Oleh karena itu, Fischer-Gödde dan rekan-rekan menyelidiki sampel batuan yang berhubungan dengan peristiwa kepunahan massal kelima. Batuan ini berasal dari tiga lokasi. Para peneliti kemudian membandingkannya dengan batuan dari delapan lokasi terdampak lainnya yang berusia 3,5 miliar tahun—sudah ada jauh sebelum dihantam asteroid.
Hasil analisis mereka dipublikasikan dalam makalah bertajuk "Ruthenium isotopes show the Chicxulub impactor was a carbonaceous-type asteroid". Para peneliti menyimpulkan, asteroid pemicu kepunahan massal ini diidentifikasi sebagai meteorit kondrit berkarbon yang terbentuk dari bagian luar tata surya kita, asteroid tipe C.
Penemuan ini membuktikan keunikan asteroid tersebut dalam sejarah Bumi. "Sekitar 80 persen dari semua meteorit yang menghantam Bumi berasal dari asteroid tipe S," terang Fischer-Gödde di National Geographic.
Asteroid tipe S berasal dari bagian dalam tata surya. Tipe ini juga ditemukan pada asteroid lainnya yang pernah menerjang Bumi, bahkan pada miliar tahun silam. Perbedaan ini menjadi penunjuk bahwa asteroid 66 juta tahun adalah tamu jauh.
Komet atau asteroid?
Sejak penyingkapan pertama tentang kawah Chicxulub yang mematikan, para ahli berbeda pendapat tentang batuan yang menghantam bumi, antara asteroid atau komet. Temuan tim Fischer-Gödde memecahkan teka-teki itu bahwa batuan itu adalah asteroid berkat isotop ruteniumnya.
Sean Gullick, ahli geofisika dari University of Texas, adalah salah satu yang meyakini bahwa kawah Chicxulub disebabkan asteroid. Kita mendapati temuan ini, ia berpendapat karya ini sebagai "cara yang sangat elegan untuk mendapatkan beberapa jawaban yang sama menggunakan satu metodologi".
Melansir Nature, ketika mengulas makalah, Gullick sependapat dengan tim Fischer-Gödde yang menyingkap data isotop ruteniumnya tidak cocok dengan komet. Hal ini sudah diperkirakannya sejak lama berdasarkan pelbagai analisis geokimia terdahulu.
Asteroid Chicxulub yang masih menyimpan tanda tanya
Asteroid biasanya konsisten dalam orbitnya seperti melayang di ruang hampa, tetapi memiliki kecepatan relatif. Karena perbedaan relatif ini, asteroid bisa saling bertabrakan.
Begitu pun semestinya pada asteroid mematikan di Chicxulub ini. Para ilmuwan masih bertanya, mengapa asteroid yang seharusnya melayang di angkasa itu berubah dengan pergerakan ke Bumi. Melansir halaman NASA, kelajuan asteroid ini sangat cepat, bisa lebih dari 25 kilometer per detik!
"Asteroid dari kawah [Chicxulub] tersimpan dalam orbit yang stabil hingga 66 juta tahun yang lalu," terang Fischer-Gödde di National Geographic. Menurutnya, orbit yang stabil ini mengalami momentum yang belum diketahui.
Bisa jadi, Fischer-Gödde berpendapat, penyebab ketidakstabilan orbit ini adalah migrasi Jupiter menuju orbitnya yang sekarang, sehingga menarik asteroid keluar dari orbitnya. Perubahan gravitasi ini membuat sabuk asteroid menembak batuan dengan jumlah yang sangat banyak, termasuk ke Bumi.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR