebih dari 25 kilometer per detik!
"Asteroid dari kawah [Chicxulub] tersimpan dalam orbit yang stabil hingga 66 juta tahun yang lalu," terang Fischer-Gödde di National Geographic. Menurutnya, orbit yang stabil ini mengalami momentum yang belum diketahui.
Bisa jadi, Fischer-Gödde berpendapat, penyebab ketidakstabilan orbit ini adalah migrasi Jupiter menuju orbitnya yang sekarang, sehingga menarik asteroid keluar dari orbitnya. Perubahan gravitasi ini membuat sabuk asteroid menembak batuan dengan jumlah yang sangat banyak, termasuk ke Bumi.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR